Nyonya Harrison membuka gorden yang langsung menghadap pada tempat tidur Arion, membuat sang empunya silau. "Bangun, Nak, sudah jam sembilan."
Arion menggeliat di bawah selimut tebal berwarna hitam, mengubah posisi kepalanya membelakangi gorden. Dia belum berniat bangun, masih mengantuk akibat semalam begadang hingga hampir subuh bermain poker bersama Andre.Tidak sia-sia, Arion yang menang hingga meraup puluhan juta rupiah."Ajak Fevita jalan-jalan sambil mengobrol lebih banyak, Arion, nikmati waktu libur kamu berkenalan dengan wanita."Fevita Adiyaksa, wanita cerdas dan mandiri berusia dua puluh lima tahun yang saat ini menduduki jabatan sebagai Co-Founder di perusahaan keluarganya, PT. Adiyaksa Utama."Berhenti jodohin aku, Bun, nggak bakal berhasil.""Belum kamu coba, jangan menyerah dulu. Umur kamu sudah berapa, Arion, nggak berniat menikah?" dumel Nyonya Harrison sambil merapikan buku-buku Arion di meja.Sejak semalam Nyonya Harrison gemas pada Arion, putranya itu tampak mendiamkan Fevita, padahal dia sudah payah berusaha menjodohkan keduanya."Jangan menutup diri terus, Nak, nanti makin susah dapat jodoh. Fevita kurang apa? Udah cantik, mandiri, pinter lagi.""Bukan seleran aku.""Sudah terhitung sepuluh perempuan yang Bunda carikan, nggak ada yang sesuai sama kemauan kamu. Jangan bilang selera kamu para lelaki, Arion?"Arion membelalak, jadi rumor dirinya penyuka sesama jenis sudah beredar sampai ke keluarganya juga?"Aku bisa cari sendiri, Bun. Lagian masih umur segini, ngapain buru-buru. Jangan bilang alasannya karena cucu, Andre udah kasih Bunda dan Ayah bayi." Arion menyingkap selimut, duduk di pinggiran kasur meminum air. "Jangan kasihani aku, Bun, aku baik-baik aja. Lebih baik terlambat menikah daripada bersama orang yang salah."Nyonya Harrison menghela berat, akhirnya tidak lagi membahas terlalu dalam masalah ini, dia juga takut menyakiti perasaan Arion."Ya sudah, Bunda tunggu perempuan hebat yang bisa bikin kamu jatuh cinta. Tapi untuk hari ini, hargailah Fevita demi Bunda. Dia udah bela-belain menginap di sini."Arion mengecup kening Nyonya Harrison, mengiyakan tanpa banyak kata. Dia tidak bisa menolak, tidak tega jika membuat wanita itu semakin bersedih memikirkan masa depannya.Usai mandi dan merapikan diri, Arion turun ke bawah. Semua orang berkumpul di ruang keluarga sambil mengobrol. Terlihat lebih hangat karena kedatangan anggota baru. Bayi kecil itu menjadi pusat perhatian."Sarapan dulu, Nak."Fevita bangkit dari duduknya, menemani Arion ke ruang makan. "Kamu duduk aja, biar aku ambilin." Fevita mengulas senyum lebar, senang bisa melakukannya untuk Arion. "Kata Andre, kamu tidur subuh. Padahal tadi pagi aku mau ajakin joging keliling daerah sini."Arion mengangguk, menerima sarapannya dengan ramah. "Iya, kami main poker. Kamu sudah sarapan?""Udah, kamu makan aja aku temenin."Tidak ada yang salah dari diri Fevita, wanita itu santun dan dari keluarga yang baik pula. Arion tahu betul bagaimana keturunan Adiyaksa, tidak diragukan lagi soal pendidikan dan kehebatan mereka dalam bisnis.Hanya saja, Arion punya pilihan sendiri. Sudah ada seseorang yang berhasil mengalihkan perhatiannya meski hanya dengan debaran dada—tetapi terasa menenangkan."Mau jalan-jalan ke mana?"Senyum Fevita semakin lebar ketika Arion mau mengobrol dengannya, tidak seperti semalam yang terlihat cuek. "Ke mana pun boleh, asal sama kamu. Keliling perkebunan Bunda gimana?""Boleh, nanti saya temani.""Kamu mau teh, Arion? Aku bikinin yang baru biar lebih hangat. Kayaknya teh ini udah agak dingin.""Nggak usah, saya minum yang ada saja."Fevita mengiyakan, tidak mengobrol terlalu banyak karena Arion pun sedang makan. Dia hanya memandangi sambil sesekali salah tingkah karena Arion sungguh menawan.***Arion keliling kebun bersama Fevita, terlihat pria itu sedang memegangi keranjang untuk mewadahi beberapa buah dan sayuran yang sedang Fevita petik."Arion, kamu suka kentang?" Arion mengangguk. "Aku ambil lebih banyak kalau gitu, nanti aku mau bikinin kamu menu spesial dari kentang.""Sebelah sana ada stroberi, kata Bunda kamu suka buah itu."Fevita mengangguk riang. "Tunggu, aku masih mau ambil beberapa sayuran. Kamu nggak bosen temenin aku, 'kan?""Santai saja."Selesai dengan sayurannya, Fevita mengikuti langkahan Arion menuju bagian buah. Mata Fevita berbinar ketika melihat tanaman stroberi yang begitu lebat dan buahnya besar-besar. "Apa boleh langsung di makan, Arion?""Kata Bunda lebih baik dicuci, tapi saya sering memakannya langsung—masih hidup sampai sekarang."Fevita tergelak. "Kita makan sama-sama, kalau terjadi sesuatu, aku nggak sendirian."Arion tersenyum singkat, memakannya dengan senang hati. "Ambil lebih banyak, buat orang rumah sekalian."Membiarkan Fevita memasukkan buah dalam keranjang, Arion sibuk dengan ponselnya. Ada satu pesan yang tidak bisa dia abaikan.Airyn Gershon: Pak Arion, permisi. Sebelumnya maaf jika pesan saya terkesan kurang sopan. Saya diusir sama satpam gendut yang ada di lobi, katanya tidak ada slot untuk anak magang. Bapak tidak berusaha bohongin saya, 'kan?Di seberang sana, Airyn tengah panik melihat Guntur sempat bertengkar dengan satpam. Mereka diusir secara tidak hormat dan kasar. Airyn malu, sakit hati juga mendengar papanya dikatai pria gila. Lagi pula, siapa yang tidak marah melihat anaknya diseret?Arion Harrison: Tunggu di sana, saya telepon orang untuk mengambil berkas kamu. Kenapa tidak bilang saya dulu kalau kamu ingin memasukkan berkas hari ini?Airyn Gershon: Sebelumnya saya udah kirim pesan, Bapak tidak membalas.Arion baru sadar jika ada dua pesan sebelumnya yang tidak terbaca olehnya. Dia sibuk menemani Fevita, alhasil fokus Arion sedikit teralihkan.Selesai menelepon orangnya untuk mendatangi Airyn, Arion juga mendapati satu kabar tidak mengenakkan.Arion Harrison: Kamu datang bersama preman?Airyn Gershon: Papa saya!Umpatan kecil terdengar dari Arion, dia langsung kehabisan kata karena merasa bersalah. Sial, orang kantor malah memberi kabar jika Airyn datang bersama preman dan terjadi keributan di tengah keramaian.Apalagi pesan Airyn berisikan tanda seru, mungkin gadis itu tersinggung.Ingin minta maaf, Arion sungkan.Airyn Gershon: Pak Arion, maaf sekali lagi. Dengan berat hati, saya batalin saja magangnya. Soalnya papa udah terlanjur marah.Apa pun yang akan terjadi pada dirinya, Airyn pasrah. Dia tidak bisa membantah papanya, nanti Guntur akan semakin murka dan bisa saja datang kepada pihak kampus untuk membuat masalah baru."Arion, kamu mau ke mana?" Fevita terdiam di tempat saat melihat Arion melangkah buru-buru meninggalkan perkebunan."Jangan biarkan gadis itu pergi. Saya tidak mau tahu, bujuk ayahnya sampai marahnya hilang!" tegas Arion pada tangan kanannya melalui telepon, dia juga berniat pergi ke kantor sekarang.Sebenarnya, memang tidak ada slot magang untuk beberapa bulan ke depan, ini hanya akal-akalan Arion agar bisa bertemu Airyn."Pa, kenapa malah mintain Pak Arion uang?" Airyn memejam jengah dengan sikap Guntur, tidak habis pikir jika berdebatan mereka malah berujung pemerasan.Guntur berhasil memeras Arion sebesar dua juta akibat perlakuan tidak baik dan pukulan yang diterimanya. Jika tidak, Guntur mengancam akan membawa masalah ini ke pihak berwajib."Sudah sepantasnya dia ganti rugi. Kamu pikir hidung dan bibir Papa nggak berdarah akibat pukul satpamnya yang gendut itu?" Guntur balas mengomeli Airyn yang sejak tadi juga lumayan menyulut emosi di hadapan Arion. Anaknya itu terlalu lemah, padahal Guntur memang sengaja memanfaatkan keadaan.Kapan lagi memeras orang kaya secara cuma-cuma? Uangnya bisa Guntur pakai untuk membeli minuman dan modal berjudi nanti malam.Sementra Airyn, dia hanya tidak ingin papanya semakin dipandang sebelah mata oleh orang lain. Namun, sikap Guntur sendirilah yang membuat dirinya tercela."Apa kata Pak Arion nanti, Pa? Aku nggak enak." Terlebih dia akan bersama Arion selama dua b
Airyn menganga, melihat sekitar mereka untuk mencari keberadaan seseorang yang lain. “Bapak ngapain ke sini?”“Ma, aku mau bicara sebentar. Tunggu dulu.” Dia cepat-cepat menarik tangan pria itu, membawanya agak menjauh dari Sera.“Bapak, jangan bilang aku orang sini sama siapa-siapa, ya?” Airyn berbisik cemas. “Aku juga nggak bakal bilang kok kalau Bapak main-main sama pelacur di sini. Aku janji.”“Kamu menuduh saya yang tidak-tidak,” balas Bagas tidak terima. “Saya hanya tidak sengaja lewat sini, lalu nyasar.” Jika kalian tanya siapa yang pintar membuat alibi, maka Bagas jagonya. Sekarang dia tiba-tiba menjadi detektif handal yang diutus Arion. Bagas mengakui dirinya serba bisa, asal jangan mencari berlian di lubang semut saja.Airyn menatap Bagas tidak percaya. “Ah, gitu, ya? Ya sudah, Bapak aja yang jaga rahasia aku.” Menangkup kedua tangan, meminta sangat serius.“Ai, ayo! Jangan bikin Mama makin murka.” Sera bersungut jengah menunggu Airyn.“Pak, aku harus pergi. Bapak sebaikny
Sekitar jam tujuh, Airyn terbangun dari tidurnya. Dia terlonjak ketika menyadari ruangan yang begitu asing. Buru-buru Airyn mengecek keadaannya, untunglah masih aman seperti semalam. Sementara itu, di nakas tersedia sepotong roti bakar cokelat, obat, air, dan kertas kecil yang menempel pada gelas. "Makan dan minum. Habiskan!”Airyn meminum obatnya untuk meredakan pusing, lalu memakan roti sambil berusaha mengingat kembali kejadian semalam. Dia ingat jika Arion datang mencoba menghentikan, namun bukannya melepaskan, pria tua itu justru semakin kasar mendorong Airyn ke kamar hingga harus bertengkar dulu dengan Arion yang tampak tak terima melihat perlakuannya.Tanpa sengaja di tengah keributan, Pak Sagara mendorong Airyn sampai terbentur pintu. Setelah itu semua gelap, Airyn pingsan.“Dasar om-om tua itu. Untung kepalaku nggak bocor.” Airyn bersungut sebal, lalu salah fokus pada jam kecil yang ada di nakas “Ya Tuhan, telat!” Dia melompat dari kasur, tetapi malah terjungkal karena terl
“Tolong, putus semua kerja sama kita bersama Pak Sagara dan istrinya. Saya tidak ingin mendengar nama maupun melihat wajahnya lagi. Pria itu di depan istrinya saja seperti kambing congek, di belakang berbisa daripada ular.” Arion memutuskan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Pak Sagara hanya debu kecil yang sangat mudah Arion singkirkan. Bahkan jika masih saja mengganggu Airyn, Arion tak segan membuatnya gulung tikar.“Anda serius, Pak? Padahal lusa Anda ada pertemuan dengan mereka di hotel Dexonc untuk membahas lebih lanjut mengenai logo kopi dalam kemasan terbaru, bukan?”“Saya tidak peduli. Pria itu mengacaukan gadis saya.” Arion menaikkan bahu, menyeruput kopinya sambil membubuhkan tanda tangan pada beberapa dokumen penting.Bagas memutar bola mata malas. “Arion, dengarkan saya. Airyn juga pelacur kecil, sebenarnya mereka sama-sama cari untung. Mungkin ada beberapa faktor yang bikin Airyn takut, akhirnya semalam dia merasa terancam. Ayolah, jangan bodoh karena baru mengenal cinta.
Arion melangkah lebar meninggalkan lobi, menuju ruangannya untuk menetralkan amarah yang memuncak. Tidak disangka pada hari yang cerah siang ini, istrinya Pak Sagara mendatangi Arion dan berakhir membuat keributan. Wanita itu tidak terima karena Arion memutus kerja sama mereka sepihak tanpa ada konfirmasi apa pun. Dia merasa dirugikan dan meminta tanggung jawab.Arion awalnya tidak terlalu menanggapi serius, hanya saja ketika Pak Sagara muncul dan mulai menyulut, barulah Arion turun tangan untuk menghajarnya. Sudah sejak malam itu dia tahan, baru sekarang terlaksana. Rasanya benar-benar puas.Pak Sagara tidak terima kena pukul, ingin membalas, hanya saja Bagas dan satpam berhasil memisahkan mereka.Dengan perasaan kelewat murka, Arion memperingati istri Pak Sagara agar berhati-hati terhadap suaminya. Pria itu tidak bisa dipercaya dan sangat berbahaya.Arion juga menyuruh Bagas memperingati Pak Sagara. Jika pria itu masih ingin berurusan dengannya, Arion tak segan mempermalukan sekal
Sekitar jam sebelas malam, Veroni mengabari Airyn jika saat ini Guntur sedang dilarikan ke rumah sakit. Pria itu batuk berdarah, kemudian tidak sadarkan diri setelah mengeluh pusing dan sesak napas. Guntur ditemukan di kamar mandi dalam keadaan sangat lemah dan wajahnya pucat pasi. Sepanjang perjalanan Airyn tidak berhenti menangis. Bagaimana pun sikap Guntur, Airyn sangat menyayangi pria itu, tidak siap kehilangannya. Hanya sang papa yang menyayangi Airyn, menjaga dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. Airyn juga belum sukses dan membuat Guntur bangga dengan segala pencapaiannya hasil kerja keras pria itu.Air mata kian deras ketika Airyn mendengar penuturan dokter tentang keadaan Guntur. Gaya hidup yang tidak sehat membuat Guntur mengidap penyakit berbahaya yang hampir menyerang seluruh organ dalam tubuhnya. Penyakit itu menyebar dan menyebabkan komplikasi. Tak heran jika setiap hari Guntur merasakan sakit yang sangat menyiksa.Belum lagi biaya pengobatan yang sangat mahal, b
Airyn diantarkan oleh Bagas menuju Penthouse Arion, dia dijemput pagi-pagi buta entah untuk melakukan apa. Sebenarnya Guntur akan marah jika tahu Airyn ikut dengan pria sembarangan, tapi karena Airyn punya hutang nyawa dan uang dengan Arion, alhasil tidak bisa menolak. Nanti jika keadaan Guntur sudah membaik, Airyn akan menceritakan semuanya.Tidak peduli Airyn akan menjadi pesuruh orang, dia melakukannya demi keselamatan Guntur. Airyn takut hidup sendirian.Kesepian dan kesedihan adalah musuh Airyn."Bagaimana keadaan papa kamu?" Arion melangkah dari dapur, membawa secangkir kopi. Dia duduk di salah satu sofa. "Duduk, lelah berdiri di sana."Airyn mengangguk, mengambil posisi berhadapan dengan Arion. "Operasinya lancar, tapi papa belum siuman. Kata dokter perlu beberapa waktu. Terima kasih, Pak, udah selamatin papa.""Bisa masak, 'kan?"Airyn mengangkat wajah, menatap Arion sedikit kaget. "B—bisa, Pak, tapi menu yang sederhana aja, mungkin beberapa menu yang sering aku makan di ruma
Megan Harrison mendatangi Arion, menjewer putranya itu kesal. "Kenapa menghindari Bunda?" decaknya tak terima. "Dari mana aja kamu? Bunda telepon nggak diangkat, Bunda tungguin selesai rapat kamu menghilang." "Bunda, aku sibuk. Ada banyak kerjaan yang harus aku urus. Habis ini juga terjun lapangan buat ngecek proyek. Kata siapa sih aku hindarin Bunda, ada-ada aja." Megan mendengkus, melipat kedua tangan di dada. Pembahasan mereka soal jodoh belum selesai, tapi Arion selalu menghindar jika diajak bertemu, bahkan jarang pulang ke rumah. Sampai saat ini, Arion tak kunjung membawa wanita mana pun padanya untuk dikenalkan—padahal Arion janji. "Bunda tahu kamu nggak punya pacar, kenapa selalu nolak kebaikan Fevita? Kesian anak orang, Arion, jangan tega gitu. Nanti kamu disumpahin nggak laku sampai tua gimana?" cerocosnya tanpa jeda. Megan dapat laporan dari Bagas jika setiap makan siang yang Fevita kirim, selalu Bagas yang makan. Sebenarnya Bagas tidak bermaksud membocorkan rahasia itu d