Share

5. Keributan

Nyonya Harrison membuka gorden yang langsung menghadap pada tempat tidur Arion, membuat sang empunya silau. "Bangun, Nak, sudah jam sembilan."

Arion menggeliat di bawah selimut tebal berwarna hitam, mengubah posisi kepalanya membelakangi gorden. Dia belum berniat bangun, masih mengantuk akibat semalam begadang hingga hampir subuh bermain poker bersama Andre.

Tidak sia-sia, Arion yang menang hingga meraup puluhan juta rupiah.

"Ajak Fevita jalan-jalan sambil mengobrol lebih banyak, Arion, nikmati waktu libur kamu berkenalan dengan wanita."

Fevita Adiyaksa, wanita cerdas dan mandiri berusia dua puluh lima tahun yang saat ini menduduki jabatan sebagai Co-Founder di perusahaan keluarganya, PT. Adiyaksa Utama.

"Berhenti jodohin aku, Bun, nggak bakal berhasil."

"Belum kamu coba, jangan menyerah dulu. Umur kamu sudah berapa, Arion, nggak berniat menikah?" dumel Nyonya Harrison sambil merapikan buku-buku Arion di meja.

Sejak semalam Nyonya Harrison gemas pada Arion, putranya itu tampak mendiamkan Fevita, padahal dia sudah payah berusaha menjodohkan keduanya.

"Jangan menutup diri terus, Nak, nanti makin susah dapat jodoh. Fevita kurang apa? Udah cantik, mandiri, pinter lagi."

"Bukan seleran aku."

"Sudah terhitung sepuluh perempuan yang Bunda carikan, nggak ada yang sesuai sama kemauan kamu. Jangan bilang selera kamu para lelaki, Arion?"

Arion membelalak, jadi rumor dirinya penyuka sesama jenis sudah beredar sampai ke keluarganya juga?

"Aku bisa cari sendiri, Bun. Lagian masih umur segini, ngapain buru-buru. Jangan bilang alasannya karena cucu, Andre udah kasih Bunda dan Ayah bayi." Arion menyingkap selimut, duduk di pinggiran kasur meminum air. "Jangan kasihani aku, Bun, aku baik-baik aja. Lebih baik terlambat menikah daripada bersama orang yang salah."

Nyonya Harrison menghela berat, akhirnya tidak lagi membahas terlalu dalam masalah ini, dia juga takut menyakiti perasaan Arion.

"Ya sudah, Bunda tunggu perempuan hebat yang bisa bikin kamu jatuh cinta. Tapi untuk hari ini, hargailah Fevita demi Bunda. Dia udah bela-belain menginap di sini."

Arion mengecup kening Nyonya Harrison, mengiyakan tanpa banyak kata. Dia tidak bisa menolak, tidak tega jika membuat wanita itu semakin bersedih memikirkan masa depannya.

Usai mandi dan merapikan diri, Arion turun ke bawah. Semua orang berkumpul di ruang keluarga sambil mengobrol. Terlihat lebih hangat karena kedatangan anggota baru. Bayi kecil itu menjadi pusat perhatian.

"Sarapan dulu, Nak."

Fevita bangkit dari duduknya, menemani Arion ke ruang makan. "Kamu duduk aja, biar aku ambilin." Fevita mengulas senyum lebar, senang bisa melakukannya untuk Arion. "Kata Andre, kamu tidur subuh. Padahal tadi pagi aku mau ajakin joging keliling daerah sini."

Arion mengangguk, menerima sarapannya dengan ramah. "Iya, kami main poker. Kamu sudah sarapan?"

"Udah, kamu makan aja aku temenin."

Tidak ada yang salah dari diri Fevita, wanita itu santun dan dari keluarga yang baik pula. Arion tahu betul bagaimana keturunan Adiyaksa, tidak diragukan lagi soal pendidikan dan kehebatan mereka dalam bisnis.

Hanya saja, Arion punya pilihan sendiri. Sudah ada seseorang yang berhasil mengalihkan perhatiannya meski hanya dengan debaran dada—tetapi terasa menenangkan.

"Mau jalan-jalan ke mana?"

Senyum Fevita semakin lebar ketika Arion mau mengobrol dengannya, tidak seperti semalam yang terlihat cuek. "Ke mana pun boleh, asal sama kamu. Keliling perkebunan Bunda gimana?"

"Boleh, nanti saya temani."

"Kamu mau teh, Arion? Aku bikinin yang baru biar lebih hangat. Kayaknya teh ini udah agak dingin."

"Nggak usah, saya minum yang ada saja."

Fevita mengiyakan, tidak mengobrol terlalu banyak karena Arion pun sedang makan. Dia hanya memandangi sambil sesekali salah tingkah karena Arion sungguh menawan.

***

Arion keliling kebun bersama Fevita, terlihat pria itu sedang memegangi keranjang untuk mewadahi beberapa buah dan sayuran yang sedang Fevita petik.

"Arion, kamu suka kentang?" Arion mengangguk. "Aku ambil lebih banyak kalau gitu, nanti aku mau bikinin kamu menu spesial dari kentang."

"Sebelah sana ada stroberi, kata Bunda kamu suka buah itu."

Fevita mengangguk riang. "Tunggu, aku masih mau ambil beberapa sayuran. Kamu nggak bosen temenin aku, 'kan?"

"Santai saja."

Selesai dengan sayurannya, Fevita mengikuti langkahan Arion menuju bagian buah. Mata Fevita berbinar ketika melihat tanaman stroberi yang begitu lebat dan buahnya besar-besar. "Apa boleh langsung di makan, Arion?"

"Kata Bunda lebih baik dicuci, tapi saya sering memakannya langsung—masih hidup sampai sekarang."

Fevita tergelak. "Kita makan sama-sama, kalau terjadi sesuatu, aku nggak sendirian."

Arion tersenyum singkat, memakannya dengan senang hati. "Ambil lebih banyak, buat orang rumah sekalian."

Membiarkan Fevita memasukkan buah dalam keranjang, Arion sibuk dengan ponselnya. Ada satu pesan yang tidak bisa dia abaikan.

Airyn Gershon: Pak Arion, permisi. Sebelumnya maaf jika pesan saya terkesan kurang sopan. Saya diusir sama satpam gendut yang ada di lobi, katanya tidak ada slot untuk anak magang. Bapak tidak berusaha bohongin saya, 'kan?

Di seberang sana, Airyn tengah panik melihat Guntur sempat bertengkar dengan satpam. Mereka diusir secara tidak hormat dan kasar. Airyn malu, sakit hati juga mendengar papanya dikatai pria gila. Lagi pula, siapa yang tidak marah melihat anaknya diseret?

Arion Harrison: Tunggu di sana, saya telepon orang untuk mengambil berkas kamu. Kenapa tidak bilang saya dulu kalau kamu ingin memasukkan berkas hari ini?

Airyn Gershon: Sebelumnya saya udah kirim pesan, Bapak tidak membalas.

Arion baru sadar jika ada dua pesan sebelumnya yang tidak terbaca olehnya. Dia sibuk menemani Fevita, alhasil fokus Arion sedikit teralihkan.

Selesai menelepon orangnya untuk mendatangi Airyn, Arion juga mendapati satu kabar tidak mengenakkan.

Arion Harrison: Kamu datang bersama preman?

Airyn Gershon: Papa saya!

Umpatan kecil terdengar dari Arion, dia langsung kehabisan kata karena merasa bersalah. Sial, orang kantor malah memberi kabar jika Airyn datang bersama preman dan terjadi keributan di tengah keramaian.

Apalagi pesan Airyn berisikan tanda seru, mungkin gadis itu tersinggung.

Ingin minta maaf, Arion sungkan.

Airyn Gershon: Pak Arion, maaf sekali lagi. Dengan berat hati, saya batalin saja magangnya. Soalnya papa udah terlanjur marah.

Apa pun yang akan terjadi pada dirinya, Airyn pasrah. Dia tidak bisa membantah papanya, nanti Guntur akan semakin murka dan bisa saja datang kepada pihak kampus untuk membuat masalah baru.

"Arion, kamu mau ke mana?" Fevita terdiam di tempat saat melihat Arion melangkah buru-buru meninggalkan perkebunan.

"Jangan biarkan gadis itu pergi. Saya tidak mau tahu, bujuk ayahnya sampai marahnya hilang!" tegas Arion pada tangan kanannya melalui telepon, dia juga berniat pergi ke kantor sekarang.

Sebenarnya, memang tidak ada slot magang untuk beberapa bulan ke depan, ini hanya akal-akalan Arion agar bisa bertemu Airyn.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status