"Ngapain lo harus repot-repot bantuin gue segala?" Nara menghentikan aktivitas makan gadis yang ada di depannya saat ini. Jam makan siang datang beberapa menit yang lalu. Xena dan Nea menghabiskan beberapa menit lamanya untuk mengantri di depan meja kasir, sebelum akhirnya mendapat pesanan mereka. Ia tak pernah keberatan dengan Nea yang tiba-tiba saja datang lalu duduk di depannya begini. Ia juga memesan satu mangkuk bakso pedas dengan ekstra bakso di dalamnya. Hanya Nea yang sedikit keberatan dengan keadaan Nara sekarang. Demi apapun, tatapannya benar-benar mengira kalau ia ingin Nara pergi dari hadapannya. Gadis itu benar-benar tak tahu sopan santun dan tak terimakasih. Bukankah seharusnya ia berlaku lebih baik pada Xena sebab sudah berbaik hati untuk membantunya? Ya, seharunya begitu. Namun, sayang, berharap pada Nara sama saja sedang mengharapkan hujan salju di tengah panasnya gurun Sahara. Tak akan ada hasil yang memuaskan untuk itu.
"Makan aja, gak usah ba
Keduanya berjalan dengan langkah ringan. Arah tujuannya sama, tetapi titik tempatnya berbeda. Xena hanya terus diam sembari menatap jauh ke depan. Tak ada suara di antara keduanya saat ini. Fokus pada jalan dan tujuan masing-masing. Hanya bersisa Xena dan Nara, Nea pergi lebih cepat dari dugaan. Katanya, gadis itu lupa mengerjakan satu pekerjaan rumah. Tiba-tiba ingatannya dibawa kembali pada tiga hari lalu, kala itu seorang guru memberikan sebuah pekerjaan rumah untuk diselesaikan tiga hari mendatang. Inilah waktunya, tiga hari yang dimaksudkan oleh si guru. Harusnya, di jam terakhir nanti, semua pekerjaan yang diberi akan dikumpulkan dan dinilai, tetapi Nea mungkin tak bisa melakukan itu dengan waktu yang tepat. Akan sedikit terlambat. Itu sebabnya ia pergi begitu saja tanpa menyelesaikan makan siangnya. Ia meninggalkan Xena juga Nara di kantin sekolah.Beberapa menit berjalan, baru saja bel panjang berbunyi. Tandanya, waktu istirahat sudah selesai. Wakt
"Tatapan mata lo untuk Malik lebih tulus dari tatapan mata lo untuk Bara. Gue lebih melihat cinta untuk Malik bukan untuk Bara. Jika dulu alasannya adalah sebab kalian bersaudara, sekarang sudah tidak lagi.""Jadi?" tanya Xena memastikan.Nara tersenyum ringan untuk hal itu. "Bara bukan orang baik, Xena. Tinggalkan dia dan pergilah bersama Malik. Gue mengatakan ini bukan sebab gue benci sama lo. Gue mengatakan ini demi kebaikan lo nanti."Xena tak berucap. Ia terus melangkah dengan pandangan mata yang tak lagi untuk gadis di sisinya itu. Xena memandangi alunan langkah kaki yang ringan berjalan membelah lorong sekolah. Ubin demi ubin mereka sapu dengan menggunakan kedua sepatu hitam yang identik warna juga bentuknya. Suara hilang ditelan kesepian. Sebelum akhirnya Nara kembali membuka celah bibirnya, mulai menjelaskan apa-apa saja yang terkesan salah di sini. Nara tak ingin banyak meninggalkan tanda tanya dan
Dari pandangan yang jauh, ia melihat seorang gadis berjalan seorang diri. Tak ada orang yang menemani di sisinya saat ini. Kesempatan yang bagus, sebab semenjak dirinya memutuskan hubungan dengan Nea, ia tak bisa berkomunikasi bebas lagi dengan Xena. Bukannya tak pernah mencoba untuk menghubungi gadis itu, jujur saja Daffa Kailin Lim selalu melakukannya. Perpisahan dirinya dengan Xena malam itu tak benar-benar baik. Mereka berpisah dengan perasaan yang tak bisa kontrol oleh pikiran lagi. Daffa menggila dengan menyatakan perasaannya pada Xena. Sedangkan gadis itu masih 'berduka' atas apa yang menimpa sahabatnya. Juga tanpa sebab yang jelas, Nea menjauhi diri Xena sejenak. Tak mau berbicara padanya dalam kurun waktu beberapa hari lamanya.Daffa menepuk ringan pundak Xena. Ia membuat gadis itu menoleh dengan cepat. Menyambut kedatangan dirinya yang terkesan tiba-tiba saja. Xena tak menyangka kalau Daffa akan naik bus sore ini. Biasanya remaja itu dijemput oleh supi
"Lo akan memilih Malik bukan?" Kalimat itu sukses membuat gadis yang ada di sisinya terdiam. Ia membisu tak berbicara sepatah katapun. Tatapan Xena tertuju pada remaja jangkung yang ada di depannya saat ini. Ia mulai menghela napasnya untuk kesekian kalinya. Xena tak banyak berkata untuk itu. Ia hanya menundukkan wajah sembari membiarkan helai demi helai rambutnya turun begitu saja."Jika memang begitu, kenapa lo gak mencoba jujur dengan diri lo sendiri minimal. Lo menjalin hubungan dengan Bara, tetapi lo mencintai dan mengharapkan Malik untuk menggantikan posisi Bara saat ini. Lo lebih jahat dari seorang perempuan yang mengambil kekasih orang lain, Xena." Daffa menyela dirinya. Ia mencoba menarik pandangan gadis yang ada di sisinya saat ini. Daffa tak ingin ikut campur sebenarnya. Namun, melihat Xena terus memberi tatapan teduh penuh pengharapan pada Malik sukses membuat dirinya iba akan gadis satu ini. Perasannya terombang-ambing. Harapannya jatuh bangun
Langit senja berarak mengiringi setiap langkah yang diambil oleh keduanya. Nara memfokuskan tatapan matanya sesekali menoleh pada remaja jangkung yang ada di sisinya saat ini. Selepas turun dari halte bus, mereka memilih untuk berjalan-jalan di sepanjang trotoar jalanan. Rumah Nara, masih satu arah dengan ini. Tak perlu khawatir soal pulang, jika ingin kembali ke rumah, Nara hanya perlu berjalan ke depan lalu tepat di lampu merah itu, ia hanya perlu berbelok masuk ke sebuah jalanan komplek dan melalui beberapa rumah hingga akhirnya ia bisa dikatakan sampai ke depan rumah sederhana miliknya.Nara menunjuk ke arah kanan. Di sana taman kota berada. Nara membawa tubuh Aksa untuk datang ke arah itu. Ditemani dua cup besar minuman dingin nan manis, mereka ingin berbincang satu sama lain menikmati langit mendung sore dengan suasana yang khas. Tak lagi berjalan ringan, sebab Nara sudah mulai lelah saat ini. Duduk adalah pilihan terbaik untuk menjemput malam datang
Datang ke dalam bangunan itu? Tidak! Xena hanya disuruh untuk menunggu Malik di tempat ini sekarang. Di bawah gelapnya langit malam. Suasana mendung terasa sejak senja tadi hingga sekarang. Sesuai dugaan, bintang tak datang dan dewi malam tak benar-benar hadir untuk mengindahkan langit di atas sana. Sepi rasanya. Ia hanya duduk di bawah string lampu gantung yang sedikit redup cahaya kuningnya. Beberapa orang memang berlalu lalang di sini. Mereka berjalan dengan langkah ringan melalui Xena begitu saja. Sesekali ada orang yang menoleh dan tersenyum ringan padanya kala tak sengaja pandangan mata mereka bertemu dalam satu titik yang sama. Xena hangat melemparkan tatapannya untuk semua yang sudah berbaik hati menyapanya malam ini.Ia menghela napasnya untuk yang kesekian kalinya. Menunggu Malik untuk datang bukan hal yang mudah. Sesekali Xena mengecek layar ponselnya untuk memastikan bahwa Malik belum memberi kabar sampai sekarang. Sudah hampir tiga puluh menit lamanya Xena hanya
Pandangan mata gadis cantik itu menitik tepat pada pintu yang ada di depannya. Sekat kaca kecil yang ada di depannya saat ini sukses membuat hati Xena semakin berdebar dengan kencang. Ia tak bisa berkata apapun lagi saat ini. Malik meminta ijin pergi ke kamar mandi sejak beberapa menit yang lalu. Ia meninggalkan Xena dengan navigasi petunjuk bahwa ia hanya harus lurus ke lorong itu, tepat di ujung sana ada gerbang beri berukuran pendek sepinggang. Xena harus membukanya. Ia harus masuk ke dalam lorong kedua dengan jalan yang sedikit naik. Ketika mengikuti lorong itu, akan ada satu tangga untuk sampai ke lantai atas. Xena harus menaikinya satu persatu untuk datang ke ruangan ini.--dan di sinilah ia berada. Di sebuah tempat di mana Xena hanya bisa terdiam dengan sesekali menundukkan wajahnya lalu kembali naik dan menatap apapun yang ada di dalam ruangan itu. Ia melihatnya, terapi tidak untuk wajahnya. Seorang wanita tua terbaring lemah di atas ranjang. Pandangannya keluar jende
"Kamu juga mencintai Malik bukan?" tanya wanita itu tiba-tiba. Sukses membuat Xena diam tak berucap sepatah katapun saat ini. Ia memandangi wajah lawan bicaranya. Menunggu Malik untuk membantunya saat ini. Namun, naas. Remaja itu tak acuh. Bukan benar-benar tak peduli. Malik pasti juga ingin mendengar kalimat pengakuan dari Xena di depan ibu kandungnya saat ini.--jika memang berani mengakui maka Xena pasti benar-benar mencintai Malik tulus dari dalam hatinya."Jangan tanya itu pada Xena, Ma. Dia bukan gadis yang bisa jujur untuk perasannya sendiri." Remaja jangkung itu mulai memprotes. Ia duduk sembari menyandarkan tubuhnya ke belakang. Menatap ke arah Xena yang baru saja menoleh dan membalas pandangan mata yang diberi oleh Malik dengan sedikit tak suka. Gadis itu benar-benar terjebak sekarang ini. Kiranya ia menyesal sudah datang bersama dengan Malik. Harusnya ia tahu Malik itu menyebalkan! Xena terlalu fokus membenahi dirinya dan be