Hari-berganti hari… detak-detak jarum jam menghantarkanku pada suasana yang baru, suasana yang berbeda dari hari-hari kemarin. Mentari pagi tampak tersenyum gembira seakan ingin menyapa. Aku siswi bersuami baru sampai di samping sekolah. Aku ingin tertawa sejenak ketika mengingat kejadian kemarin malam.
"Putri, bangun!"
"Apa?"
"Anterin saya ke kamar mandi."
"Pergi sendiri!" Pasalnya kamar Dafa tidak ada toilet nya.
"Ayolah, di luar gelap tau!" Pria ku itu menggerutu.
"Gamau!" Aku menolak dan melanjutkan tidur ku.
Aku menolak karena memang sangat mengantuk. Aku pikir pria itu akan pergi sendiri tapi dia malah melanjutkan tidurnya dengan menggenggam batu yang ia ambil di vas bunga miliknya.
Aku mencium punggung tangannya karena sudah kewajiban ku kepada yang lebih tua. Dia tersenyum sekilas lalu membuang muka. Dia marah? Tentu. Namun, aku? Tidak peduli sama sekali.
AUTHOR POV
Putri berjalan menyusuri koridor sendirian. Tidak ada yang berdampingan dengannya. Dia harap bisa menemukan pria yang dicari disini. Bukan Dafa melainkan Galih murid IPS. Sudah satu bulan ia dekat dengannya. Bahkan sampai sekarang hingga dia lupa apa statusnya sekarang. Mungkin Galih akan teramat kecewa ketika dia tau kalau wanitanya ini sudah bersuami.
"Putri!" Itu Galuh yang berteriak dari belakang Putri. Dia berlari menghampiri kekasihnya. Senyum terukir di kedua bibir anak itu. Melepas rindu dengan senyum.
"Kemana aja?" Putri menggerutu memukul kecil lengan Galih. Pria tampan yang lebih tinggi darinya itu tersenyum sambil mengelus rambut Putri.
"Kamu yang kemana aja! Kemaren aku cariin gak ada!" Galih membalas dengan lebih tegas.
Putri cengengesan. "Aku sakit kemaren." Putri berbohong. Gadis pintar.
"Yaudah ayo." Galih merangkul pundak Putri membuat Putri mendongak ketika ingin melihat wajah tampannya.
Putri dan Galih menduduki kursi panjang yang berada di taman samping sekolah. Disinilah tempat bisanya para siswa berpacaran. Putri menyenderkan kepalanya pada bahu Galih. Tangan kanan Galih ia rentangkan agar bisa merangkul Putri.
Seperti burung merpati yang sedang bercinta. Tanpa mereka ah tidak Putri sadari ada seseorang yang sedang memandangi mereka berdua dari kejauhan. Dafa berdiri dengan tenang. Tidak kini rahangnya mengeras melihat istrinya bermesraan dengan pria lain di depannya. Matanya memanas masih bisa ia tahan. Dafa tersenyum kecil dengan kekehan kemudian. Wajahnya sendu dan melangkah pergi meninggalkan pemandangan yang menyakitkan itu. Dia sudah tau kalau Putri tidak mencintainya, yah pada dasarnya pernikahan ini hanya terpaksa.
Tangannya mengepal, manik coklatnya memanas,bibirnya yang ia gigit menandakan kekesalan dalam jiwanya sedang memanas. Silva berdiri di balik pohon mangga sambil memandangi sahabatnya yang sedang berpegangan dengan pria yang ia sukai. Ingin sekali dia lari dan mengatakan pada Galih kalau wanita di depannya itu sudah menikah. Gadis itu tidak pikir panjang,dia melangkahkan kakinya menuju kedua insan itu.
Putri mendongak melihat ada kaki di sampingnya. Putri menatapi Silva yang sedang marah itu. Silva menatap Putri dengan tajam. "Follow me!" Silva berjalan meninggalkan Putri.
Putri menatap kepergian sahabatnya itu dan segera berpamitan pada Galih. Putri tersenyum terlebih dahulu pada Galih sebelum ia memulai langkahnya.
"Ada apa?" Terlintas banyak pertanyaan pada otak gadis itu. Putri duduk di samping Silva yang juga duduk di rumput.
"Jangan lupa statusmu!" Silva membuang muka selama berbicara.
Gadis itu mengerutkan dahinya lantaran tidak mengerti apa yang dimaksud sahabatnya itu.
"Tadi Dafa liatin dari jauh. Dia pergi dengan tatapan kosong dan hampa serta kecewa." Silva menekankan di setiap katanya. Pernyataan Silva membuat Putri terkejut hingga mulutnya sedikit terbuka.
"Yaudah biarin gue gak peduli,"jawab Putri dengan enteng membuat gadis di sebelahnya menoleh dengan wajah kesal.
"Lo yakin dia gak cemburu?" Lontaran kata Silva membuat Putri kaget lagi.
"Gue suka sama Galih." Silva berdiri lalu pergi meninggalkan Putri dalam keadaan dilema.
Ternyata sahabatnya itu juga menyukai kekasihnya. Apakah dia begitu jahat sehingga membuat sahabatnya pergi sambil menangis. Dia benar-benar merasa berdosa sekarang. Ini bukan salahnya sepenuhnya kan?
Dia selingkuh dan membuat sahabatnya menangis. Mungkin itu judul yang cocok.
****
Rintikan hujan begitu bergairah. Hembusan angin malam memang sangat luar biasa membuat dingin hingga menusuk ke tulang. Malam Putri hari ini ada menghabiskan waktu dengan buku. Sudah satu jam dia mempelajari buku yang di penuhi angka itu. Namun, dia masih tidak mengerti. Ibarat masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Rambut yang terurai ia acak-acak kesal. Meletakkan pulpen di meja dan menutup bukunya keras. Dia berjalan menuju jendela kamarnya, memainkan bunga itu. Putri pecinta bunga bahkan cita-citanya ingin menjadi seorang florist.
Dafa berjalan melewati kamar Putri. Dia melirik meja Putri dengan buku yang berantakan itu.
"Kenapa gak belajar?" Pria itu berbicara dengan ketus. Dia membenarkan bajunya yang basah.
Putri menoleh. "Percuma,"jawab Putri enteng.
Percuma. Kata itu membuat guru killer itu benci. Dia melenggang masuk ke kamar Putri. Dia menarik pelan rambut Putri yang digerai itu. "Belajar!" Sepertinya dia ada dendam.
Putri berbalik dan berdiri di hadapan Dafa. Dia melipat tangan di depan dadanya. "Gak mau. Percuma aku gak akan ngerti." Putri berlalu dia ingin beranjak pergi ke luar kamar.
Dafa menarik rambut Putri membuat tubuh Putri tertarik kebelakang. Putri meringis kesakitan sembari mengelus rambutnya.
"Belajar!" Dafa menunjuk meja belajar Putri membuat gadis itu ikut menoleh.
"Gak mau saya!" Putri mengelak dengan mengikuti logat bicara Dafa.
"Ck. Belajar!" Dafa menarik kepala Putri hingga sampai di meja.
Dafa menekan kepala Putri membuat gadis itu duduk di kursi. Dafa membuka buku pelajaran Putri lalu menyodorkannya pada Putri. Putri mendengus kesal sampai wajahnya menjadi panas. Putri pun mulai menatapi buku yang di penuhi angka itu. Melihatnya saja sudah riweh apalagi ah sialan.
Dafa melihat diantara jejeran buku-buku Putri ada buku yang bertuliskan DIARY PUTRI. Dafa pun mengambil buku itu. Putri hanya melirik Dafa karena tidak ada yang penting di buku itu. Buku yang sangat rahasia sudah ia simpan dengan aman.
Dafa menuju kasur lalu tengkurap di atasnya. Dia membuka buku itu dimulai dari yang paling depan. Halaman depan itu terdapat tiga foto bunga mawar yang diambil sendiri oleh Putri. Halaman kedua terdapat foto-foto bunga tulip. Dafa membaliknya lagi, terpapar gambar bunga sakura yang digambar oleh Putri.
"Ini hasil kamu semua?"tanya Dafa.
"Iya, kenapa?" Putri balik bertanya, dia masih fokus dengan bukunya dan mencoba mengerjakan beberapa soal.
"Kamu suka bunga?" Dafa bertanya lagi. Dia semakin tertarik dengan kebiasaan gadisnya itu. Dafa mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang sambil menatapi punggung Putri yang sedang belajar.
Putri mengangguk. "Kalo kamu dapet nomor satu di kelas saya kasih kamu kebun bunga,"celetuk Dafa membuat Putri memutar kepalanya.
"Serius? Pasti boong." Putri berbalik ke posisinya semua. Palingan Dafa hanya wacananya doang. Pikir Putri.
"Nomor satu! Saya janji bakal kasih kamu taman bunga seluas yang kamu mau. Sekalian nanti kamu buka bisnis jadi kamu bisa jadi florist... "
"Florist itukan cita-cita kamu dulu."
Dafa mengingat masa mudanya dulu saat bermain bersama Putri.
Putri berdiri menghadap Dafa kecil itu. Mereka berdua sama-sama kecil. Dafa menyuruh Putri untuk tutup mata dan Putri pun mengikuti perintah dari Dafa.
"Jangan ngintip ya!" Dafa berucap sembari berjalan mengendap-endap untuk ke belakang Putri. Dengan kedua tangannya Dafa mendorong punggung gadis itu hingga Putri terjungkal ke depan sehingga kedua kakinya terbentur di aspal.
Dafa terkekeh geli mengingatnya. Dia mulai ingat alasan dia melakukan itu.
"Putri,bekas luka waktu saya dorong kamu dulu masih ada gak?"
Putri mendengar dan segera melihat lutut kanannya. Seperti terdapat bekas jahitan. "Ada. Kenapa? Mau ngelakuin lagi?"celetuk Putri membuat Dafa terkekeh pelan.
"Dulu kamu main sama cowok lain jadi saya marah,"ucap Dafa lemah. Seketika dia ingat kejadian tadi siang.
"Masih belum selesai kamu?" Dafa berdiri menghampiri Putri.
"Udah dibilang gak bisa." Putri meninggikan nada bicaranya.
"Yaudah sholat dulu sana! Jangan lupa nomor satu!" Dafa melangkah keluar kamar setelah itu.
"Janji ya!" Putri berteriak berharap mendapat jawaban dari pertanyaannya. Satu detik, lima detik tidak ada jawaban dari pria itu. Putri membereskan buku-bukunya dan bersiap untuk sholat.
Florist cantik. Mungkin toko bunga Putri akan sangat banyak pengunjung karena pemiliknya cantik.
"Akhirnya sampai ...," ujar Putri girang.Tubuhnya berputar-putar seperti kipas angin. Tangan kanannya menarik tangan Dafa agar berjalan lebih cepat."Putri, kita harus ke penginapan dulu untuk menyimpan barang ini," ucap Dafa."Kan bisa dibawa," ketus Putri."Ya sudah, kamu aja yang bawa!" Dafa menyodorkan koper itu pada Putri."Ck, ya udah." Putri menghentakkan kakinya dengan kesal dan berjalan mendahului Dafa.Sampai di sebuah Villa yang sudah mereka pesan lewat online. Villa dikelilingi persawahan, bentuknya minimalis tapi mewah.Putri membanting tubuhnya di kasur. Melebarkan tangannya. Menikmati sensasi empuk dari kasur itu. Dafa melirik Putri dengan tajam. Dafa menyeringai lalu ikut berbaring di samping Putri.Tangan Putri ia gunakan sebagai bantal. Gadis di sampingnya itu melirik dengan sinis."Minggir!" ucap Putri sambil mendorong kepala Dafa.Put
Dua hari berlalu dengan cepat. Kini bus sudah melaju untuk pulang. Putri duduk di samping Dafa. Tidak saling berbincang, Putri hanya memandangi pohon-pohon yang terlintas. Semua orang sudah tahu, sudah tahu akan pernikahan Putri dan Dafa. "Putri," panggil Dafa membuat Putri menoleh ke arahnya. "Kamu mau bicara sama Galih?" tanya Dafa. Putri membulatkan matanya, lalu Dafa berdiri dan melangkah menuju belakang bis. Tidak lama, Galih datang dan duduk di samping Putri. "Hai." Putri hanya tersenyum, hingga membuka suara, "Maaf." Galih menatap Putri dibarengi dengan helaan nafas. "Gak apa," ujar Galih. Putri menunduk. "Aku jahat ya sama kamu," kata Putri diiringi tawa kecil. "Enggak, kok. Kamu hebat, kamu sembunyikan ini supaya aku gak sakit hati kan sama kamu," ucap Galih. Putri tersenyum lebar. "Kamu baik," kata Putri. Galih melemparkan senyum simpulnya pada Putri. "Iya, em... Sil
Langit perlahan menjadi gelap. Penglihatan Putri menjadi buram karena minimnya pencahayaan. Putri pasrah. Berdiam diri, tidak mau bergerak. Hal yang sangat ditakuti oleh Putri, sendiri dalam kegelapan.Putri duduk di bawah pohon besar dengan memeluk kedua kakinya sendiri. Hal yang menakutkan sejak tadi sudah terbayang olehnya. Detak jantung yang berdetak dengan cepat. Putri menyembunyikan wajahnya diantara kedua kakinya. Tidak mau melihat apapun.Suara asing masuk ke dalam pendengaran Putri membuatnya semakin mengeratkan pelukannya.Suara langkah kaki yang mendekat.Srek srek srekDedaunan yang jatuh menyebabkan gesekan hingga menimbulkan suara. Suaranya semakin mendekat. Apa itu hewan buas? Atau itu hantu?DumpJantung Putri seakan berhenti berdetak. Ada yang memeluk tubuhnya. Langkah kaki, lalu sekarang pelukan. Benar-benar tidak karuan. Rasanya ingin melompat.Putri tidak bersuara bahkan t
Terik matahari terasa begitu hangat tapi itu dikalahkan oleh dingin nya embun yang masih menyelimuti. Bayangan pohon bergoyang-goyang menambah keindahan suasana pagi.Putri sedang menyiapkan barang-barang keperluan untuk camping nanti. Tepat setelah ujian kenaikan kelas telah selesai. Semua siswa-siswi dinyatakan lulus meski ada sebagian yang mendapat nilai yang tidak memuaskan.Sejak tadi Putri sibuk di dapur tanpa melihat pukul berapa ini. Dengan kelihaian nya memasak ia hanya memasak mie dan telur. Tidak lupa ia memasukkan lima butir telur untuk bekal camping nanti. Beberapa ML air ia masukkan ke dalam tempat minum. Dia sudah melakukan semua nya dan dia pun akhirnya sempat melihat jam tangan.Mata nya membulat ketika melihat jam nya menunjukkan pukul 7.00 yang artinya dia akan ketinggalan bus. Dia mengingat sesuatu bahwa Dafa belum bangun. Putri berjalan dengan cepat menuju kamar Dafa. Membuka pintu nya tanpa permisi dan masih memperlihatkan
Satu minggu berlalu begitu juga ujian akhir semester satu Putri sudah selesai. Kini Putri duduk di bangkunya sembari menunggu hasil ujiannya dibagikan oleh suami sekaligus gurunya."Baik, sekarang bapak akan memberi tau kalian siapa yang mendapat nilai terbaik di semester akhir ini," kata Dafa.Dafa berjalan sambil membagikan beberapa lembar ujian pada muridnya. Dia memotong pembicaraan membuat para murid penasaran,kecuali Putri. Putri hanya yakin satu hal 'pasti bukan aku'."Silahkan dilihat dan saya akan memberi tau," ucap Dafa lagi. Pria itu begitu bertele-tele.Semua ekspresi murid terlihat biasa saja bahkan ada yang mengeluh akan nilainya. Berbeda dengan Putri yang sedang memelototi kertas yang ia pegang.'A-apa-apaan ini? Gak mungkin'"Dari ekspresi kalian saya bisa melihat siapa yang dapat nilai bagus," seru Dafa memandangi Putri."Putri, selamat." Semua pandangan kini tertuju pada Putr
"Putri!" Suara teriakan Dafa menggema membuat Putri yang sedang belajar terlonjak kaget. "Apa?!" jawab Putri dengan teriakan. Dafa yang berada di ruang tengah itu berjalan menuju kamar. Dia membuka pintu dan menampakkan Putri yang sedang belajar. Raut wajahnya berubah lega ketika mendapati istrinya yang sedang membaca buku. "Pintar sekali, istriku," seru Dafa mendekat pada Putri. "Tapi kok sama rebahan baca bukunya." "Sejujurnya saya ini malas untuk membaca buku," timpal Putri. "Hobi kamu kan baca jadi seharusnya kamu seneng dong?" "Membaca novel bukan membaca buku pelajaran." Putri mendengus kesal pasalnya Dafa terus mengganggu dengan menanyai ini-itu. "Putri," "Mas, Putri ini mau belajar jangan di ganggu dong." "Maaf," ucap Dafa lirih lalu menundukkan Kepala nya. "Mending mas tidur aja deh." "Belum ngantuk." Dafa merebahkan dirinya di samping Putri. "Ya udah diem jangan ganggu!" Dafa ha