Share

3. Ajakan Tidur Bersama

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-31 20:18:17

Aku merasakan pipi ini ditepuk pelan. Aku tersentak, kemudian memperhatikan sekelilingku. Ini di mana? Pikirku masih belum sadar bahwa aku memutuskan ikut ke apartemen Om Leon.

"Kamu di basement apartemen saya. Ayo, turun!" Pria itu membuka pintu mobil. Aku pun bergegas melakukan hal yang sama meski dengan tubuh yang masih lemas. Ketika tidur sangat lelap, tiba-tiba harus bangun dari berjalan, pasti kalian tahu rasanya seperti apa. Miring ke kanan, miring ke kiri seperti orang mabuk.

"Kamu ini payah sekali!" Decih Om Leon sambil menggelengkan kepala.

"Maaf, Om, saya ngantuk banget," kataku jujur. Pintu lift terbuka, lalu kami berdua masuk. Tidak ada percakapan selama di dalam lift, yang ada hanya suara Om Leon yang menguap. Bosku itu sepertinya memang tengah ngantuk berat.

Lift berhenti di angkat sepuluh. Pintu besi itu pun terbuka. Aku membiarkan Om Leon keluar lebih dahulu, baru aku. Tergopoh-gopoh kaki ini mengikuti langkah lebarnya menuju unit miliknya. Aku pun tidak tahu di mana karena ini pertama kalinya aku diajak ke sini.

Om Leon menekan pin pada pintu. Lalu pintu itu pun terbuka.

"Masuk!" Katanya mempersilakan. Aku mengangguk, lalu berjalan tidak begitu yakin masuk ke dalam unit apartemen yang bisa saja ini adalah neraka baru bagiku.

"Kenapa?" tanyanya sambil menyeringai. Aku masih berdiam diri di depan pintu, tidak berani masuk lebih dalam ke apartemen yang ternyata sangat besar, seperti rumah pada umumnya.

Ayo, Hanun, masih ada waktu kalau kamu mau kabur! Tapi kamu harus siap juga kehilangan pekerjaan. Aku menggelengkan kepala.

"Ayo, kamu ngapain di depan pintu? Mau jadi palang pintu?!" Tangan ini ditarik paksa oleh Om Leon, hingga aku benar-benar masuk ke dalam apartemen itu dan pintu pun tertutup.

Aku menahan napas. Apakah ini saatnya? Tidak, Tuhan, aku tidak mau tidur dengan lelaki ini. Batinku memohon.

"Aku capek banget. Di sana ada dapur, kamu tolong buatkan aku teh tawar panas dan di kulkas ada bakpao, kamu bisa menghangatkannya di microwave. Semua ada di dapur. Setelah kamu beres di dapur, kamu baru boleh mandi dan istirahat. Saya mau mandi dulu. Mm ... atau mungkin kamu mau ikut saya mandi? Ha ha ha ...."

Jantungku hampir saja copot saat Om Leon malah mengajak mandi bersama. Ampun, deh, para lelaki kenapa mesum tidak tertolong! Untung ia hanya bercanda dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Aku bisa bernapas lega, berjalan menuju dapur cantik idaman setiap ibu rumah tangga. Mewah, tapi sederhana.

Aku membuatkan teh dan mengukus bakpao seperti perintah Om Leon. Setelah selesai, hidangan itu aku sajikan di atas meja makan kecil, mirip mini bar.

Pintu kamar pria itu terbuka. Wajah yang tadinya lelah, kini sudah segar kembali.

"Wah, sudah selesai. Cepat juga," komentarnya sambil menarik kursi. Aku masih berdiam diri, tidak tahu mau melakukan apa setelah ini.

"Kamar mandi ada di lorong kiri. Kamu bisa ke sana kalau mau mandi. Itu baju kaus saya, ambil saja ditumpukkan keranjang itu!" Ia menunjuk keranjang pakaian yang sepertinya baru saja disetrika.

"Baik, Om, terima kasih." Aku pun bergegas mengambil asal pakaian di tumpukan paling atas, lalu berjalan menuju kamar mandi yang disebutkan Om Leon. Jika di rumah ini ada dua kamar mandi dan satu kamar tidur, berarti malam ini aku tidur bersama Om Leon?

Segera aku guyur kepala ini dengan air shower dingin. Keadaanku belum baik-baik saja. Nasibku setelah ketahuan mencuri pun aku tidak tahu kelanjutannya seperti apa? Apakah aku akan dipecat? Jika iya, maka habislah aku menjadi bulan-bulanan Mas Biru.

Aku kembali memakai pakaian dalamku yang tadi, meski tidak nyaman. Om Leon tengah memainkan ponsel saat aku keluar dari kamar mandi dengan menggunakan baju kaus besarnya.

Kring! Kring!

Aku berjengkit kaget saat tiba-tiba saja ponselku berdering. Bukannya sudah lowbatt? Pikirku.

"Saya angkat telepon dulu ya, Om," kataku tidak enak hati.

"Iya, silakan. Setelah itu kita tidur ya." Aku merasa sempoyongan saat itu juga, sehingga tidak memperhatikan siapa yang meneleponku.

"Halo."

"Halo, Hanun." Aku mendelik saat mendengar suara menggelegar Mas Biru di seberang sana.

"Y-ya, Mas, a-ada apa?"

"Kamu di mana? Kata kamu ada di kantor polisi Polsek Pejaten. Ini aku udah di kantor polisi, tetapi tidak ada nama tahanan Hanun di sini. Tidak ada kasus baru sejak jam delapan malam kata petugasnya. Terus sekarang kamu di mana? Kamu jangan bikin aku benar-benar marah! Katakan kamu di mana?!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
astegooooong ini suami apa musuh dalem selimut seeehhh ngenes banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    72. Ular dalam Rumah (Spesial Part)

    "Bagaimana mama?" tanya Leon pada Angel."Masih mengunci diri di kamar, Mas." Angel menaruh segelas air putih di atas meja untuk Leon. "Untuk apa menangisi bajingan." Leon tertawa pendek. Angel hanya bisa mengangkat bahunya. "Apa kita gak terlalu keras pada mama? Mama bisa sakit loh, Mas.""Kita bis jatuh miskin kalau Xabir dibiarkan lama menjadi benalu." Angel yang tadinya duduk di depan Leon, kini berpindah duduk menjadi di samping kakaknya itu."Lalu bagaimana, Xabir? Bisa-bisa dia mati dipatok ular, Mas," tanya Angel sambil berbisik."Bisa banget. Itu yang Mas harapkan. Biar dia kapok!""Lalu ibu dan sodaranya itu?""Ada di hutan. Entah sudah mati atau belum. Mereka manusia-manusia benalu yang kalau hidup lama itu, bakalan nyusahin orang. Lagian, jika mereka berani muncul, maka polisi sudah siap menangkap mereka.""Mama mungkin akan susah menerima takdir ini, tapi nanti juga mama bisa paham apa yang aku lakukan ini juga demi mama. Lagian mama udah tua, udah harusnya hidup tenang

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    71. Kenyataan yang Harus Diterima

    "Mama, apa yang terjadi pada Mama? Kenapa Mama sendirian di villa? Mana Biru dan keluarganya?" Bu Marissa yang baru saja membuka matanya, langsung merasa kepalanya bertambah sakit setelah Angel mencecarnya."Apa, Xabir? Ini di mana?" tanya Bu Marissa sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya."Mama di rumah sakit. Ini sudah malam. Mama baru sadar setelah Mama tidur sejak pagi. Ada apa, Ma?" Bu Marissa semakin mengerutkan keningnya. "Gak mungkin, Mama ada di villa bersama Xabir dan juga keluarganya.""Ma, Xabir gak ada di villa saat Mas Leon sampai di sana. Keluarganya juga. Ponsel Mama pun tidak ada keduanya. Mama diperdaya lelah bajingan itu!" Bu Marissa terdiam. Matanya tiba-tiba berair."Gak mungkin, Xabir mencintai Mama. Mau apa dia bikin Mama kayak gini. Semua udah Mama kasih sama dia." Bu Marissa menangis. Pintu kamar perawatan VVIP terbuka. Leon masuk dengan wajah murung. "Leon, Angel barusan cerita omong kosong!" Leon tersenyum miring. Ia mengeluarkan amplop coklat dari da

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    70. Menyusul ke Bogor

    Malam ini Leon bisa tidur dengan nyenyak. Semua bukti sudah ia kumpulkan, setelah lewat Hanun, ia mendapatkan banyak foto dan juga data diri dari Xabiru. Termasuk data dari pabrik, tempat Biru kerja hampir tujuh tahun. Foto Bu Wati pun ada. Semua ia print dan masukkan ke dalam amplop coklat. Semua data sudah lengkap dan tidak perlu ada yang ia ragukan. Biru akan mendekam dalam penjara bersama ibu dan sepupunya.Keesokan harinya, Leon yang baru saja keluar dari kamar mandi, mendengar notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Pria itu setengah berlari untuk mengecek siapa yang mengirimkan pesan.MamaLeon, Mama sedang bersama Xabir, lagi liburan sebentar. Mungkin dua sampai tiga hari. Kamu gak usah cari mama ya, mama baik-baik aja.Syukurlah mama baik-baik aja. Ada yang mau Leon beritahu tentang Xabir. Mama harus pulang secepatnya ya.SendMamaAda apa? Kamu mau fitnah Biru seperti apa lagi? Sudah ya. Jangan sirik dengan kebahagiaan yang saat ini sedang mama nikmatiLeon langsung menekan pan

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    69. Foto dari Media Sosial

    Leon menghubungi dua adiknya untuk menanyakan keberadaaan bu Marissa, tetapi keduannya tidak ada yang tahu. Keon mencoba menghubungi rekan bisnis mamanya yang lain untuk mengecek janji temu, tetapi ia tidak mendapatkan ada jadwal meeting dengan rekan bisnis untuk tiga hari ke depan. Hal ini ia ketahui dari sang Sekretaris. Disaat Leon sibuk mencari mamanya, disaat itu pula Xabir sedang menikmati waktu berdua dengan istrinya. Ya, mereka sedang berada di sebuah villa yang ada di Bogor, setelah kemarin keduanya pergi ke bank untuk memindahkan sejumlah uang. “Anak-anak mungkin perlu diberitahu agar mereka tidak khawatir,” kata Xabir pada istrinya. Bu Marissa menggelengkan kepala dengan pelan. Ia kehabisan tenaga menghadapi kegagahan Xabir yang sepertinya begitu perkasa lebih dari biasanya. “Nanti saja, Sayang. Nanti aku akan kirim pesan.” Bu Marissa menyentuh punggung suaminya. “Memangnya kenapa tidak diberitahu saja sejak awal?”

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    68. Satu Per Satu Masalah Selesai

    "Benar-benar memalukan! Jauh-jauh ke sini hanya untuk dibikin malu sama si Leon itu. Jumawa sekali dia menolak putri keraton!" "Sudahlah, Bu, mungkin belum jodoh." Renata menjawab dengan malas. Tatapannya kini fokus pada jalan di depannya. Hujan cukup deras mengantarnya pagi ini menuju bandara. Keputusan Leon sudah bulat dan lelaki itu menolak bertanggung jawab. "Lalu, siapa yang akan bertanggung jawab atas kehamilan kamu? Masa mau cari lelaki lain?""Saya mengasingkan diri saja sampai bayi ini lahir." "Kamu bicara dengan mudah, Rena. Kamu gak pernah pikirkan dampak perbuatan nekat yang kamu lakukan!" "Bu, sudah, sudah! Nanti biar kita pikirkan jalan keluarnya." Pak Cokro menengahi perdebatan ibu dan anak itu. Rena juga tidak mau ambil pusing karena mau dipaksa seperti apapun tetap saja Leon tidak akan mau bertanggung jawab."Jadi, Leon itu sukanya pembantu?" tanya Pak Cokro yang mendadak kepo. Rena mengangguk."Jika nama yang Rena dengar tadi adalah Hanun, maka gak salah lagi ka

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    67. Pertemuan Dua Keluarga

    "Sayang, kamu cemburu sama pembantu? Ya ampun, udah jelas lebih unggul kamu dari wanita mana pun," elak Biru dengan cepat. Lelaki itu tidak mau istrinya sampai curiga. "Lalu, kamu tahu dari mana kalau Hanun masih punya suami?""Aku asal nebak, Sayang. Hanun dari kampung'kan? Orang kampung itu rata-rata menikah muda. Umur enam belas tahun sampai sembilan udah dinikahin sama orang tuanya. Jadi mungkin aku ....""Tidak perlu bahas Hanun. Udahlah, aku mau ke dapur dulu." Bu Marissa pergi ke dapur, meninggalkan Biru yang masih dalam keadaan cemas. Ia khawatir Bu Marissa curiga atau malah mencari informasi atas dirinya.Sore hari, Biru melihat sang Istri sudah berdandan dengan begitu rapi, sedangkan ia tidak dapat informasi apapun dari wanita itu."Kamu mau ke mana udah sore, Sayang?" tanya Biru."Mau ke rumah Leon. Ada urusan." Bu Marissa mengoleskan lipstik di bibirnya. "Aku boleh ikut?""Kata Leon ini pribadi. Maaf, Sayang, kali ini aku jalan sendiri ya. Kamu di rumah saja. Aku gak lam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status