Share

2. Diajak ke Apartemen

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-30 20:48:41

Aku menangis memohon agar aku tidak dibawa ke kantor polisi, tetapi Om Leon sama sekali tidak peduli pada suara tangisku. Ia terus melajukan mobilnya menuju kantor polisi terdekat. Polsek Pejaten.

"Om, saya minta maaf. Saya jangan dipecat?" Rengekku memohon. Pria itu bungkam sampai mobil berhenti di area parkir Polsek. Aku baru kali ini nekat dan hal ini sangat aku sesali.

"Minta nomor telepon suami kamu!" Pintanya tegas. Nyaliku semakin menciut. Tamatlah riwayatku jika Mas Biru tahu apa yang aku lakukan.

"Suami saya butuh uang, Om. S-saya mau kasbon udah gak mungkin, jadi_"

"Kamu jelaskan di dalam saja!" Om Leon menarik paksa ponsel yang ada di tanganku, lalu ia mencari sendiri kontak suamiku, setelah ponsel itu aku buka dengan password. Aku hanya bisa menangis tertahan karena merasa sangat bodoh sudah mencuri di tempat kerja. Apalagi sebenarnya Om Leon sangat baik padaku dan karyawan yang lain.

"Halo, Hanun, kenapa kamu belum pulang? Ini sudah malam. Melacur kamu dengan bos kamu itu ya? Hah! Mulai berani kamu! Cepat pulang dan bawa uang tiga juta setengah yang aku butuhkan atau kamu tidur diluar!"

Om Leon sampai menjauhkan ponselku dari telinganya, karena suara Mas Biru yang berteriak di seberang sana.

"Istri Anda ada di kantor polisi karena ketahuan mencuri dari brangkas  restoran. Jadi, tolong Anda datang ke Polsek Pejaten untuk menjemput istri Anda."

"Hah, mencuri? Gak mungkinlah! Saya suruh dia kasbon, bukan mencuri. Tidak mau saya! Enak aja saya suruh ke kantor polisi! Pasti nanti saya harus keluar duit untuk bebasin Hanun. Gak mau saya! Terserah Bapak aja itu istri saya mau diapakan! Bukan urusan saya!"

Sambungan itu tiba-tiba terputus.

Tentu saja, setiap kalimat yang keluar dari mulut Mas Biru membuat hati ini semakin sakit dan patah. Bagaimana aku bisa dengar? Tentu karena loud speaker dinyalakan oleh Om Leon.

Aku benar dibuang setelah ia yang menyebabkan semua ini terjadi padaku. Jika saja aku tidak nekat membuka brangkas itu dan lebih memilih kena omel Mas Biru, pasti saat ini aku sudah berada di rumah, bukan di kantor polisi seperti ini.

"Apa saya salah telepon orang? Tapi di kontak ini namanya, suamiku Mas Biru. Berarti saya gak salah sambung'kan? Kamu yakin masih istri bajingan bernama Biru?!" pertanyaan yang membuat hati ini tertampar pedih. Aku tahu maksud pertanyaan Om Leon yang saat ini tengah mencemoohku.

Aku hanya bisa menangis pedih menerima takdir yang sangat menyakitkan ini. Raga ini sudah terlalu berat untuk mengelak ataupun membela diri. Mata ini pun rasanya begitu berat, antara sedih dan kantuk menyerang secara bersamaan.

"Om, maafkan saya. Saya gak papa kalau harus dibawa ke dalam," kataku pasrah. Om Leon tertawa pendek.

"Semua ini salah saya. Saya gak harusnya mencuri di tempat yang sudah memberikan saya rejeki. Salah saya mungkin tidak termaafkan, Om. Ayo, kita langsung masuk saja!" Aku hendak membuka sit belt, tetapi tangan kekar itu menahanku.

"Bagaimana kalau kamu tidak saya bawa ke dalam, tetapi ke apartemen saya? Gimana?" aku menatapnya dengan rasa tidak percaya, bahkan tanpa berkedip.

"Pikirkan saja lagi. Mau ke dalam, maka proses akan lama dan akan berbelit-belit. Belum lagi sampai di dalam sel, mungkin kamu akan digebukin tahanan wanita lainnya. Terus, opsi kedua kalau kamu pulang ke rumah kamu juga malam ini, mungkin yang gebukin kamu itu pria bajingan bernama Biru. Kamu selalu menyebutnya suami, tetapi laki-laki itu sepertinya tidak menganggap kamu istri. Betul begitu'kan?" aku tidak bisa menjawab karena apa yang diucapkan Om Leon benar.

"Bagaimana, Hanun? Saya lelah, mengantuk, dan ingin tidur, apa kamu mau ikut ke apartemen saya dan tidur dengan saya?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
om Leon kyknya geregetan deh sama Hanum mau aja d bodohin suami brengsek nya itu tukang tipu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    72. Ular dalam Rumah (Spesial Part)

    "Bagaimana mama?" tanya Leon pada Angel."Masih mengunci diri di kamar, Mas." Angel menaruh segelas air putih di atas meja untuk Leon. "Untuk apa menangisi bajingan." Leon tertawa pendek. Angel hanya bisa mengangkat bahunya. "Apa kita gak terlalu keras pada mama? Mama bisa sakit loh, Mas.""Kita bis jatuh miskin kalau Xabir dibiarkan lama menjadi benalu." Angel yang tadinya duduk di depan Leon, kini berpindah duduk menjadi di samping kakaknya itu."Lalu bagaimana, Xabir? Bisa-bisa dia mati dipatok ular, Mas," tanya Angel sambil berbisik."Bisa banget. Itu yang Mas harapkan. Biar dia kapok!""Lalu ibu dan sodaranya itu?""Ada di hutan. Entah sudah mati atau belum. Mereka manusia-manusia benalu yang kalau hidup lama itu, bakalan nyusahin orang. Lagian, jika mereka berani muncul, maka polisi sudah siap menangkap mereka.""Mama mungkin akan susah menerima takdir ini, tapi nanti juga mama bisa paham apa yang aku lakukan ini juga demi mama. Lagian mama udah tua, udah harusnya hidup tenang

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    71. Kenyataan yang Harus Diterima

    "Mama, apa yang terjadi pada Mama? Kenapa Mama sendirian di villa? Mana Biru dan keluarganya?" Bu Marissa yang baru saja membuka matanya, langsung merasa kepalanya bertambah sakit setelah Angel mencecarnya."Apa, Xabir? Ini di mana?" tanya Bu Marissa sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya."Mama di rumah sakit. Ini sudah malam. Mama baru sadar setelah Mama tidur sejak pagi. Ada apa, Ma?" Bu Marissa semakin mengerutkan keningnya. "Gak mungkin, Mama ada di villa bersama Xabir dan juga keluarganya.""Ma, Xabir gak ada di villa saat Mas Leon sampai di sana. Keluarganya juga. Ponsel Mama pun tidak ada keduanya. Mama diperdaya lelah bajingan itu!" Bu Marissa terdiam. Matanya tiba-tiba berair."Gak mungkin, Xabir mencintai Mama. Mau apa dia bikin Mama kayak gini. Semua udah Mama kasih sama dia." Bu Marissa menangis. Pintu kamar perawatan VVIP terbuka. Leon masuk dengan wajah murung. "Leon, Angel barusan cerita omong kosong!" Leon tersenyum miring. Ia mengeluarkan amplop coklat dari da

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    70. Menyusul ke Bogor

    Malam ini Leon bisa tidur dengan nyenyak. Semua bukti sudah ia kumpulkan, setelah lewat Hanun, ia mendapatkan banyak foto dan juga data diri dari Xabiru. Termasuk data dari pabrik, tempat Biru kerja hampir tujuh tahun. Foto Bu Wati pun ada. Semua ia print dan masukkan ke dalam amplop coklat. Semua data sudah lengkap dan tidak perlu ada yang ia ragukan. Biru akan mendekam dalam penjara bersama ibu dan sepupunya.Keesokan harinya, Leon yang baru saja keluar dari kamar mandi, mendengar notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Pria itu setengah berlari untuk mengecek siapa yang mengirimkan pesan.MamaLeon, Mama sedang bersama Xabir, lagi liburan sebentar. Mungkin dua sampai tiga hari. Kamu gak usah cari mama ya, mama baik-baik aja.Syukurlah mama baik-baik aja. Ada yang mau Leon beritahu tentang Xabir. Mama harus pulang secepatnya ya.SendMamaAda apa? Kamu mau fitnah Biru seperti apa lagi? Sudah ya. Jangan sirik dengan kebahagiaan yang saat ini sedang mama nikmatiLeon langsung menekan pan

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    69. Foto dari Media Sosial

    Leon menghubungi dua adiknya untuk menanyakan keberadaaan bu Marissa, tetapi keduannya tidak ada yang tahu. Keon mencoba menghubungi rekan bisnis mamanya yang lain untuk mengecek janji temu, tetapi ia tidak mendapatkan ada jadwal meeting dengan rekan bisnis untuk tiga hari ke depan. Hal ini ia ketahui dari sang Sekretaris. Disaat Leon sibuk mencari mamanya, disaat itu pula Xabir sedang menikmati waktu berdua dengan istrinya. Ya, mereka sedang berada di sebuah villa yang ada di Bogor, setelah kemarin keduanya pergi ke bank untuk memindahkan sejumlah uang. “Anak-anak mungkin perlu diberitahu agar mereka tidak khawatir,” kata Xabir pada istrinya. Bu Marissa menggelengkan kepala dengan pelan. Ia kehabisan tenaga menghadapi kegagahan Xabir yang sepertinya begitu perkasa lebih dari biasanya. “Nanti saja, Sayang. Nanti aku akan kirim pesan.” Bu Marissa menyentuh punggung suaminya. “Memangnya kenapa tidak diberitahu saja sejak awal?”

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    68. Satu Per Satu Masalah Selesai

    "Benar-benar memalukan! Jauh-jauh ke sini hanya untuk dibikin malu sama si Leon itu. Jumawa sekali dia menolak putri keraton!" "Sudahlah, Bu, mungkin belum jodoh." Renata menjawab dengan malas. Tatapannya kini fokus pada jalan di depannya. Hujan cukup deras mengantarnya pagi ini menuju bandara. Keputusan Leon sudah bulat dan lelaki itu menolak bertanggung jawab. "Lalu, siapa yang akan bertanggung jawab atas kehamilan kamu? Masa mau cari lelaki lain?""Saya mengasingkan diri saja sampai bayi ini lahir." "Kamu bicara dengan mudah, Rena. Kamu gak pernah pikirkan dampak perbuatan nekat yang kamu lakukan!" "Bu, sudah, sudah! Nanti biar kita pikirkan jalan keluarnya." Pak Cokro menengahi perdebatan ibu dan anak itu. Rena juga tidak mau ambil pusing karena mau dipaksa seperti apapun tetap saja Leon tidak akan mau bertanggung jawab."Jadi, Leon itu sukanya pembantu?" tanya Pak Cokro yang mendadak kepo. Rena mengangguk."Jika nama yang Rena dengar tadi adalah Hanun, maka gak salah lagi ka

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    67. Pertemuan Dua Keluarga

    "Sayang, kamu cemburu sama pembantu? Ya ampun, udah jelas lebih unggul kamu dari wanita mana pun," elak Biru dengan cepat. Lelaki itu tidak mau istrinya sampai curiga. "Lalu, kamu tahu dari mana kalau Hanun masih punya suami?""Aku asal nebak, Sayang. Hanun dari kampung'kan? Orang kampung itu rata-rata menikah muda. Umur enam belas tahun sampai sembilan udah dinikahin sama orang tuanya. Jadi mungkin aku ....""Tidak perlu bahas Hanun. Udahlah, aku mau ke dapur dulu." Bu Marissa pergi ke dapur, meninggalkan Biru yang masih dalam keadaan cemas. Ia khawatir Bu Marissa curiga atau malah mencari informasi atas dirinya.Sore hari, Biru melihat sang Istri sudah berdandan dengan begitu rapi, sedangkan ia tidak dapat informasi apapun dari wanita itu."Kamu mau ke mana udah sore, Sayang?" tanya Biru."Mau ke rumah Leon. Ada urusan." Bu Marissa mengoleskan lipstik di bibirnya. "Aku boleh ikut?""Kata Leon ini pribadi. Maaf, Sayang, kali ini aku jalan sendiri ya. Kamu di rumah saja. Aku gak lam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status