Share

2. Diajak ke Apartemen

Aku menangis memohon agar aku tidak dibawa ke kantor polisi, tetapi Om Leon sama sekali tidak peduli pada suara tangisku. Ia terus melajukan mobilnya menuju kantor polisi terdekat. Polsek Pejaten.

"Om, saya minta maaf. Saya jangan dipecat?" Rengekku memohon. Pria itu bungkam sampai mobil berhenti di area parkir Polsek. Aku baru kali ini nekat dan hal ini sangat aku sesali.

"Minta nomor telepon suami kamu!" Pintanya tegas. Nyaliku semakin menciut. Tamatlah riwayatku jika Mas Biru tahu apa yang aku lakukan.

"Suami saya butuh uang, Om. S-saya mau kasbon udah gak mungkin, jadi_"

"Kamu jelaskan di dalam saja!" Om Leon menarik paksa ponsel yang ada di tanganku, lalu ia mencari sendiri kontak suamiku, setelah ponsel itu aku buka dengan password. Aku hanya bisa menangis tertahan karena merasa sangat bodoh sudah mencuri di tempat kerja. Apalagi sebenarnya Om Leon sangat baik padaku dan karyawan yang lain.

"Halo, Hanun, kenapa kamu belum pulang? Ini sudah malam. Melacur kamu dengan bos kamu itu ya? Hah! Mulai berani kamu! Cepat pulang dan bawa uang tiga juta setengah yang aku butuhkan atau kamu tidur diluar!"

Om Leon sampai menjauhkan ponselku dari telinganya, karena suara Mas Biru yang berteriak di seberang sana.

"Istri Anda ada di kantor polisi karena ketahuan mencuri dari brangkas  restoran. Jadi, tolong Anda datang ke Polsek Pejaten untuk menjemput istri Anda."

"Hah, mencuri? Gak mungkinlah! Saya suruh dia kasbon, bukan mencuri. Tidak mau saya! Enak aja saya suruh ke kantor polisi! Pasti nanti saya harus keluar duit untuk bebasin Hanun. Gak mau saya! Terserah Bapak aja itu istri saya mau diapakan! Bukan urusan saya!"

Sambungan itu tiba-tiba terputus.

Tentu saja, setiap kalimat yang keluar dari mulut Mas Biru membuat hati ini semakin sakit dan patah. Bagaimana aku bisa dengar? Tentu karena loud speaker dinyalakan oleh Om Leon.

Aku benar dibuang setelah ia yang menyebabkan semua ini terjadi padaku. Jika saja aku tidak nekat membuka brangkas itu dan lebih memilih kena omel Mas Biru, pasti saat ini aku sudah berada di rumah, bukan di kantor polisi seperti ini.

"Apa saya salah telepon orang? Tapi di kontak ini namanya, suamiku Mas Biru. Berarti saya gak salah sambung'kan? Kamu yakin masih istri bajingan bernama Biru?!" pertanyaan yang membuat hati ini tertampar pedih. Aku tahu maksud pertanyaan Om Leon yang saat ini tengah mencemoohku.

Aku hanya bisa menangis pedih menerima takdir yang sangat menyakitkan ini. Raga ini sudah terlalu berat untuk mengelak ataupun membela diri. Mata ini pun rasanya begitu berat, antara sedih dan kantuk menyerang secara bersamaan.

"Om, maafkan saya. Saya gak papa kalau harus dibawa ke dalam," kataku pasrah. Om Leon tertawa pendek.

"Semua ini salah saya. Saya gak harusnya mencuri di tempat yang sudah memberikan saya rejeki. Salah saya mungkin tidak termaafkan, Om. Ayo, kita langsung masuk saja!" Aku hendak membuka sit belt, tetapi tangan kekar itu menahanku.

"Bagaimana kalau kamu tidak saya bawa ke dalam, tetapi ke apartemen saya? Gimana?" aku menatapnya dengan rasa tidak percaya, bahkan tanpa berkedip.

"Pikirkan saja lagi. Mau ke dalam, maka proses akan lama dan akan berbelit-belit. Belum lagi sampai di dalam sel, mungkin kamu akan digebukin tahanan wanita lainnya. Terus, opsi kedua kalau kamu pulang ke rumah kamu juga malam ini, mungkin yang gebukin kamu itu pria bajingan bernama Biru. Kamu selalu menyebutnya suami, tetapi laki-laki itu sepertinya tidak menganggap kamu istri. Betul begitu'kan?" aku tidak bisa menjawab karena apa yang diucapkan Om Leon benar.

"Bagaimana, Hanun? Saya lelah, mengantuk, dan ingin tidur, apa kamu mau ikut ke apartemen saya dan tidur dengan saya?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
om Leon kyknya geregetan deh sama Hanum mau aja d bodohin suami brengsek nya itu tukang tipu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status