Tiba-tiba perutku terasa sakit dan keram, isi perutku seperti di aduk-aduk, kerigat dingin pun mulai menyembul membasahi bajuku.
Terasa seperti ada yg mengganjal dilambungku dan hendak keluar. Segera Aku duduk dan menutup mulut, berusaha agar tidak muntah di dalam mobil.
"Kamu mau muntah ya Lastri?" tanya Pakde sambil meihatku dari kaca depan mobil.
Aku yang sudah sangat mual sekali, tak dapat lagi berbicara, sehingga hanya anggukan lemah yang aku berikan sebagai jawaban.
Pakde segera menghentikan mobil di pinggir jalan, lalu Paklek turun membukakan pintu belakang dan membopongku turun dari mobil.
"Hoek ... Hoek ..." Aku memuntahkan seluruh isi perutku, hingga tiada lagi yang tersisa. Kepalaku pusing dan badanku terasa lemas, Paklek menyuruhku duduk di bawah pohon karet.
Sembari duduk bersandar di bawah pohon, Aku memperhatikan sekelilingku banyak sekali pohon karet di sisi kiri dan kanan jalan, akan tetapi tidak ada satu pun rumah warga yang terlihat.
"Jakarta masih jauh ya, Paklek?" tanyaku pada Paklek yang sedang beristirahat duduk di samping mobil sambil menghisap sebatang rokok.
"Tidak perlu ke Jakarta! karena sebentar lagi juga Kamu akan ketemu sama Abahmu," jawab Pakde seraya tersenyum miring.
"Abah mau jemput Aku kesini ya?"
"Iya, makanya Kamu tunggu saja disini," ujar Paklek, lalu mengeluarkan kresek hitam yang berisi pakaian, dan melemparkannya ke hadapanku.
"Udah tinggalin sekarang aja si Lastri! entar kemaleman dijalan kita kalo kelamaan." Pakde memanggil Paklek dari dalam mobil.
"Aku takut sendirian disini Paklek," rengekku sambil menangis.
"Udah engga usah manja, tunggu saja nanti Abahmu datang!" hardik Paklek. Wajahnya berubah garang dan matanya melotot, menatap ke arahku. Kemudian Beliau masuk ke dalam mobil dan membanting pintu dengan keras.
Pakde segera melajukan mobil dengan cepat, dan meninggalkan Aku yang masih bersandar lemah di batang pohon karet. Aku berusaha berdiri dan terseok-seok berlari mengejar mobil Pakde.
Kepala yang masih terasa pusing dan badan yang lemas, membuatku terjatuh di pinggir Aspal. Perlahan kulihat bayangan mobil Pakde mulai menghilang.
Darah mengalir dari lututku yang terluka, segera Aku bersihkan dengan baju yang Aku kenakan. Aku bediri dan berusaha mengambil kresek hitam yang Paklek lempar tadi. Tanpa terasa air mata mengalir dari sudut netraku, Aku kembali melangkah mengambil kresek hitam yang di lemparkan Pakde tadi, lalu kembali duduk bersandar di bawah pohon karet.
Entah berapa jam aku tertidur, hingga akhirnya aku terbangun oleh gigitan serangga dan nyamuk. Mataku membelalak begitu melihat sekelilingku berubah menjadi gelap. Lantas aku menengadahkan kepala melihat langit, tidak ada bulan ataupun bintang yang bersinar di sana, yang berarti hari ini belumlah malam.
Glegaaarrr....
Suara petir membuatku tersentak, segera Aku bangkit dan berjalan di pinggir aspal sambil membawa kresek hitamku. Aku berharap menemukan rumah warga agar dapat beteduh, sambil menunggu Abah datang menjemputku, dan membawaku bersamanya.Langit semakin gelap dan awan hitam nampak berarak membawa uap air yang siap ditumpahkan ke atas kepalaku. Lelah Aku melangkah, namun tak juga ada rumah warga yang Aku temukan, hanya beberapa mobil yang melintas dan melewatiku.
Setitik demi setitik air mulai turun membasahi tubuhku. Aku pun berteduh kembali di bawah pohon karet sambil memeluk kresek hitam.
Dedaunan pohon karet yang rimbun tak mampu lagi melindungiku, tubuh kurusku akhirnya menggigil terkena tampias air hujan yang turun semakin lebat.
Pandanganku tak mampu lagi menembus hujan karena hari semakin gelap, hanya sesekali ketika kilat menyambar pepohonan aku dapat melihat sekitar.
Ditengah suara petir yang menggelegar, ada sesuatu yang terjatuh dari atas pohon tepat mengenai kepalaku. Sesuatu yang bergerak liar dan mendesis tepat di samping telingaku, dengan refleks Aku melemparnya. Diantara pepohonan, cahaya kilat menerangi tempat Aku melempar benda tadi, ternyata seekor ular berwarna hijau sedang merayap dengan cepat kearahku.
Aku berlari dan terus berlari, hingga tak kusadari kini Aku sudah terjebak di dalam hutan karet. Aku terus berteriak sambil menangis memanggil Abah dan masih berharap Abah akan datang.
Aku merasa sangat lemas, tulang-tulangku terasa sakit dan ngilu. suara gemeretak gigiku yang saling beradu kini semakin bertambah kuat.
Dari sela-sela pepohonan, Aku melihat Dua buah mata memperhatikan Aku dari jauh, Matanya bersinar di tengah gelapnya malam. Aku mundur beberapa langkah dan bersembunyi di balik pohon karet.
Mata itu semakin mendekat dan terdengar suara mengaum, Aku mengintip dari balik pohon. Ketika Kilat kembali menerangi bumi, Aku dapat melihat dengan jelas ternyata hewan tersebut adalah harimau.
Hewan berkaki empat dan bertubuh loreng itu, kembali hilang ditelan gelapnya malam, hanya sinar matanya saja yang sesekali terlihat, menandakan kehadirannya semakin dekat.
Aku berjalan pelan mundur kebelakang, namun harimau itu nampak semakin mendekat. Hingga satu kilatan petir kembali lagi muncul, dan membuatku dapat melihat dengan jelas, bahwa harimau itu tak lebih dari satu meter jaraknya dengan tubuhku."Toloooong"
"Tolong Akuuu!" Aku berteriak sambil berlari entah kemana. Rasa sakit di kakiku akibat menginjak ranting-ranting kecil dan bebatuan yanga ada di hutan tak kurasakan lagi, berganti dengan rasa takut yang menyelimuti.
Harimau itu semakin buas mengejarku, seakan ingin memangsaku. Aku berlari hingga akhirnya aku terpojok ke pinggir jurang. Satu cakaran nya berhasil mendarat di punggungku lalu aku jatuh tersungkur ke dalam jurang.
"Toloooooong!," teriak ku, sebelum akhirnya tubuhku sampai ke dasar jurang.
Satu suara tembakan terdengar jelas di telingaku, Aku terus merintih merasakan sakit bagian kaki dan punggungku."Siapa disana?" Terdengar suara seseorang diatas sana."Tolooong ...!" Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku."Astaghfirullah, suara anak kecil.""Kamu harus bertahan ya nak, saya akan memanggil bantuan untuk menolong kamu!" teriak seseorang tadi dari atas jurang."Emak, Aku ingin ikut Emak dan Heru saja," rintihku pelan sambil memegang kakiku yang kini tak dapat lagi digerakkan.Samar-samar kulihat cahaya senter yang dibawa orang itu, menyoroti wajah dan tubuhku yang terkulai tak berdaya di dasar jurang. Sayup-sayup pula Aku mendengar Ia menghubungi seseorang, agar datang kesini.Entah berapa lama aku tergolek di sini, sampai kemudian Aku mendengar suara deru mobil datang dan terdengar suara beberapa orang lagi sedang sedang berbicara, tapi entah apa yang mereka bicarakan. Cahaya senter kembali mengenai tubuhku yan
"Apa syaratnya Om?"Pak Danu mendekat ke telingaku dan berbisik. "Syaratnya Kamu harus cepat sembuh, janji ya!" bisik Pak Danu, lalu menautkan kelingkingnya pada kelingkingku."Kalo lama gimana Om?""Ya ... terpaksa Om tinggalin Kamu di Hutan lagi, mau?""Ga mau Om.""Makanya cepet sembuh," ujarnya sambil mengelitik perutku, Aku pun tertawa geli."Udah Pak entar keselek, orang lagi minum susu kok di bikin ketawa." ujar Buk Yati protes.___________Setelah satu minggu dirawat di Puskesmas, akhirnya kondisiku mulai membaik, hanya tinggal pemulihan di bagian kaki yang patah. Pak Danu dan Bu Yati kemudian membawaku ke Jakarta.Perlakuan mereka sangat baik terhadapku sejak di Puskesmas, Bu Yati sangat perhatian dan Pak Danu selalu berusaha menghiburku.Setelah perjalanan yang cukup jauh, akhirnya kami tiba di Jakarta. Mobil Pak Danu memasuki sebuah lorong, di sebelah kiri dan kanan jalan terlihat banyak sekali ruma
Sudah satu bulan lebih Aku berada di Jakarta, kakiku pun sudah dapat berjalan seperti biasa tanpa bantuan kursi roda lagi. Bu Yati dan Pak Danu selalu memperlakukanku dengan sagat baik, bahkan tak segan-segan memarahi temanku, apabila mereka menggangguku.Kulitku kini tak sehitam dulu lagi, sudah mulai sedikit kuning langsat. Rambutku yang hitam dan panjang setiap hari selalu di sisir dan diikat dua oleh Bu Yati. Bu Yati pun membelikakanku banyak baju dan gaun yang bagus, kini penampilanku sangat berbeda dengan Lastri yang dulu. Tubuhku juga sudah mulai sedikit berisi, karena setiap hari Bu Yati selalu membuatkan susu dan memasakan makanan kesukaanku. Tak lupa Pak Danu membelikanku kue untukku setiap pulang Dinas.Namun walaūupun Aku hidup bahagia dengan Pak Danu dan Ibu Yati, akan tetapi ada satu hal yang selalu mengganjal pikiranku, yaitu mengenai keberadaan Abah.Hingga suatu hari Bu Yati menanyakan kepadaku mengenai alamat Abah di Jakarta."Alhamdulilah
"Loh kok malah pada bingung? itu alamatnya di sebrang jalan ini." Ibu penjual gorengan itu kemudian tertawa melihat kami kebigungan."Tapi itu kan tanah kosong Buk," Pak Danu terlihat semakin bingung."Memangnya Kalian kesini mau cari siapa?""Mau cari alamat yang ada di foto ini Buk." jawab Pak Danu sambil menggaruk kepala."Iya alamatnya di depan itu, yang punya namanya Pak Abdul orang Cileunyi," Jawab Ibu penjual gorengan tersebut, lalu mempersilahkan kami duduk di warungnnya.Mendengar nama Pak Abdul, membuat Aku merasa ketakutan dan segera memeluk Bu Yati. Bu Yati sepertinya menyadari bahwa Aku sedang ketakutan, Beliau lalu membawaku duduk di dalam warung dan membalas pelukanku."Lastri kenapa?" Tanya Bu Yati heran."Abdul itu nama Pakdeku Bu, yang ninggalin Aku di hutan dulu." Aku semakin mengeratkan pelukanku."Astaghfirullah Pak!" Bu Yati berteriak tertahan."Kayaknya ada sesuatu yang tidak beres ini Buk, atau mu
"Kamu jangan sedih ya sayang, Kami akan menggantikan kedua orang tuamu yang telah tiada, kami sayang sama Kamu," bisik Bu Yati tepat di telingaku, disela isak tangisnya yang masih terdengar. Aku menatap wajahnya, mencoba menangkap kesungguhan dari setiap ucapannya, melalui kedua netra-nya yang kini terlihat sembab. Mata itu terlihat membalas tatapanku, seakan menunggu jawaban. "Lastri juga sayang Ibu dan Pak Danu," lirihku, sembari kedua tanganku memeluk Beliau. "Lastri panggilnya sekarang Mama aja ya, dan Pak Danu Lastri panggil Papa," Sebuah senyum terlihat mengembang dari wajah perempuan yang kini menjadi Ibu angkatku. Aku hanya diam tak menjawab, menikmati pelukan seorang Ibu yang sudah lama tak kurasakan. Sejak saat itu Aku memanggil Pak Danu dengan sebutan Papa, Dan panggilan Mama untuk Bu Yati.
Sembilan tahun kemudian.Waktu berlalu begitu cepat, hingga tak terasa 9 tahun sudah berlalu sejak Papa dan Mama pertama kalinya mendaftarkanku sekolah di SD.Kini hanya tinggal dalam hitungan beberapa hari saja lagi Aku berada di SMA, karena setelah ini aku akan bersiap meninggalkan dunia remaja dan perlahan menuju fase kedewasaan. Duniaku akan berubah dari putih abu-abu menjadi lebih berwarna."Widya, setelah lulus nanti apakah Kamu akan kuliah?" Tanya laki-laki tampan dan bertubuh jangkung, yang selama tiga tahun ini menjalin kasih denganku."Oh iya, Kamu tau engga? Papa sudah daftarin Aku untuk kuliah di UI lho!," jawabku penuh semangat, sambil mencubit pipi pria yang duduk di sampingku kini."Oh ya?" Ilham melihatku sekilas, lalu membuang pandangannya kembali ke halaman sekolah."Kamu kenapa? Kok bukannya seneng sih?"Ketusku sambil memanyunkan bibir sepuluh senti."Aku seneng kok.""Terus?" Cecarku tak sabaran."Aku
"Widya sudah selesai belum?" teriak mama dari luar kamar."Bentar lagi Ma." Secepat kilat ku ambil tas diatas meja rias, lalu keluar menyusul mama dan papa yang sudah menunggu di ruang tamu.Hari ini kami akan ke bandara, melepas kepergian Ilham ke luar negeri. Sepanjang perjanan hatiku gundah, takut terlambat datang dan tidak bisa bertemu untuk terakhir kali-nya.Perjalanan yang membosankan menuju bandara akhirnya berakhir juga, kini kami telah sampai. Segera Aku menelpon Ilham, namun ponselnya tidak dapat di hubungi. Aku pun mencari bagian informasi di Bandara untuk bertanya, diikuti oleh mama dan papa di belakangku."Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?" sapa perempuan berhijab yang bekerja di bagian informasi bandara sambil tersenyum ramah.
"Tapi Saya kan Mahasiswi teladan Pak, Kalau saya gagal di hari pertama magang nanti Saya malu dong Pak!""Saya suruh Anda keluar dari ruangan Saya!""Saya janji nggak akan terlambat lagi Pak, jangan pecat Saya magang ya Pak,""Siapa bilang Kamu dipecat?""Kan barusan Bapak yang nyuruh Saya keluar ruangan,""Keluar ruangan Saya, dan pergi ke bagian Informasi, nanti disana ada daftar tugas yang harus Kamu kerjakan selama magang disini,""Terima kasih Pak,""Tapi jangan terlambat lagi, ingat itu!"