Share

Meminta Maaf

Author: Kurnia_cy
last update Last Updated: 2025-10-09 18:47:46

Sementara itu, Yanto yang masih berada dalam kamar tiba – tiba merasa menyesal telah memarahi Viana. Dalam hatinya, dia menyadari bahwa Runi lah yang bersalah dalam hal ini. Oleh karena itu, dia berniat menyusul istrinya untuk minta maaf.

"Dek, maafin mas atas sikap mas tadi. Mas telah menyakiti hati kamu," ucap Yanto yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang Viana.

Viana bergeming. Jujur, untuk saat ini, dia masih malas bertatap muka dengan suaminya itu. Bayang-bayang perdebatan dengan suaminya tadi masih menari-nari di pelupuk matanya.

Sakit rasanya mendapat bentakan dari seseorang yang selama ini bersikap lembut kepadanya hanya demi membela adiknya yang menurut Viana tidak pantas dibela.

Viana mencoba mengeraskan hati untuk mengabaikan suaminya itu.

Akan tetapi, hati kecilnya justru memerintahkan yang sebaliknya. Dalam keadaan demikian, tiba-tiba Viana tersadar bahwa posisi suaminya itu serba salah. Di satu sisi, ada istri yang harus dijaga perasaannya, sedangkan di sisi lain, ada adik yang harus dia lindungi dan perhatikan.

Viana menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan kuat. Setelah itu, wanita bertubuh mungil itu membalikkan tubuhnya. Kini mereka berdiri dalam posisi yang saling berhadapan. Sepersekian detik, mereka saling berpandangan dan akhirnya meluncurlah sebuah ucapan dari bibir Viana.

"Aku juga minta maaf, Mas. Tadi itu, aku masih terbawa emosi sehingga tidak mampu mengontrol perkataanku."

Seulas senyum lebar menghiasi wajah Yanto. Awalnya dia takut, kalau-kalau Viana akan memperpanjang masalah ini sehingga bisa memperburuk hubungannya dengan sang istri.

Namun, kini dia boleh berlega hati karena apa yang ditakutkannya itu tak menjadi kenyataan.

"Jadi sekarang kita saling memaafkan ya, Dek. Mas janji akan menasehati Runi agar dia tidak bertingkah seenaknya lagi," tutur Yanto menatap lekat wajah sang istri.

"Yah...semoga usahamu berhasil, Mas," tukas Viana sekenanya karena dia tahu bukanlah hal yang mudah untuk membuat Runi bisa patuh kepada mereka.

"Ya, udah. Sekarang kita makan ya. Mas udah lapar nih," ucap Yanto sembari mengusap-usap perutnya.

Viana mengangguk lalu bangkit berdiri membuka tudung saji yang masih terhampar di atas meja makan.

"Wah...kamu masak rendang, Dek? Tumben," ucap Yanto dengan wajah berbinar setelah melihat ada makanan favoritnya ikut tersaji di meja makan.

Selama ini boleh dikata jarang sekali Viana memasak rendang. Bukan karena malas, tetapi lebih kepada masalah penghematan di mana gaji Raka setiap bulannya sudah Viana sisihkan menurut kebutuhannya masing-masing sehingga untuk menu makan sehari-hari Viana biasa memasak menu sederhana yang tidak sampai menguras pos yang sudah dianggarkannya. Hanya sekali-kali saja dia membuat masakan yang tergolong mewah dan terkhusus pada hari ini, Viana memasak rendang dikarenakan kedatangan Runi pada hari itu. Meski dia belum sepenuhnya bisa menerima kehadiran sang ipar di rumah itu, tetapi Viana tidak sampai hati hanya menyuguhkan makanan ala kadarnya di hari pertama kedatangan Runi. Akan tetapi, kejadian barusan membuatnya menyesal mengambil keputusan tersebut.

"Iya, Mas," jawab Viana sembari tangannya terulur menjangkau sebuah piring bermotif pemandangan kemudian mengambilkan nasi untuk Yanto.

Dengan cekatan, Viana meletakkan sepotong daging rendang, berikut sayuran dan lauk lainnya di atas piring Yanto.

"Ini Mas," ucap Viana seraya meletakkan piring di hadapan Yanto yang menyambutnya dengan senyuman lebar.

"Makasih, Dek. Wah, bakalan nambah banyak aku nih," gurau Yanto yang disambut oleh senyuman manis milik Viana.

Viana pun lalu mengambil nasi untuk dirinya sendiri.

"Oh ya, tunggu bentar ya, Dek. Mas panggilin Runi dulu di kamarnya, mau ngajak dia sekalian makan."

Viana tertegun. Dia baru sadar bahwa ada satu orang penghuni baru di rumah mereka. Penghuni yang tak diundang.

"Ya, Mas." Akhirnya Viana menjawab dengan singkat.

Yanto segera bergerak menuju ke kamar yang ditempati oleh Runi.

Tak berselang lama, kedua orang itu sudah hadir di ruang makan.

Viana melirik sekilas ke arah Runi, nampak olehnya wajah Runi yang masih cemberut. Viana menyunggingkan senyum sinis, tak habis pikir akan tingkah adik iparnya yang masih terlihat kekanak-kanakan itu walaupun usianya sudah dua puluh lima tahun dan sudah pernah menjadi istri orang.

"Mbak masak apa aja? Kira-kira makanannya cocok nggak dengan seleraku?" tukas Runi sambil menyapukan pandangan ke arah meja makan.

Viana menoleh sekilas ke arah Runi, kemudian melanjutkan makannya tanpa berniat menjawab pertanyaan Runi.

"Runi!" tegur Yanto dengan kening berkerut.

"Apaan sih Abang ini. Bertanya gitu aja, juga ditegur," protes Runi.

"Kamu jangan banyak bicara. Makan saja dulu!" titah Yanto.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Pemberian Ipar    Mana Sarapanku Mbak?

    "Aduh...ini... benar-benar deh, aku nggak tahan lagi. Udahlah kamarnya sumpek, ranjangnya gak empuk lagi. Gimana caranya coba aku bisa tidur. Heran aku sama Bang Yanto, kok bisa-bisanya dia betah tinggal di sini. Emang dasar mental miskin, tempat kayak gini pun dia fine-fine aja."Runi mencoba kembali berbaring lalu membolak-balikkan tubuhnya untuk mencari posisi tidur yang enak. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Runi pun pulas tertidur.Sekian jam berlalu. Runi mengerjapkan mata kala dirasanya ada sesuatu yang menyilaukan menimpa kelopak matanya. Segera dia mengangkat satu lengannya untuk melindungi indra penglihatannya.Perlahan-lahan, dia membuka matanya dan melihat darimana asalnya sesuatu yang menyilaukan itu. Ternyata itu adalah sinar matahari yang menembus masuk ke dalam kamarnya melalui jendela kamarnya yang tertutup kain gorden tipis."Ughhh....jam berapa sekarang ini?" gumamnya seraya mematrikan pandangannya pada jam yang tergantung di dinding."Sudah jam sembilan rupa

  • Madu Pemberian Ipar    Mencoba Menghubungi Mantan Suami

    "Pokoknya aku nggak mau. Titik. Bang, aku ke sini ini mau menenangkan diri pasca perceraian aku. Jadi, tolonglah Bang, jangan suruh aku mengurusi hal-hal yang aku sama sekali tak berminat untuk mengerjakannya itu," potong Runi dengan nada kesal.Seusai berkata demikian, tanpa menghiraukan lagi keberadaan Yanto dan Viana di sana, Runi langsung masuk ke kamarnya.Yanto mengepalkan kedua tangannya. Sungguh, dia merasa malu kepada Viana atas sikap adiknya itu. Walaupun tadi Viana tidak ikut menimpali perdebatannya dengan Runi, tetapi Yanto yakin, istrinya itu pasti sedang merasa kesal dengan adiknya itu."Dek, maafin Runi ya. Jujur, mas bingung gimana cara menghadapinya. Dia terlalu keras kepala dan selalu membuat orang kesal," ucap Yanto dengan kepala tertunduk.Viana menghembuskan nafas dengan kesal. Jika mengikuti kata hatinya saat ini, ingin rasanya dia langsung menyeret Runi ke dapur. Namun, mengingat Runi yang mungkin saja masih merasa lelah karena perjalanan jauh, maka Viana masih

  • Madu Pemberian Ipar    Mulai Bersikap Tegas.

    Runi berdecih seraya menaikkan satu sudut bibirnya, tetapi tak urung dia duduk juga di salah satu kursi lalu mengambil piring dan mulai mengisinya dengan nasi.Antara rendang, sayur sop, tahu tempe bacem dan sambal terasi, Runi terlihat menimbang-nimbang akan mengambil lauk yang mana.Aduh makanan apa nih? Mana bisa aku makan makanan kayak gini. Huh... untung ada rendang, tapi apa rendangnya enak nggak ya? Kayaknya nggak, deh. Mbak Viana mana bisa masak rendang seenak rendang katering langgananku, gumam Runi dalam hati.Akhirnya Runi memutuskan mengambil sepotong rendang lalu bersiap untuk menyuap makanan itu ke dalam mulutnya."Lho, kok menu lainnya nggak dicobain, Run? Cobalah sedikit. Ini enak loh. Abang aja sampai mau nambah lagi," tawar Yanto sambil menyendokkan sambal terasi ke piringnya serta mengambil dua potong tahu serta tempe."Nggak, Bang. Aku cobain ini aja. Soalnya, aku kurang selera dengan makanan lainnya," jawab Runi."Lho, kenapa? Padahal ini enak juga loh. Ayolah, di

  • Madu Pemberian Ipar    Meminta Maaf

    Sementara itu, Yanto yang masih berada dalam kamar tiba – tiba merasa menyesal telah memarahi Viana. Dalam hatinya, dia menyadari bahwa Runi lah yang bersalah dalam hal ini. Oleh karena itu, dia berniat menyusul istrinya untuk minta maaf."Dek, maafin mas atas sikap mas tadi. Mas telah menyakiti hati kamu," ucap Yanto yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang Viana.Viana bergeming. Jujur, untuk saat ini, dia masih malas bertatap muka dengan suaminya itu. Bayang-bayang perdebatan dengan suaminya tadi masih menari-nari di pelupuk matanya.Sakit rasanya mendapat bentakan dari seseorang yang selama ini bersikap lembut kepadanya hanya demi membela adiknya yang menurut Viana tidak pantas dibela.Viana mencoba mengeraskan hati untuk mengabaikan suaminya itu.Akan tetapi, hati kecilnya justru memerintahkan yang sebaliknya. Dalam keadaan demikian, tiba-tiba Viana tersadar bahwa posisi suaminya itu serba salah. Di satu sisi, ada istri yang harus dijaga perasaannya, sedangkan di sisi lain, ada

  • Madu Pemberian Ipar    Perdebatan

    "Ini kamarmu. Sekarang kau beresi barang-barangmu, setelah itu mandilah karena sebentar lagi kita akan makan malam. Kamar mandinya terletak di belakang, bersebelahan dengan dapur. Kalau kau tidak tahu, nanti abang tunjukkan. Abang keluar dulu." Yanto segera berlalu keluar dari kamar itu lalu menuju ke kamarnya untuk menemui Viana."Sialan! Gue harus tidur di kamar jelek ini. Benar-benar keterlaluan tuh, Bang Yanto. Nggak ada perhatian sedikitpun sama adiknya sendiri. Pasti ini semua karena ulah istrinya. Emang dasar ipar songong! Udah berani pula dia menamparku. Awas kamu, Mbak! Suatu saat akan kubalas kamu!" umpat Runi sambil mengepalkan kedua tangannya.Sebenarnya kamar itu cukup bersih dan nyaman untuk ditempati. Akan tetapi, bagi seorang Runi yang selama bersama suaminya selalu hidup mewah, kamar yang demikian sangatlah tidak layak dimatanya.Sambil terus menggerutu, Runi mulai membereskan barang-barangnya dan setelah itu dia segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhn

  • Madu Pemberian Ipar    Tamparan Untuk Runi.

    "Ngapain Mbak melototin aku? Kalau udah miskin ya diakui aja. Salah Mbak juga sih, nggak mau ikut kerja, cuma ngandelin uang suami. Coba kalau Mbak kerja, tentu kalian akan bisa mendapatkan uang yang banyak dan bisa merenovasi rumah ini sehingga aku akan betah tinggal di sini. Lagian kan kalian belum punya anak, jadi nggak masalah kalau Mbak juga ikutan kerja. Tapi emang susah sih, kalau orang dasarnya pemalas. Mana mau dia peduli pada suaminya yang pontang panting cari uang di luar sana!"Plak!Sebuah tamparan hinggap di pipi Runi. Walau tidak terlalu keras, tapi tamparan itu cukup membuat pipinya yang putih itu menjadi agak kemerahan.Runi membelalakkan kedua matanya. Ekspresi kaget bercampur amarah tergambar jelas di wajahnya."Kau!" seru Runi sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah kakak iparnya."Dek!" tegur Yanto yang juga tak kalah kagetnya."Kenapa? Mau marah? Mau protes? Silakan, aku nggak ngelarang. Orang berlidah tajam sepertimu memang pantas ditampar. Tadi kau bilang a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status