LOGINPagi telah datang menjelang. Sang Surya mulai menampakkan diri kendati masih malu-malu. Bau tanah basah akibat tersiram hujan tadi malam menguat menimbulkan aroma khas di indra penciuman setiap orang. Semilir angin yang sejuk diiringi kicauan suara burung yang merdu ikut menambah semarak pagi itu.
Hari itu, Runi berniat untuk jalan-jalan keluar rumah. Setelah dua minggu penuh dia tidak refreshing, membuat dia dilanda kebosanan. Sebelumnya dia telah lebih dulu browsing di internet untuk mengetahui tempat-tempat menarik di sana dan dia telah menentukan kemana dia akan pergi.
Tujuannya adalah shopping di sebuah mall yang cukup terkenal di kota itu. Meskipun mall baru akan buka menjelang siang, tetapi Runi memutuskan berangkat lebih awal karena dia ingin sarapan di luar rumah. Dia sudah bosan akan menu sarapan yang disajikan Viana sehingga dia ingin mencari menu lain di luar yang sesuai dengan seleranya.
Kini dia telah selesai berdandan, berulangkali dia mematut dir
"Hallo, Kak. Tumben ngajakin aku makan siang kali ini. Biasanya Kakak sibuk terus kalau aku ajakin," cetus Runi setengah menyindir ketika pada siang hari itu Feyla mengajaknya ketemuan sekaligus makan siang di restoran langganan Feyla.Feyla yang menyadari bahwa Runi tengah menyindirnya hanya tersenyum masam sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja."Sekarang langsung saja. Aku tidak mau banyak basa-basi. Apa kamu sudah ada rencana untuk mendekatkan aku dan abangmu?" tanya Feyla dengan sorot mata tajamnya yang terarah kepada Runi."Hah? Rencana?" Runi mengerjap – ngerjapkan kedua matanya dengan ekspresi melongo.Melihat itu, Feyla menghembuskan nafas kasarnya."Hhh...sudah kuduga. Kau benar-benar tidak bisa diandalkan, Runi," ucap Feyla dengan wajah yang kian masam.Kini Runi mengerti akan maksud pertanyaan Feyla itu."Ma-maaf, Kak. A-aku belum menemukannya, tapi kakak harus percaya bahwa aku terus berusaha untuk mencari c
"Arrrghh...brengsek! Sialan! Kenapa susah sekali untuk mendapatkanmu, Mas Yanto. Sudah banyak hal yang kulakukan untuk menarik perhatianmu termasuk memberikanmu gaji di luar batas kewajaran, tetapi tidak sedikitpun kau menyadari semuanya itu. Malah dengan bangganya engkau mengajak istrimu itu makan-makan di restoran mewah yang sebenarnya tidak akan pernah bisa kau masuki dengan gajimu yang sebenarnya. Aku bahkan sampai di gosipkan oleh para karyawanku karena perhatianku yang terlalu mencolok padamu. Masih kurang apalagi pengorbananku, Mas? Orang lain saja bisa melihat betapa besar perhatianku padamu, tetapi kau malah tidak merasakannya sama sekali. Apa sebegitu bucinnya engkau pada istrimu itu, hah?!" teriak Feyla sendirian saat berada di dalam kamarnya.Feyla berjalan mondar-mandir di depan ranjangnya dengan tangan terkepal erat dan hati yang dibalut amarah dan cemburu.Kemudian dengan napas tersengal-sengal karena masih diliputi emosi, Feyla terduduk di pinggir ranja
Viana membolakan kedua matanya ketika mendengar nominal yang harus dibayar oleh Yanto.Meskipun sudah menduga sebelumnya, tetapi tak urung Viana menjadi kaget juga mendengarnya."Huss, Mbak! Jangan teriak kayak gitu. Malu kita nanti," tegur Runi dengan berbisik sambil matanya melirik ke arah si pelayan yang masih berdiri di samping meja mereka.Kemudian Runi mengeluarkan sebuah kartu debit dari dalam tas nya. Statusnya dulu sebagai istri Andri yang notabene adalah orang kaya membuatnya mengetahui dan terbiasa dengan hal-hal semacam ini."Saya bayar pakai ini, ya," katanya kepada pelayan itu."Baik, Bu," ucap pelayan itu seraya mengambil kartu yang disodorkan oleh Runi dan menggeseknya pada mesin EDC yang dibawanya kemudian memasukkan nominal yang harus dibayarkan."Silakan PIN nya, Bu."Runi lalu memencet beberapa tombol pada mesin tersebut dan tidak berapa lama kemudian mesin EDC itu mengeluarkan selembar struk bukti transaksi yang s
Akan tetapi, untungnya kekhawatiran itu tidak menjadi kenyataan. Si pelayan tetap bersikap profesional dalam menghadapi sikap Runi tersebut."Oh, kalau begitu silakan ikuti saya, Pak, Bu. Saya akan menunjukkannya pada Anda," jawab pelayan itu dengan tetap memasang senyum ramahnya.Singkat cerita, mereka bertiga kini tampak sedang menikmati makanan yang tersaji di hadapan mereka.Makanan tersebut merupakan rekomendasi dari pelayan restoran tersebut dan memang rasanya tidak mengecewakan."Hmm... lezat sekali makanan ini. Punyamu juga terlihat lezat, Dek. Boleh mas mencicipinya sedikit?" pinta Yanto kala matanya melihat tampilan makanan yang dipilih oleh Viana.Makanan itu begitu menggugah seleranya ditambah lagi dengan ekspresi Viana yang terlihat begitu menikmati makanan tersebut, membuatnya geregetan untuk mencoba."Hadeh, Abang ini norak banget. Kalau suka kan tinggal pesan saja lagi. Uang Abang kan banyak," cetus Runi dengan nada setengah
"Wahhh....Bang, ini kan restoran yang lagi viral itu!" seru Runi dengan suara tertahan saking tak percayanya dia bahwa Yanto akan mengajak mereka makan di sana."Iya, rupanya kamu tau juga ya?" sahut Yanto"Tahu lah, Bang. Kan iklannya sering muncul di medsos dan dari testimoni orang yang pernah makan di sini, mereka kasih bintang lima untuk makanan dan pelayanannya," ujar Runi dengan antusias."Oh ya? Kalau gitu, abang gak salah pilih dong," tukas Yanto sembari tersenyum.Runi mengangguk sambil tersenyum. Dia sudah mengetahui keberadaan restoran ini dari medsos yang sering dipantaunya.Sebenarnya dia dulu pernah mencoba membujuk Feyla untuk mentraktirnya makan di sana, tetapi entah mengapa sekali itu Feyla menolak ajakannya dengan alasan lagi banyak pekerjaan di kantor bahkan Feyla menyarankannya untuk makan sendiri saja di sana.Runi jelas menolak saran Feyla tersebut karena kalau dia makan sendiri di sana berarti dia yang harus mengeluark
"Apa? Sepuluh juta?" Pria paruh baya berkemeja putih dan berdasi hitam itu tampak terkejut mendengar penuturan wanita cantik di hadapannya."Iya, benar sekali Pak Seno. Saya mau karyawan baru yang bernama Yanto itu diberi gaji sebesar sepuluh juta.""Tapi Bu Feyla, itu menyalahi aturan perusahaan. Dia adalah karyawan yang baru satu bulan bekerja. Kalau saya memberikan gaji sebesar itu, bisa – bisa nanti saya dimarahi oleh Pak Indra.""Pak Seno tenang saja, biar saya yang menjelaskan hal ini kepada papa," tukas wanita yang ternyata adalah Feyla.Pak Seno masih terdiam. Terasa berat baginya untuk mengabulkan permintaan Feyla tersebut. Selain karena tidak sesuai dengan peraturan perusahaan, dia juga tidak ingin hal ini kelak akan memancing kecemburuan para karyawan lainnya terlebih lagi bagi karyawan senior yang harus bekerja beberapa tahun dulu baru bisa memperoleh gaji sepuluh juta, berbanding terbalik dengan Yanto yang kelihatan mudah sekali mempero







