Share

02. Syarat Maya

Author: Miss Yune
last update Last Updated: 2024-07-01 06:50:35

"Pernikahan Mas Aris harus dilakukan secara siri!"

Semua orang yang ada dalam ruangan terkejut mendengar persyaratan yang diucapkan Maya. Pasalnya, tidak terpikirkan Maya meminta hal tersebut.

Hani berpikir keras dengan syarat yang diajukan oleh Maya. Bila Wulan hanya dinikahi secara siri, tentu saja sang cucu tidak akan mudah mendapatkan warisan. Walaupun belum ada harta benda yang dimiliki Aris, Hani ingin masa depan cucunya terjamin.

"Tidak bisa seperti itu, Maya. Pernikahan mereka harus sah dan tercatat di negara. Oleh karena itu, Aris meminta izin untuk menikah lagi! Bagaimana nasib cucuku bila Wulan memiliki anak nanti?" ujar Hani.

"Walaupun menikah secara siri, Mas Aris harus meminta izin dariku, Bu. Lagi pula, belum tentu Wulan akan langsung hamil, bukan?" balas Maya yang mulai berani membantah perkatan sang mertua.

Selama ini, Maya selalu diam dan menuruti perkataan Hani. Wanita itu menghormati Hani sebagai ibu dari sang suami, hingga tidak ingin membuat masalah dengan Hani. Akan tetapi, semua itu tidak berpengaruh banyak, Hani tetap menghadirkan madu dalam hidupnya.

"Pasti Wulan akan langsung hamil! Percaya pada Ibu, Wulan memiliki rahim yang subur. Jangan kamu meragukan keyakinan Ibu, Maya. Belum cukupkah kesempatan yang Ibu berikan? Kau sudah berusaha selama lima tahun! Sudah cukup kesabaran Ibu. Jadi, tolong jangan membuat syarat yang memberatkan Wulan nantinya!" pinta Hani.

"Kita lihat saja nanti, Bu. Di setiap pemeriksaan, dokter mengatakan tidak ada masalah dengan rahimku. Memang belum waktunya kami diberikan kesempatan untuk memiliki momongan. Kalau Ibu tidak setuju dengan syarat dariku, maka aku tidak akan pernah mengizinkan Mas Aris untuk menikah lagi!"

"Kamu benar-benar menantu tidak tahu diuntung. Masih bagus aku menerimamu sebagai menantu. Anak yatim piatu sepertimu sungguh beruntung mendapatkan suami seperti Aris!" Perkatan Hani bagai menancapkan pisau di dalam hati Maya.

Statusnya sebagai anak yatim piatu tidak pernah disinggung oleh Hani selama ini. Rupanya, keinginan sang mertua yang sangat besar menyebabkan Hani lupa menahan lisannya.

"Hentikan, Bu. Jangan menyakiti, Maya!" Aris mulai bersuara untuk membela Maya.

Hani kembali terkejut dengan ucapan Aris yang selalu membela Maya. Dia kesal dengan putra satu-satunya yang selalu membela istrinya itu. Wulan yang berada di sampingnya menggenggam tangan Hani untuk menenangkan hatinya.

"Baiklah, tidak apa-apa bila Mbak Maya ingin pernikahanku dengan Mas Aris hanya dilakukan secara siri. Pernikahan siri juga merupakan pernikahan yang sah. Akan tetapi, aku juga memiliki syarat untuk Mas Aris bila tetap ingin menikahiku sesuai permintaan Ibu," ujar Wulan.

Maya baru menyadari satu hal, Wulan sudah memanggil sang mertua dengan sebutan Ibu. Kedekatan Wulan dan Hani sedikit mengkhawatirkan. Maya takut nantinya sang suami akan bertindak tidak adil pada dirinya.

"Apa syarat yang kau inginkan, Wulan?" tanya Aris.

"Aku ingin pernikahan kita diadakan secara meriah. Kalau perlu diadakan di hotel, walaupun menikah secara siri. Semua orang harus tahu kalau aku adalah istri keduamu," jawab Wulan.

Tangan Maya mengepal mendengar ucapan Wulan. Pernikahannya dengan Aris dahulu dilakukan dengan sangat sederhana. Aris dan Hani beralasan mereka tidak memiliki cukup uang untuk membantu mengadakan resepsi.

"Kamu tenang saja, Wulan. Hal itu sudah Ibu bicarakan dengan ibumu. Pesta pernikahan kalian tentu harus diadakan secara meriah. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut!" balas Hani dengan penuh keyakinan.

Hati Maya berdenyut mendengar ucapan sang mertua. Hani dengan mudah mengabulkan permintaan Wulan. Padahal, kondisi keuangan Aris belum cukup stabil. Tabungan yang mereka miliki sudah dipakai untuk program hamil. Itu pun merogoh tabungan pribadi Maya.

"Terima kasih, Bu. Meskipun hanya dinikahi siri, aku ingin mengadakan resepsi yang meriah agar tidak ada yang meremehkanku sebagai istri kedua." Wulan tersenyum pada Hani.

"Jadi, kapan Ibu dan Mas Aris akan melamarku?" tanya Wulan memandang malu ke arah Aris.

"Secepatnya kami akan datang ke rumahmu untuk melamar. Ibu tidak sabar kamu menjadi menantu di rumah ini," jawab Ibu.

Maya tidak dapat lagi membantah keinginan Hani. Syarat yang dia inginkan sudah diterima oleh Wulan. Dia harus menerima nasibnya di poligami oleh Aris.

Setelah berbincang sebentar, Wulan berpamitan dari rumah. Maya masih bersikap tak acuh pada calon madunya itu.

"Aku harap kita bisa akur dalam melayani Mas Aris, ya Mbak," ujar Wulan ketika berpamitan pada Maya.

"Hmm..." Hanya itu yang keluar dari bibir Maya.

Hani mengantarkan Wulan ke depan gerbang, berbeda dengan Maya yang kini memegang dadanya. Sakit sekali rasanya. Aris yang duduk di sampingnya menggenggam tangannya erat.

"Maafkan aku, Maya. Aku berjanji akan bersikap adil padamu. Tak akan pernah aku melupakan semua pengorbananmu dalam mendampingiku," ucap Aris.

"Tidak akan ada suami yang berpoligami berlaku adil, Mas. Belum menjadi istrimu saja, kau sudah melihat Wulan dengan penuh minat," balas Maya.

Sepanjang Wulan berada di ruang yang sama dengan mereka, Aris memang menatapnya dengan tertarik. Penampilan Wulan bukan seperti Maya yang tertutup dengan hijab. Rambut panjangnya tergerai dengan indah.

"Aku memang bukan nabi, tapi aku akan mencoba untuk adil. Percayalah padaku, Maya. Ini aku lakukan sebagai bukti baktiku pada Ibu. Beliau sangat menginginkan kehadiran seorang anak!" Aris meminta Maya mengerti kondisi yang dialaminya.

"Betul itu. Aris harus berbakti pada Ibu, kamu tidak boleh menghalanginya, Maya! Jadilah menantu yang baik!" sahut Hani sambil masuk ke dalam rumah.

"Aku tidak pernah menghalangi Mas Aris untuk berbakti pada Ibu. Bahkan, aku diam saat Mas Aris memberikan jatah bulanan lebih pada Ibu. Apakah harus dengan menerima poligami ini baru aku bisa dikatakan menantu yang baik?"

Jatah bulanan yang diberikan pada Hani memang lebih besar dibandingkan Maya. Hani beralasan Maya belum memiliki anak, maka tidak memerlukan biaya yang besar untuk keperluan rumah tangga.

"Kamu sudah menerima Wulan sebagai madumu. Syarat yang kau inginkan sudah diterima oleh Wulan. Jadi, jangan kembali mengungkit tentang hal ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, Aris akan menikah dengan Wulan!" tegas Hani.

Ingin sekali Maya membantah perkataan Hani. Namun, yang dikatakan mertuanya itu benar. Secara tidak langsung dia telah menyetujui Aris menikah lagi.

"Sekarang, ada hal yang lebih penting dari pada terus membicarakan itu, Maya. Ibu ingin meminta sesuatu padamu," ucap Hani dengan wajah memelas.

"Apa itu, Ibu?" tanya Wulan

"Ibu minta kau menjual sawah peninggalan kedua orang tuamu di kampung untuk biaya pernikahan Aris dan Wulan. Kamu sendiri tahu kalau Ibu tidak memiliki harta lain selain rumah yang kita tempati ini. Jadi, Ibu mohon agar kamu menjual sawah tersebut," jawab Hani.

Netra Maya melebar mendengar ucapan Hani. Betapa tega sang mertua ingin Maya membiayai pernikahan kedua suaminya.

"Maksud ibu? Aku membiayai pernikahan Mas Aris?" balas Maya dengan mengepalkan tangan menahan emosi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Pilihan Mertua    74. Kebahagiaan

    "Jadi, Maya hamil?"Suara Hani bergema di ruang tamu yang sepi. Aris duduk di kursi, pandangannya lurus ke depan, namun hatinya seolah terguncang oleh kabar yang baru saja dia dengar. Dia tak bisa mempercayai bahwa Maya—wanita yang pernah ia cintai dan gagal dia pertahankan—sekarang sedang mengandung anak dari Gilang."Iya, Bu. Maya akan punya anak," Aris menjawab lirih, menundukkan kepalanya.Hani yang duduk di sampingnya terdiam sesaat, mencoba memahami perasaan anaknya. Ia tahu, kabar ini bukan hal yang mudah diterima oleh Aris. Bagaimanapun, meski mereka telah lama berpisah, Maya masih meninggalkan jejak yang mendalam di hati Aris. Kini, kenyataan bahwa Maya akan menjadi ibu dari anak pria lain mungkin terasa seperti pukulan telak bagi Aris."Aris," kata Hani lembut, "kamu harus kuat. Kita sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Maya sudah memilih jalan hidupnya, dan kita harus menghormatinya. Apapun yang terjadi, hidupmu harus terus berjalan."Aris mengangguk pelan, meskipun di dalam

  • Madu Pilihan Mertua    73. Kejutan di Awal Kebahagian

    Pagi itu, udara terasa hangat dan tenang di rumah Gilang dan Nissa. Maya sedang sibuk di dapur, menyiapkan sarapan. Suara pisau yang bergerak cepat di atas talenan mengiringi aktivitas paginya. Dia tersenyum sambil memikirkan hari-harinya bersama Gilang, terutama bulan madu mereka yang penuh kebahagiaan dan tawa. Gilang, dengan segala cinta dan perhatian, selalu membuat Maya merasa seperti wanita paling beruntung di dunia.Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu perubahan besar yang Gilang inginkan. Suatu malam setelah mereka kembali dari bulan madu, di atas ranjang mereka yang nyaman, Gilang memeluk Maya erat dan berbisik, “Sayang, aku ingin kamu berhenti bekerja. Aku ingin kamu lebih fokus pada kita, keluarga yang akan kita bangun.”Maya tertegun sesaat, menatap Gilang. "Apa kamu benar-benar menginginkannya, Gilang?"“Iya,” jawab Gilang dengan penuh keyakinan. “Aku ingin kamu tidak perlu lagi pusing dengan pekerjaan. Biarkan aku yang menafkahi kita. Kamu bisa beristirahat dan meni

  • Madu Pilihan Mertua    72. Hari Bahagia

    Sebulan kemudian, persiapan pernikahan berjalan dengan cepat. Maya dan Gilang sudah tidak sabar untuk menghalalkan hubungan mereka. Gilang memastikan segala sesuatu tertangani dengan baik, dari dekorasi hingga undangan. Ia ingin hari pernikahannya menjadi momen terbaik dalam hidup mereka.Maya sendiri sibuk dengan persiapan pribadi, memilih gaun dan merencanakan acara bersama sahabat-sahabatnya, termasuk Putri yang selalu setia mendampinginya. Dalam hati, Maya merasa bahagia, meskipun ada rasa takut yang kadang muncul. Bagaimana jika pernikahan ini tidak berjalan sesuai harapan? Bagaimana jika masa lalunya kembali menghantui?Namun, setiap kali rasa khawatir itu muncul, Gilang selalu ada untuk menenangkannya. “Percayalah, Maya. Kita akan bahagia. Ini adalah awal baru untuk kita.”Hari pernikahan semakin dekat, dan semua orang sibuk dengan persiapan. Maya sering kali tenggelam dalam tumpukan pekerjaan, baik di kantor maupun dalam persiapan acara, tetapi itu membuatnya merasa lebih tena

  • Madu Pilihan Mertua    71. Mendapat Restu

    Matahari bersinar cerah ketika Maya tiba di rumah Nissa, perasaan gugup menghiasi langkahnya. Meski hubungan mereka sudah lebih baik, tetap saja, restu dari calon mertuanya adalah langkah besar yang harus ia lewati. Gilang, yang berjalan di sampingnya, meraih tangan Maya dengan lembut, seolah memberikan kekuatan. “Tenang saja, Maya,” bisik Gilang seraya tersenyum. “Ibu pasti akan merestui kita. Aku yakin.” Maya mengangguk perlahan, meskipun kegelisahan itu masih ada. Dia tahu, restu dari Nissa adalah kunci utama untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam hubungannya dengan Gilang. Restu yang selama ini belum sepenuhnya ia dapatkan. Ketika mereka masuk, Nissa sudah menunggu di ruang tamu. Senyuman ramah terulas di wajahnya, namun Maya tetap bisa merasakan ketegangan. Ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka. Nissa memang lebih bersikap terbuka belakangan ini, tetapi masalah masa lalu Maya sebagai seorang janda masih menyisakan sedikit kekhawatiran dalam benak ibu Gilang. “Du

  • Madu Pilihan Mertua    70. Berharap Restu

    "Ibu akan memberitahukannya setelah waktunya tepat" ucap Nissa.Nissa meminta Maya dan Gilang untuk bersabar. Dia harus meyakinkan dirinya sendiri untuk menerima Maya. Oleh karena itu, Nissa masih meminta waktu untuk berpikir tentang restu untuk Maya dan Gilang. Akhirnya, Maya dan Gilang mencoba untuk bersabar. Hingga ada seseorang yang kembali mengusik ketenangan Maya.Langit senja terlihat suram ketika Aris berdiri di depan pintu kontrakan Maya. Dengan napas tertahan, dia menekan bel pintu, berharap Maya akan menerimanya kembali. Meski banyak hal yang telah terjadi, Aris masih merasa ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalu. Dia tahu betul hubungannya dengan Wulan berakhir tragis, dan kini, pikirannya kembali teringat pada Maya—wanita yang pernah dia cintai dan biarkan pergi. Pintu terbuka perlahan, dan Maya berdiri di sana, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Aris?" tanyanya, suaranya terdengar datar, meski matanya menunjukkan sedikit keraguan. Aris m

  • Madu Pilihan Mertua    69. Keputusan Nissa

    Wulan duduk di atas ranjang rumah sakit, matanya kosong menatap keluar jendela. Hujan deras mengguyur kota, seolah mencerminkan kekosongan di dalam hatinya. Tidak ada lagi yang tersisa. Kandungannya yang dulu menjadi harapan kini telah tiada. Semua telah lenyap, meninggalkannya dalam kehampaan yang menyakitkan.Pintu kamar perlahan terbuka. Pandu melangkah masuk, wajahnya tampak tegang dan penuh dengan penyesalan. Wulan menoleh pelan, tatapannya bertemu dengan mata Pandu yang muram."Pandu..." suaranya bergetar, nyaris tidak terdengar.Pandu mendekat, berdiri di sisi ranjang, namun ia tidak segera bicara. Hanya keheningan yang terjalin di antara mereka. Tatapan penuh luka di mata Wulan membuat dada Pandu terasa sesak."Aku tidak tahu harus berkata apa," Pandu akhirnya memecah kesunyian, suaranya rendah dan berat. "Aku... sangat menyesal."Wulan menundukkan kepala, mencoba menahan tangis yang sudah tak terhitung jumlahnya. "Kita semua melakukan kesalahan, Pandu," katanya lirih. "Aku ta

  • Madu Pilihan Mertua    68. Kehilangan Terbesar

    Wulan duduk terpaku di ranjang rumah sakit, tangannya memeluk erat perutnya yang kosong. Air matanya mengalir deras, seolah tidak pernah akan berhenti. Di dalam tubuhnya, bayi yang selama enam bulan ia kandung kini tidak lagi bernyawa. Tidak ada lagi denyut kehidupan yang dulu selalu ia rasakan setiap hari.Seorang perawat masuk ke kamar dan memberikan kabar yang sudah ia tahu sejak tadi, namun masih terlalu menyakitkan untuk didengar lagi. “Maaf, Bu Wulan... Kami sudah berusaha, tapi bayinya tidak bisa diselamatkan. Kondisinya terlalu lemah setelah pendarahan hebat tadi.”Wulan hanya mengangguk lemah, tidak ada tenaga untuk berkata apa-apa. Hatinya hancur, lebih dari yang pernah ia bayangkan. Bayangan masa depan bersama anaknya, yang ia yakini bisa menjadi harapan satu-satunya di tengah kekacauan hidupnya, kini lenyap seketika.Tidak lama setelah perawat keluar, kedua orang tuanya, Sari dan Arif, datang dengan wajah tegang. Sari langsung menghampiri Wulan dan menatap putrinya dengan

  • Madu Pilihan Mertua    67. Titik Penghabisan

    "Sudah cukup, Wulan!" Aris berdiri tegak di hadapan istrinya, wajahnya memerah karena amarah yang selama ini dipendam. Dia tidak bisa lagi menahan kemarahan setelah semua yang terjadi. "Aku tidak mau mendengar alasan apa pun lagi. Kamu harus pergi dari rumah ini sekarang juga."Wulan terdiam, tak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut Aris. Mata gelapnya membelalak, hatinya berdegup kencang. "Aris... kamu tidak serius, kan?"Aris menggelengkan kepalanya. "Aku sangat serius. Kamu pikir aku tidak tahu? Kamu pikir aku bodoh tidak menyadari semua kebohonganmu? Aku sudah cukup bersabar, tapi tidak ada yang tersisa lagi. Aku menceraikanmu, Wulan. Sekarang!"Wulan tersentak mendengar kata-kata tajam itu. Bibirnya bergetar, air mata mulai menetes dari sudut matanya. "Aris, jangan... Kumohon... Jangan lakukan ini." Suaranya penuh dengan kepanikan."Aku sudah katakan, ini sudah selesai." Aris menatap Wulan dengan dingin. "Kita hanya menikah secara siri, dan aku tidak ingin melanjutkan hubung

  • Madu Pilihan Mertua    66. Akhir dari Sebuah Kebohongan

    Aris duduk di ruang tamu dengan wajah tegang. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna kejadian yang baru saja ia ketahui. Ponsel Wulan yang selalu berdering di tengah malam, telepon dari Pandu yang disembunyikan, dan semua tanda-tanda yang ia abaikan selama ini. Semua mulai masuk akal sekarang.Wulan duduk di sofa seberang, wajahnya pucat pasi. Dia tahu saat ini adalah akhir dari kebohongannya, tapi dia tetap mencoba bertahan.“Aku tidak bisa lagi menutup mata, Wulan,” kata Aris dingin, nadanya penuh kepahitan. “Sudah cukup. Aku sudah tahu semuanya.”Wulan memandang Aris dengan mata berair, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Semua kebohongan dan sandiwara yang dia jalani selama ini runtuh dengan cepat. Dia mencoba mencari cara untuk membela diri, tetapi tak ada lagi yang bisa disangkal.“Pandu adalah ayah dari anak yang kamu kandung, kan?” Aris akhirnya menembak dengan pertanyaan langsung. Suaranya begitu tajam, membuat Wulan menunduk tanpa bisa berkata-kata.“K

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status