Beranda / Rumah Tangga / MADU YANG BERACUN / Bab 1 | Permintaan Pahit

Share

MADU YANG BERACUN
MADU YANG BERACUN
Penulis: Dara Kirana

Bab 1 | Permintaan Pahit

Penulis: Dara Kirana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-29 15:08:32

"A-apa?" Embun tergagap disertai bulir bening yang lolos begitu saja dari sudut mata. Hatinya pedih tak tertahankan setelah mendengar permintaan sang suami.

Embun segera menarik tangannya dari genggaman Lintang. Akankah kisah lama terulang kembali? Embunn pikir bahagia sudah seutuhnya menjadi miliknya. Namun, ternyata hanya singgah sesaat sebelum pergi dan meninggalkan luka.

"Dari dulu sudah kukatakan kalau aku ini tidak sempurna, tapi Mas tetap yakin ingin menikahiku dengan menjanjikan kebahagiaan. Sekarang apa? Mas ingkari itu." Dada Embun sesak mengingat setahun yang lalu betapa Lintang berusaha keras meyakinkan dirinya untuk menjadi pendamping hidup lelaki itu.

"Maafkan aku, Embun. Tidak ada sedikitpun niatku menyakitimu." Lintang tertunduk, tidak memiliki kekuatan menatap sepasang manik basah sang istri. Jujur hatinya juga terluka melihat orang yang sangat dicintainya terluka, terlebih dirinya penyebabnya.

"Tapi kamu sudah menyakitiku, Mas! Kamu sudah tahu segalanya tentang hidupku, bahkan seluruh hatiku sudah kuserahkan seutuhnya untukmu karena aku percaya kamu tidak akan menyakitiku seperti yang mantanku lakukan," ucap Embun disertai derai air mata yang mengalir deras. Embun menangis tersedu-sedu karena kenyataan pahit kembali datang.

"Embun … aku sangat mencintaimu. Aku tulus menerima kamu apa adanya, tapi aku terpaksa harus melakukan ini. Maafkan aku, Embun." Lintang meraih tangan Embun dan menggenggamnya, mata laki-laki itu berkaca-kaca.

"Kalau Mas mencintaiku kenapa Mas tega melakukan itu? Mas pasti tau aku akan terluka, tapi Mas tetap melakukannya!" Embun Menarik tangan dari genggaman Lintang, rasanya genggaman itu semakin meremukkan jantungnya.

"Maafkan aku, Embun. Maafkanlah aku." Suara Lintang bergetar sambil berusaha meraih tangan Embun. Namun, Embun menepisnya.

"Tolong mengertilah, Embun. Andai aku bukan anak tunggal keluarga Svarga, tentu aku tidak akan melakukan ini. Orang tuaku sangat menginginkan keturunan dari darah dagingnya sendiri, siapa lagi kalau bukan aku." Kali ini Lintang bersimpuh di kaki Embun.

"Baik, aku mengerti." Embun menyeka air mata dan menekan sesak di dada.

"Menikahlah dengan wanita yang bisa melahirkan keturunan untukmu dan ceraikan aku!" lanjut Embun datar. Kalimat itu bagai sebuah pedang yang menancap di jantung Lintang. Lelaki itu tidak ingin berpisah dari Embun apapun keadaannya.

"Tidak, Embun. Aku tidak akan menceraikan kamu, aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa kehilangan kamu."

"Apa Maksudmu, Mas? Mas ingin menikah lagi, tapi tidak mau menceraikan aku? Mas pikir aku mau berbagi dengan istri barumu?" Embun menatap Tajam Lintang yang masih bersimpuh.

"Tolong mengertilah Embun, aku tidak bisa kehilangan kamu. Aku janji akan berlaku adil."

"Aku tidak yakin Mas bisa menepati janji. Aku lelah jika harus tertipu lagi. Cukup dua lelaki saja sudah menghancurkan aku, Mas dan Eros. Aku memang tidak sempurna dan tidak pantas untuk lelaki manapun, seharusnya aku sadar diri sejak awal. Pergilah, biarkan aku sendiri." Setelah berkata demikian Embun segera berlari menuju kamar, tentu saja Lintang tidak tinggal Diam, lelaki itu mengejar lalu memeluk Embun.

"Lepaskan aku!" Embun memberontak. Lintang bergeming dan semakin mempererat pelukannya. Embun terus memberontak, meski tidak bisa terlepas, pelukan itu kini tidak lagi memberikan kenyamanan.

"Lepas!"

"Tidak, Embun. Aku mencintaimu!"

"Bohong!" Tangis Embun kembali deras, rasanya sangat sakit berada dalam dekapan sang suami.

Detik berikutnya Lintang menjatuhkan tubuh Embun di atas tempat tidur dan siap melakukan kewajibannya untuk meluluhkan wanita itu. Namun, kali ini Embun menolak keras. Embun benci jika Lintang harus menyentuhnya saat itu juga, dia baru saja terluka.

"Percuma kita melakukan itu, aku tidak akan pernah hamil!" pekik Embun lalu berlari ke dalam kamar mandi untuk menghindari Lintang. Lelaki itu menggedor-gedor pintu kamar mandi dan memanggil nama sang istri.

"Embun, buka please!"

"Embun, Sayang. Aku ini suami kamu, wajar aku ingin melakukannya karena aku mencintaimu."

"Embun, Sayang buka pintunya, plis." Lintang frustasi karena Embun tidak kunjung membukakan pintu.

Di dalam kamar mandi Embun menutup kedua telinga meredam suara Lintang yang menjijikkan. Setelah suara yang memekakkan itu tidak terdengar lagi, Embun berdiri di depan cermin menatap pantulan diri yang menyedihkan. Cermin itu seolah menertawakan dirinya, kemudian Embun berlari ke bawah shower dan membiarkan air dingin mengguyur tubuh.

Ingatannya melayang ke waktu empat tahun yang lalu, tepat di hari anniversary pernikahan yang kelima tahun, Eros mengutarakan ingin bercerai darinya.

Bagai petir yang menyambar di siang bolong. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba sebuah kepahitan datang menyambar, meluluh lantahkan hidupnya dan sekarang terulang kembali. Hari ini tepat satu tahun pernikahannya dengan Lintang lelaki itu meminta izin menikah lagi.

Alasannya sama karena Embun tidak bisa memberikan keturunan. Sakit! Sebuah kenyataan menyakitkan yang tidak ingin Embun terima, tetapi tidak bisa menolak juga.

Bukan kejutan manis nan romantis yang Embun dapatkan di anniversary pernikahan mereka, melainkan sebuah kejutan pahit yang menyakitkan.

Dua lelaki telah memberikan kejutan yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup. Sebuah kado luka yang dibungkus indah dengan manisnya janji. Berhasil membuat Embun terbang melayang di atas awan dan akhirnya dihempaskan ke dasar jurang.

Embun menangis tersedu-sedu, membiarkan air mata mengalir bersama derasnya air shower, dinginnya air tidak lagi dipedulikan. Tubuh Embun meluruh ke lantai. Embun merasa menjadi wanita paling bodoh karena merasa tertipu untuk kedua kalinya.

"Argh!" pekik Embun tanpa suara.

Lintang bersandar di kepala ranjang menunggu Embun keluar dari kamar mandi, dalam hati lelaki itu merasa sangat bersalah. Dia sendiri sakit akan keputusan itu. Namun, mau bagaimana lagi? Dia tidak punya saudara yang akan memberikan penerus keluarga Svarga.

Kalau boleh Lintang menolak permintaan orang tuanya, tetapi ketika dia mengatakan penolakan sang ayah justru drop dan masuk rumah sakit. Lelaki tua yang sakit-sakitan itu sangat ingin menimang cucu dari darah dagingnya sendiri sebelum beliau tutup usia.

Lintang dihadapkan dua pilihan yang sulit, Rasanya kepala dan dadanya mau meledak. Namun, demikian orang tua Lintang tidak memaksa haru menceraikan Embun, mereka membebaskan Lintang mau mempertahankan atau melepaskan. Mata Lintang tidak lepas dari pintu kamar mandi yang tertutup, lelaki itu setia menunggu sang istri.

"Aku tidak bisa membayangkan kalau kamu pergi dari hidup aku, Embun. Aku sangat menyayangimu. Aku tidak peduli sama kekurangan kamu, tapi aku juga menyayangi orang tuaku," gumam Lintang.

"Maafkan aku, Embun. Semoga kamu mengerti dan mau menerima. Aku juga sakit dengan keputusan ini," tambahnya.

Sudah satu jam lebih Embun tidak kunjung keluar dari kamar mandi, Lintang khawatir dan kembali menggedor-gedor pintu kamar mandi. Namun, tidak ada jawaban hanya terdengar suara gemericik air.

"Embun!"

"Embun, kamu tidak apa-apa sayang?"

"Embun, dengar aku? Buka pintunya, please!"

Tanpa menunggu lagi, Lintang segera mendobrak pintu kamar mandi itu. Beberapa kali dobrakan barulah Pintu tersebut terbuka, mata Lintang membelalak melihat Embun menggigil di bawah guyuran air.

"Embun!" Lintang Berlari menghampiri Embun dan mematikan shower.

"Tidak usah pedulikan aku, Mas!" sentak Embun ketika Lintang mengulurkan tangan hendak membantunya berdiri.

"Nanti kamu sakit," ucap Lintang tulus. Dia benar-benar khawatir dengan sang istri.

"Jika sakit pun tidak ada apa-apanya dibanding sakit di hatiku, Mas! Kalau bisa Tuhan ambil saja nyawaku malam ini agar aku tidak terus-terusan merasa kecewa," ucap Embun sambil tersedu-sedan.

"Embun …."

"Dengan begitu Mas bisa berbahagia dengan istri baru dan anak-anak kalian nanti. Lupakan saja aku yang tidak berguna ini!" tambah Embun.

"Jangan bicara seperti itu, Embun. Aku akan tetap menyayangimu, meskipun nanti aku punya istri lagi tetap kamulah ratu di hatiku. Kamu tidak akan terganti."

Embun menggeleng, dia tidak percaya akan ucapan Lintang. Bagaimana bisa dirinya tidak tergantikan, sementara sekarang saja posisinya sudah terancam. Itu hanya omong kosong.

Janji yang dulu saja Lintang ingkari, lalu bagaimana nanti jika sudah mempunyai anak dari istri barunya, bukan tidak mungkin lama-kelamaan Embun hanya akan menjadi istri pajangan karena dirinya bukan lagi yang utama.

"Jangan menjanjikan madu, Mas. Jika nantinya racun yang aku terima."

Bersambung ….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MADU YANG BERACUN   Bab 65 | Permintaan Jenar

    Malam semakin larut, semua penghuni rumah sudah terlelap. Namun, tidak dengan Jenar. Dia tidak bisa tidur karena terus memikirkan masalah-masalah yang kini menghimpit hidupnya. Jenar meremas kuat ujung selimut. Perasaan cemas, takut dan bayangan-bayangan buruk berputar di kepala membuatnya sangat tidak tenang. Di kamar yang sunyi dan tenang itu, isi kepala Jenar begitu berisik. “Ya, Tuhan. Tolong berikan aku jalan agar aku bisa menyelesaikan masalah ini,” kata Jenar dalam hati dengan penuh harap.“Aku tahu aku pernah salah, Tuhan, tapi kali ini tolonglah aku. Maafkan kesalahan yang pernah kulakukan. Aku mohon kali ini tolong aku.” Jenar memohon dalam hati. Matanya terpejam. Kepalanya sudah panas berpikir namun tak kunjung menemukan jalan.“Apa aku harus bekerja agar dapat uang?” Jenar bertanya pada dirinya sendiri karena sebuah ide muncul di kepala. “Tapi … apakah Mas Eros akan mengizinkan?” Dia ragu, mengingat Eros hanya ingin Jenar di rumah, mengurus suami dan anak saja. Semangatn

  • MADU YANG BERACUN   Bab 64 | Langit Malam yang Indah

    Lintang berdiri di balkon kamar, memandangi gemerlap bintang di langit yang terlihat indah malam ini. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah membuat perasaannya tenang.“Aku bersyukur sekali, akhirnya Embun sadar. Meskipun harus membiarkannya sendiri dulu saat ini, tapi itu bukanlah suatu hal yang buruk. Nanti juga aku akan bisa memeluknya seperti dulu. Lebih tepatnya memeluk kedua istriku.” gumam Lintang sembari mendongak, matanya tak lepas dari keindahan langit. “Aku tidak harus kecewa dengan keputusannya, ini hanya sementara,” tambahnya merasakan sedikit kekecewaan. Kepalanya menunduk.“Aku tahu, kau tidak sekejam itu. Kau hanya kecewa di awalnya saja. Aku tidak salah mempertahankanmu karena akhirnya hatimu luluh juga.” Bibir Lintang melengkung membentuk sebuah senyuman. Pandangannya lurus ke depan seolah Embun berada di sana. “Aku berhasil,” lanjutnya bangga. “Kalau sudah begini, nanti aku tidak akan susah lagi membujuknya agar mau melakukan sidang.” Bibir itu tersenyum semakin lebar.

  • MADU YANG BERACUN   Bab 63 | Mertua Datang

    “Oh, ya, Jenar. Mulai hari ini Mama mau tinggal di sini, tinggal sama kalian dan cucu-cucu Mama yang lucu,” kata Bu Riana membuat Jenar semakin terkejut.“Ke-kenapa begitu, Ma? Bagaimana dengan Eris?” Jenar gugup, tapi tetap berusaha agar ekspresi wajahnya biasa saja. “Eriska Minggu depan mau ke Malaysia, dia dipindah tugas ke sana. Mama tidak mau di rumah sendirian, sepi, tidak ada teman ngobrol. Setelah Mama pikir lebih baik Mama tinggal sama kalian,” jelas Bu Riana. Jenar menghela napas kasar tanpa sepengetahuan mertuanya, seketika beban di pundaknya terasa bertambah.Jenar jadi kesal terhadap wanita paruh baya itu. Bukan tidak ingin wanita itu tinggal di rumahnya, tetapi saat ini dia tidak ingin ada lebih banyak orang di rumah. Ia takut rahasianya terbongkar. “Wanita tua ini hanya akan menambah masalahku saja!” umpatnya dalam hati.Di lubuk hati yang paling dalam, sungguh Jenar tidak ingin satu atap dengan mertua. Terlebih dari rumor yang dia dengar jika mertua sering menjadi b

  • MADU YANG BERACUN   Bab 62 | Biarkan Aku Sendiri Dulu

    Matahari bersinar hangat menyambut hari yang istimewa. Di sepanjang trotoar, balon warna-warni menari tertiup angin, dan spanduk bertuliskan “Grand Opening Embun’s Cake - from oven to heart” terpampang di depan toko yang baru dibuka.Aroma harum kue panggang tercium dari balik etalase kaca. Barisan pengunjung mulai mengular, penasaran mencicipi aneka kue spesial yang menggoda selera. Dari brownies lembut, cheese tart creamy, hingga kue lapis legit khas racikan rumahan.Di dalam toko, nuansa hijau pastel berpadu dengan dekorasi bunga segar dan senyum ramah para staf. Musik lembut mengiringi langkah pengunjung yang masuk satu per satu, disambut dengan welcome drink dan potongan kue tester.Embun, dengan wajah penuh haru dan bangga, berdiri di tengah keramaian. Setelah kata sambutan singkat dan doa bersama, pita di depan pintu dipotong. Tepuk tangan pun bergema, menandai toko Embun’s Cake resmi dibuka.Lintang lewat di depan toko kue Embun dan melihat keramaian itu. Dia sedikit heran dan

  • MADU YANG BERACUN   Bab 61 | Pagi yang Menegangkan

    Bel rumah Jenar berbunyi, wanita yang tengah menemani anak-anaknya bermain di ruang depan langsung berdiri.“Pasti ada yang ketinggalan lagi,” gumam Jenar menuju pintu dan mengira itu suaminya.“Ya, ada apa ….” Ucapan Jenar menggantung ketika mendapati dua lelaki berseragam cokelat. Rasanya dia ingin menutup pintu kembali.“Selamat pagi, Maaf mengganggu, apakah Anda Ibu Jenar Zaira Wijaya?” tanya salah satu polisi.“I-iya, benar, Pak. Ada apa, ya?” jawab Jenar ragu. Dia bingung dan merasa sedikit takut. “Kami dari kepolisian sektor kota. Kami datang untuk menyampaikannya surat perintah penangkapan atas nama Anda, terkait penyelidikan atas dugaan keterlibatan Anda dalam kasus kecelakaan berencana sembilan tahun yang lalu,” lanjut rekan sang polisi.Duar! Bagai disambar petir, tiba-tiba rahasianya terbongkar dan entah siapa yang telah melaporkannya. Matanya melotot, jantungnya berdegup cepat. Jenar sangat ketakutan dan segala pikiran buruk muncul di kepala.“Apa? Saya … saya tidak men

  • MADU YANG BERACUN   Bab 60 | Wanita Pengganggu

    Mendengar suara orang yang ditunggu-tunggu, Jenar dan Jasmine berdiri dari duduknya. Keduanya tersenyum sinis dengan tatapan mengejek. “Halo Mba? Aku kemari hanya ingin tahu bagaimana kabarmu,” kata Jasmine manis lalu menatap Jenar sekilas dengan senyum penuh arti. Embun berdecih mendengar kata-kata Jasmine. Terdengar manis seperti madu namun sebenarnya mengandung racun. “Kabarku baik-baik saja seperti yang kau lihat.” Embun melipat tangannya di dada. “Oh, um … seperti itu, ya? Kau yakin? Kau tidak berbohong? Aku sedikit khawatir padamu?” Jasmine tertawa dalam hati. “Seperti yang kau lihat,” sahut Embun, “sekarang kau sudah tahu kabarku, jadi silakan pulang!” Jasmine geram mendengar Embun mengusirnya. Tangan di samping tubuhnya terkepal dengan mata menatap nyalang. “Mengapa kau mengusir kami? Ini juga rumah adikku. Dia juga istrinya Lintang dan kau selalu harus ingat itu!” ketus Jenar. “Ya benar, aku juga istrinya Mas Lintang dan sebentar lagi kami akan memiliki anak. Jadi, aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status