Seorang wanita sedang sibuk mempersiapkan sebuah pesta, dia sibuk menjelaskan kepada panitia seperti apa pesta anniversarynya nanti.
Wanita berkulit putih, berambut Curly dengan senyum di wajahnya yang selalu merekah. Tertulis besar wedding anniversary 10th untuk Rendra dan Tari.
"Baik, Bu. Kami akan memenuhi semua keinginan ibu di hari spesial ibu dan pak Rendra," ucap seorang pegawai WO.
"Oke, aku harap begitu, dan semoga Mas Rendra menyukai kejutan kecilku ini," jawab Tari sembari tersenyum bahagia.
Aku sengaja memesan hotel bintang lima untuk acara peringatan pernikahan kami yang ke 10 tahun.
Walau sudah memesan WO untuk acaranya, tetapi Aku tetap ikut sibuk untuk ikut menyiapkan pestanya, karena Aku begitu mencintai suamiku.
Ketika sedang sibuk membantu persiapan pesta, Aku di kejutkan dengan kehadiran seorang lelaki yang tiba-tiba berada di depan Tari. Lelaki kekar dan dan berkumis itu memegang tanganku dengan kasar.
"Ikut denganku, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu," tanpa persetujuan dari dariku, Ferdi menarik paksa diriku ke sebuah tempat yang jauh dari kerumunan orang.
"Lepas, kenapa kamu menarikku seperti ini, Ferdi!" gertak Tari.
Setelah beberapa saat Ferdi menarik paksa diriku, akhirnya Akupun dilepaskan, dia dengan wajah serius menatapku.
"Tari, Aku tahu jika suamimu telah menikah siri dengan Sinta mantan istriku!" tanpa basa basi Ferdi langsung ke inti pembicaraan.
Dengan wajah tak percaya dengan apa yang ku dengar, Aku tersenyum mencemooh sembari memegang kening.
"Apa-apaan ini ,Fer? Kamu mau memfitnah suamiku dan sahabatku? Aku tahu kamu itu orang seperti apa!"
"Kali ini percaya padaku, Tar. Sinta yang berpura-pura lembut hanya playing victim saja, dia orang tidak tahu malu dan...,"
"CUKUP... aku tidak mau mendengar omong kosongmu lagi, aku tahu orang seperti apa kamu jangan coba-coba menghasutku!" Belum sempat Ferdi melanjutkan kalimatnya Aku sudah menyela, sembari menunjukkan telunjuk ke arah Ferdi.
"Aku memang orang buruk , Tar. Aku dulu memang menyiksa Sinta, tetapi Sinta tak sebaik yang kamu kira, dia sama sekali tidak tahu terima kasih kepadamu yang sudah menolongnya, bahkan Dia tega mengambil suamimu!"
"Hentikan omong kosongmu, Fer. Aku sudah tidak ingin melihatmu disini, tolong segera pergi!"
"Beberapa bulan ini Rendra sering izin keluar kota kan? Dan sering pulang malam juga kan?" tanya Ferdi kembali.
Aku hanya diam, dan mencoba mengingat-ingat bahwa sudah 3 bulan ini suamiku sering pulang malam dan pergi keluar kota, walau dengan alasan pekerjaan.
"Itu bukan urusanmu!" ucapku tegas.
"Rendra bersama Sinta, Tar. Dia tinggal di apartemen Sinta."
"Cukup.. cukup... Jangan bicara lagi aku tidak ingin mendengar omong kosongmu itu, Fer!" ucap Tari sembari menutup telinganya dan menjauh pergi meninggalkan Ferdi.
Aku berusaha keras untuk tidak memikirkan ucapan Ferdi yang menurutnya adalah suatu omong kosong. Tetapi ternyata itu membuat hatiku sedikit gusar.
"Ah tidak, Ferdi hanya ingin memfitnah Suamiku dan sahabatku saja, aku tahu Ferdi orang seperti apa!" Gerutunya saat mengingat ucapan Ferdi.
"Tar, kamu kenapa? Kelihatannya sedang gelisah?" Suara Seva mengagetkan diriku yang sedang banyak pikiran.
"Aku tidak apa-apa ,Va. Kamu sudah datang lebih awal ternyata?" Jawab Tari sembari berusaha tersenyum.
Seva adalah teman dekatku saat kuliah, Seva yang selalu membantuku dalam situasi apapun. Setelah berpelukan dan saling menanyakan kabar, mereka berdua duduk bersama.
"Tar, apa kamu masih berhubungan dengan Sinta?"
"Masih kok.. kami masih berhubungan baik, aku sering main ke apartemennya. Kenapa kamu tiba-tiba menayangkan Sinta, Va?"
"Kalau Mas Rendra apa ada berubah sikap kepadamu, Tar?" tanya Seva kembali.
"Aku sama Mas Rendra baik kok, loh ini ada apa kamu kenapa menanyakan Sinta dan Mas Rendra?"
"Begini, Tar, aku mau kasih tahu kamu, kemarin saat aku ke Apartemen tanteku yang masih 1 gedung dengan apartemen Sinta, aku tidak sengaja melihat Sinta dan Mas Rendra berpelukan, Tar." Jelas Seva dengan apa yang kemarin dia lihat.
Deg.. jantungku terasa berhenti mendengar apa yang diucapkan oleh Seva. Ucapan Ferdi tadi bisa dia hiraukan, tetapi kini Seva membicarakan hal yang sama dengan apa yang Ferdi ungkap.
"Kamu salah lihat kali, Va." Jawabku menolak kenyataan.
"Sinta berada di apartemen 1106 kan?"
"Iya betul, Va."
"Iya aku melihat persis di depan pintu 1106, dan aku kenal betul lelaki itu Mas Rendra, mereka berdua langsung masuk ke apartemen setelah berpelukan." Yakin Seva dengan apa yang sedang dia bicarakan.
"Kamu masih percaya banget sama suamimu, Tar? Sampai detik ini kamu sama sekali tidak mengecek ponselnya?" Lanjut Seva bertanya.
Aku dan Mas Rendra memang memiliki prinsip untuk tetap memiliki privasi sendiri, untuk saling percaya dan tidak saling mengecek handphone masing-masing, sebagai tanda bahwa kami saling menjaga kepercayaan kepada pasangan.
Namun kini Aku seperti tertampar bahwa ada 2 orang yang berbicara hal yang sama tentang suami dan sahabatnya itu."Aku percaya Mas Rendra ,Va, sampai detik ini aku tidak pernah mengecek ponselnya."
"Coba kamu cari tahu sendiri, Tar. Feeling istri biasanya tajam."
"Nanti aku pikirkan, Va!"
Setelah pembicaraan dengan Seva, Aku menjadi over thinking. Kepalaku pusing, dan Aku memutuskan untuk pergi ke kamar hotel yang telah aku siapkan untuk kami berdua.
Sepanjang perjalanan menuju kamar hotel di lift pembicaraan dengan Ferdi dan Seva masih terngiang di benakku."Jika hanya Ferdi yang bicara, mungkin aku hanya anggap itu angin lalu, tetapi ini Seva juga berkata hal yang sama?" Gumam Tari.
Memikirkan itu hati dan perasaan Tari sungguh tidak karuan, apalagi sebelum ini suaminya izin ke luar kota untuk menghadiri pembukaan cabang baru selama 3 hari, dan hari ini kepulangannya.
Setelah membaringkan badannya, Aku mendengar notifikasi dari gawaiku, pesan dari Mas Rendra, sedang menuju hotel yang sudah Aku share loc beberapa jam yang lalu.
[Sayang, aku sedang menuju hotel sekarang, tunggu aku ya]
Pesan singkat suamiku di ikuti emoticon hati, seolah tidak membuatku senang, biasanya Aku akan sangat bersemangat ketika mendapat pesan seperti itu setelah beberapa hari LDR. Aku sungguh tidak bisa jauh dari suamiku lama-lama.
[Iya]
Satu jam kemudian, Mas Rendra tiba di hotel. Dia mencari-cari keberadaan istrinya, dan pihak WO memberitahu bahwa Tari berada di kamar karena sedang tidak enak badan. Rendra dengan panik segera menghampiri kamar istrinya, menaiki lift dan menuju nomor hotel yang sudah di pesan istrinya.
Rendra segera memencet bel kamar hotel tersebut, agak lama Tari membukakan pintu, Rendra bertambah panik, takut istrinya itu sakit parah. Akhirnya Tari membuka pintu walau dengan badan yang lemas.
"Sayang, kamu sakit apa?" Tanya Rendra sembari langsung memeluk istrinya itu.
"Aku baik, Mas."
"Kamu kelihatan pucat , aku tahu, kamu pasti tetap ikut repot dalam urusan Anniversary kita, padahal kita sudah menyerahkannya kepada WO"
"Tenang Mas , aku paling hanya masuk angin biasa," jawab Tari datar sembari melepaskan pelukan suaminya dan berlalu menuju sofa.
"Ya sudah, kamu istirahat saja, aku ada sesuatu untukmu," ucap Rendra sembari memberikan kotak berwarna merah.
"Apa itu Mas?"
"Buka aja ,sayang. Kamu pasti menyukainya."
Aku membuka kotak merah itu, ternyata berisikan kalung berlian, sungguh indah, namun Tari sama sekali tak senang atas hadiahnya, pikirannya sedang kalut.
"Sayang, kamu suka kalungnya?" Tanya Rendra yang melihat istrinya hanya terdiam melihat kalung pemberiannya.
"Suka Mas."
"Baiklah, mungkin kamu masih butuh istirahat, Aku mau mandi dulu," ucap Rendra sembari mengelus rambut Tari.
Mas Rendra segera menuju kamar mandi, baju untuk acara nanti malam dan baju tidur sudah Aku siapkan di lemari, setiap tahun kami merayakan anniversary sama seperti bulan madu saat pengantin baru.
Aku langsung terfokus ke atas lemari kecil, di atasnya tergeletak handphone suaminya, ingin Aku segera mengecek isi handphone suamiku, namun hatinya menolak, Aku tetap ingin mempercayai suamiku.
Namun perkataan Ferdi dan Seva terus terngiang di pikirannya, "Aku akan membuktikan kepada Ferdi dan Seva, bahwa perkataan mereka itu salah!" Ucap dalam hati Tari.
Aku raih gawai itu, terpampang foto keluarga kecil Kami bersama kedua anak Kami, namun gawai tersebut terkunci. Aku terkejut, "selama ini Kamu berjanji untuk tidak saling mengunci handphone apapun alasannya, tetapi kini, handphone suamiku terkunci?"
"Kenapa ini? Kenapa Mas Rendra mengunci handphonenya?"
Aku berulang kali memasukkan kata sandi, dan selalu salah, tanggal lahirku, tanggal lahir Mas Rendra dan tanggal lahir kedua anak kami, semua salah. Tiba-tiba Aku teringat tanggal dan bulan lahir Sinta.
"Terbuka!" Pekik ku menahan tangis, tak hanya kata sandi yang membuat terkejut, tetapi ketika handphone tersebut terbuka, terpampang foto mesra Rendra dan Sinta bersama.
Bagai di hujami beribu pisau ke hatiku secara bersamaan, melihat suami dan sahabatnya sendiri berfoto mesra dan dijadikan wallpaper inti di handphone suamiku sendiri.
"Kenapa... Kenapa.. ini kenapa?" Lidahku kelu, Aku terjatuh di lantai, lemas sekali kaki ini terasa.
Air mata tak bisa tertahankan lagi mengalir deras, namun Aku tetap menahan suaraku agar tidak terdengar Redra yang sedang mandi, rasanya ingin sekali Aku membanting handphone suamiku itu, tetapi Aku harus tahu lebih detail tentang hubungan Mas Rendra dan Sinta.
Galeri, Aku langsung teringat galeri dan membukanya, ternyata banyak sekali foto Sinta di galeri itu, dilihat rincian foto terbaru, baru beberapa jam yang lalu ternyata suaminya bukan dinas keluar kota melainkan bersama Sinta.
Aku terus mencari, walau banyak sekali foto mesra Mas Rendra dan Sinta disana rasanya sakit luar biasa, Aku mencoba menguatkan hati, Aku ingin mencari tahu sudah berapa lama suamiku membohonginya.
Setelah beberapa lama Aku mencari, ku temukan foto Mas Rendra dan Sinta bersama pak penghulu dan Galang.
"Galang!"
Seolah tak ingin percaya, teman Mas Rendra yang juga sudah Aku percaya juga ikut menghianatiku?
Ku lihat perincian foto tersebut, foto tersebut sudah di ambil 3 bulan yang lalu. Hatiku mendidih, bagaimana mungkin suamiku yang sudah 10 tahun Aku temani tega membohongiku? Dan menikah diam-diam di belakangku.
Setelah puas menikmati malam yang panas, Rindu dan Yash saling menatap langit-langit hotel."Yash, apakah yang kita lakukan ini benar?" "Tentu saja benar, sayang. Aku mencintaimu." "Seharusnya kamu menghabiskan malam pertama dengan Azura. Hiks." Rindu menangis meratapi kenyataan bahwa Yash sudah beristri tapi malah menghabiskan malam bersamanya. "Hai.. hai dengarkan Aku. Aku punya tujuan lain menikahi Azura. Aku sama sekali tidak mencintainya." "Kenapa kamu seperti ini Mas?""Itu karena ornagtua Azura yang sudah mengahancurlan masa kecilku, Rin." "Apa? Tante Tari dan Om Mozhaf memang mereka melakukan apa." Akhirnya Mozhaf menceritakan semuanya kepada Rindu. Rindu sangat terkejut ternyata meraka masih memiliki hubungan di masa lalu. "Yash.. apa kamu sudah gila?" Rindu mendorong Yash setelah mendengar ceritanya."Biarlah aku melakukan urusan balas dendamku, Rin. Cintaku tetaplah kamu, tolong jangan campuri rencanaku dan tetap bahagia bersamaku." "Tapi.. Azura tidak bersalah."
Satu jam sebelum ijab qobul Yash dan Azura.Setelah semalam berkabar dengan penuh penyesalan kepada Azura bahwa Rindu tidak bisa datang di acara pernikahannya, Rindu sudah berada di bandara untuk menunggu pesawat yang akan dia naiki menuju Bali."Kenapa begitu mendadak acara bedah buku ini ya? Pas sekali di acara pernikahan Adikku." Cicit Rindu ketika sudah menunggu jadwal keberangkatannya. Tapi karena sedang ada masalah di pesawat yang akan Rindu naiki, maka penerbangan akan delay selama enam jam untuk proses perbaikan. Rindu begitu senang, dengan delaynya pesawat, jadi dirinya bisa menghadiri pernikahan Azura dan ikut berbahagia bersama adiknya itu."Zura, Kaka datang, Kaka ingin ikut hadir dalam acara bahagiamu." Rindu segera mengendarai mobilnya ke rumah Tari dan Mozhaf dimana acara pernikahan Azura berlangsung. Sekitar dua puluh menit Rindu mengendarai akhirnya Rindu sampai di rumah Tari dan Mozhaf.Tari yang melihat Rindu datang begitu bahagia, menyambut Rindu dengan hangat b
Azura dan keluarganya sibuk mengurus pernikahannya yang akan dilaksanakan besok, hanya beberapa tamu undangan yang akan menghadiri acara pernikahan Azura dan Yash.Sesuai permintaan Yash, acara di laksanakan di rumah Azura dan tidak mengadakan acara besar-besaran. Tari dan Mozhaf mengikuti semua permintaan Yash asal nanti Azura bisa berbahagia.Namun tampak Azura tidak bersemangat, wajahnya terlihat sedih dan murung. Tari yang menyadari itu langsung mengajak Azura untuk berbicara di kamarnya."Nak, ada apa denganmu? Harusnya kamu bahagia besok hari pernikahanmu." Tanya Tari saat sudah berada di kamar pengantin Azura."Ma, apakah Mas Yash sesibuk itu? Sampai selama seminggu ini kami tidak bertemu? Bahkan Mas Yash meminta temannya yang menyerahkan sesesahan itu. Bahkan pas fitting baju Mas Yash tidak hadir, sepertinya pernikahan ini tidak membuatnya senang." Azura tertunduk sedih, bulir bening menetes dari pipinya. Azura yang memiliki hari lembut, sangat kecewa dengan sikap dari Yash
"Tuan, apakah kita akan memberitahu ornagtua Tuan dan kakek bahwa Tuan akan segera menikah?" Tanya Baim sembari menyetir.Yash mendekati Baim dan memukul kepala Baim dengan cukup keras walau tidak terlalu sakit."Apa kau sudah gila, Im? Ini pernikahan jebakan, orangtua dan kakek ku tidak harus tahu!" "Baik Tuan, maafkan saya." "Kamu juga harus merahasiakan ini, mengerti Im?" "Baik Tuan." Baim kembali serius menyetir, agar bisa membawa mobil mewah Tuannya dengan nyaman.Yash kembali menatap kearah luar mobil, kecupan yang Azura berikan tadi masih terbayang di pikirannya. Tiba-tiba ponsel Yash berdering. Tertera naman Cintaku di sana. Bayang-bayang Azura seketika hilang saat Yash melihat panggilan telepon itu dan segera menerima telepon itu."Halo , sayang. Maaf Aku terlalu sibuk jika tidak bisa menghubungimu." Wanita di sebrang sana yang sedang bertelepon dengan Yash pun dengan lembut menjawab. (Tidak apa-apa sayang. Kamu pasti sibuk setelah pelantikan CEO dan kebebasan ibumu."
"Mama, papa. Mas Yash sudah datang."Deg.. Yash sangat terkejut, Azura ternyata menyiapkan makan malam bersama kedua orangtuanya yaitu Tari dan Mozhaf. Yash masih belum siap untuk bertemu dengan mereka berdua yang begitu Yash benci.Yash terdiam, sejujurnya Yash belum siap untuk bertemu kedua orangtua Azura. Tetapi gadis berjilbab di depannya itu justru sudah membawa kedua orangtuanya."Mas, kenalkan ini Papa dan Mama ku," Azura memberikan kode dengan mengedipkan sebelah matanya kepada orangtuanya. "Nak Yash, senang bertemu denganmu Nak. Kami orangtua Azura." Mozhaf sembari menyodorkan tangannya.Yash seolah muak dengan makan malam ini, tapi demi rencananya berhasil Yash harus bisa bertahan. "Saya Yash. Kekasih Azura, putri kalian." Mozhaf dan Tari saling pandang dan tersenyum, tampannya mereka bergitu bahagia saat Yash menyebut dirinya kekasih Azura. Begitupun Azura terlihat malu-malu."Azura beruntung bisa mendapatkan kekasih yang tampan sepertimu, nak." Cicit Tari setelah semua
Yash bersiap untuk menyambut kedatangan Mamanya, setelah dua puluh tahun berlalu, kini mamanya akan menginjakkan kakinya di rumah masa kecilnya lagi. Rasa rindu begitu menyeruak di hati Yash. Rumah telah di hias dengan begitu cantik atas ide dari Yash. Berbagai makanan kesukaan Nia juga sudah di siapkan. Yash sudah mulai memahami kondisi mamanya sejak berusia sepuluh tahun. Yash muda yang sudah begitu dewasa, dengan tegar sering mengunjungi mamanya di penjara, walau hanya sekedar berbagi cerita ataupun membawakan makanan kesukaan Nia.Setelah Yash lulus SMA, Nia sudah mulai melarang Yash menjenguknya ketika. Nia tidak ingin membuat citra Yash yang saat itu sudah masuk Universitas terbaik menjadi buruk hanya karena sering menemuinya.Yash menolak permintaan mamanya, sebab bagi Yash tidak bertemu dengan Mamanya adalah suatu siksaan. Tapi tekad Nia sudah bulat, Nia sama sekali tidak akan menemui Yash ketika Yash berkunjung. Rasa sedih mulai menghinggapi hatinya, sampai akhirnya Yash ha