Brak!!
Pintu ruangan itu terbuka dan muncullah seorang wanita cantik berambut pendek dan dibelakangnya ada dua orang yang mengiringinya. Wanita itu berjalan mendekat ke arah seorang pria yang tengah duduk di meja kebesarannya. “Selamat sore La Rossa, apa khabar?” sapa pria itu ramah. “Jangan basa basi berikan uangnya,” ucap La Rossa dingin. “Tidak bisakah kamu santai sejenak Ross?” tanya pria itu dengan senyum yang mengembang dibibirnya. “Cepat berikan uangnya sekarang!” ucap La Rossa dengan nada penuh penekanan. “Ambilkan uangnya Daniela!” perintah pria itu pada asistennya yang tengah berdiri disisi kirinya. Daniela lalu beranjak pergi dari sisi pria itu, dan kemudian membuka lemari brangkas yang ada di ruangan itu. Daniela membawa setumpuk demi setumpuk uang dari dalam brangkas lalu meletakkannya di atas meja pria itu. “Silakan hitung uangnya La Rossa!” perintah pria itu sambil menyodorkan setumpukan uang itu ke hadapan La Rossa. Lalu La Rossa memberi kode orang yang ada di belakangnya, mereka berdua pun maju kehadapan meja pria itu, mereka memasukkan semua uang itu ke dalam sebuah koper kecil. Saat uang terakhir akan dimasukkan tiba-tiba La Rossa menghentikan mereka. “Stop!” perintah La Rossa, membuat ke dua orang itu menghentikan gerakkannya. La Rossa mengambil ikatan uang terakhir itu, lalu melemparkannya ke wajah pria itu. “Jangan menipuku! Uang itu palsu, dan jumlahnya juga kurang!!” ucap La Rossa dengan suara lantang. “Bagaimana bisa? Aku sudah menghitungnya semalam dan jumlahnya cukup!” kata pria itu sambil meraih segepok uang yang La Rossa lemparkan kewajahnya. Pria itu memeriksa uang itu dan menghitung ulang yang ternyata benar uang itu kurang 5 lembar dan ada yang palsu juga. ‘Tapi bagaimana La Rossa bisa tahu kalau uangnya kurang’ gumam pria itu lirih. “Jangan pernah menipuku, cepat berikan sisa uangnya!” perintah La Rossa dengan nada marah dan penuh penekanan. Daniela dengan tangan gemetaran menyerahkan sisa uangnya, ia mencukupi kekurangan uangnya dan mengganti uang palsu itu dengan yang asli. “La Rossa matamu sungguh jeli, ternyata rumor itu bukan omong kosong, wanita kejam berdarah dingin itu memang pantas kamu sandang,” ucap pria itu sambil tersenyum kagum pada La Rossa. Namun La Rossa menanggapinya dengan dingin, ia berlalu pergi begitu saja dari hadapan pria itu, tapi kemudian langkahnya terhenti. Ia menatap tajam ke arah Daniela lalu ia pun membalikkan badannya dan menghampiri Daniela. Daniela yang tiba-tiba didekati oleh La Rossa ketakutan. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetaran, tangannya saling bertautan. La Rossa mengangkat dagu Daniela dengan ujung jari telunjuknya, ia menatap tajam tepat menembus kedalam retina Daniela. “Jangan pernah mengulanginya lagi, atau kamu dalam bahaya!” ujar La Rossa dingin. Lalu ia pergi dari ruangan itu bersama dengan ke dua orang pengikutnya, La Rossa meninggalkan area gedung perkantoran itu. Tibalah mereka disebuah cafe yang sudah disepakati bersama dengan cliennya. La Rossa masuk kedalam cafe itu, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu dan ia menemukan seorang wanita paruh baya tengah minum secangkir teh. La Rossa menghampiri wanita itu, lalu ia duduk di kursi tepat di seberang wanita itu. La Rossa menyerahkan koper itu kepada wanita itu. “Sesuai perjanjian dan waktu yang sudah ditentukan, silakan periksa.” Ucap La Rossa sambil menyodorkan koper itu. Wanita itu membuka koper itu lalu ia tersenyum senang. “Tak sia-sia aku membayarmu mahal, cara kerjamu sesuai dengan bayarannya. Aku akan mentransfer sisa pembayarannya” ucap wanita itu. “Atur saja!” kata La Rossa dingin. Lalu ia pun beranjak dari hadapan wanita yang sudah menyewa jasanya itu. Ia kembali ke apartemennya, sesampainya di apartemen La Rossa langsung masuk kamar mandi. Setelah mandi lalu ia memakai baju santai, baru juga ia duduk di depan meja kerjanya, handphonenya berdering. “Hallo, ada apa Jhon?” tanya La Rosaa. “Ada misi untukmu,” ucap Jhon, dari seberang telpon. “Apa misinya?” kembali La Rossa bertanya pada Jhon dengan nada dingin dan datar. “Membunuh orang,” kata Jhon. “Aku tahu! Bukankah itu pekerjaanku? Sejak kapan kamu jadi bego Jhon?” tanya La Rossa. “Dan sejak kapan kamu begitu berani padaku, Ros?” Jhon balik bertanya pada La Rossa. “Katakan siapa targetnya?” tanya La Rossa tidak sabar ingin mengetahui target misinya. “Aku akan kirim filenya sekarang,” kata Jhon. Lalu La Rossa langsung mematikan sambungan telponnya, hal itu membuat Jhon menggerutu kesal di sebelah sana. “Ish! Selalu saja begini, dasar cewek dingin nggak punya aturan dan perasaan,” gerutu Jhon kesal. Lalu Jhon pun mengirim file itu ke La Rossa melalui e-mail. Sementara itu di tempatnya La Rossa, ia membuka file yang Jhon kirim, ia membaca dan mempelajari misi yang Jhon berikan. La Rossa mengamati targetnya, ternyata ia seorang pria yang memiliki cacat mental alias idiot. Wajahnya bagaikan monster, disebelah kanan wajahnya memiliki bekas luka bakar, bahkan matanya tak memiliki bola mata. Kakinya lumpuh, ia mengenakan kursi roda, dari keterangan yang La Rossa dapat ia tidak pernah meninggalkan mansionnya selama hidupnya. Ia adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis milik mendiang orang tuanya, sebuah kerajaan bisnis terbesar se-Asia Tenggara. Selama ini yang memegang bisnis milik orang tuanya adalah pamannya, adik tiri satu-satunya dari ayahnya. Karena sang pewaris tidak memiliki kemampuan untuk memimpin kerajaan bisnis milik orang tuanya, maka pamannya lah yang menjalankan bisnis itu. ‘Jika ia seorang idiot dan cacat, lalu kenapa ada orang yang menginginkan nyawanya? Bukankah dia adalah orang yang tidak berguna?’ Gumam La Rossa sambil terus menatap sang target. Lalu La Rossa pun menghubungi Jhon melalui telpon selularnya. “Bagaimana, kamu terima La Rossa?” tanya Jhon, langsung menanyakan kesanggupan La Rossa. “Aku ambil!” jawab La Rossa dengan nada tegas. “Ok! Besok berangkat,” kata Jhon. “Aku akan mempersiapkan semuanya,” sambung Jhon. “Ok!” jawab singkat La Rossa. “Aku akan mengirim alamatnya,” kata Jhon. “Setelah kamu sampai di Indonesia,” sambung Jhon. “Baik!” Kata La Rossa singkat. Lalu La Rossa kembali memutuskan sambungan telponnya, ia berkemas. Besok pagi ia akan terbang kembali ke negaranya. Setelah berkemas La Rossa meraih selembar foto yang sudah usang, yang selalu ia simpan di laci nakas yang ada di samping tempat tidurnya, ia membelai lembut foto itu. 'Sudah saatnya aku membalaskan kematian kalian, aku kembali,' gumam La Rossa lirih. Tak terasa air mata La Rossa menetes, ia merasa sangat sedih setiap kali melihat foto itu. Keesokan harinya La Rossa pergi meninggalkan apartemennya menuju bandara dengan langkah tegap ia memasuki bandara. La Rossa tiba di bandara Changi Airport, ia akan melakukan penerbangan dari Singapoer ke Indonesia. Setelah melakukan penerbangan selama beberapa jam, tibalah La Rossa di bandara internasional Soekarno Hatta, ia berjalan menuju pintu keluar. Ia menyewa sebuah taxi menuju sebuah hotel yang telah Jhon siapkan. Sesampainya La Rossa di hotel, ia langsung membersihkan diri karena merasa seluruh tubuhnya lengket. La Rossa berendam untuk menyegarkan diri, lalu membilas tubuhnya di bawah guyuran shower. La Rossa keluar kamar mandi dengan mengenakan handuk yang melilit diatas dadanya, suara ponsel berdering, ia pun mengangkat panggilan itu. Suara Jhon terdengar dari seberang telpon. “Aku sudah mengirim alamatnya, lakukan malam ini juga!” perintah Jhon. “Ok!” jawab singkat La Rossa. “Sediakan aku motor Ninja H2,” ucap La Rossa pada Jhon. Tanpa menunggu persetujuan dari Jhon ia langsung menutup sambungan telpon itu. kemudian La Rossa bersiap untuk mendatangi sang target, ia mengecek alamat yang Jhon berikan padanya. Lokasi itu terletak dipinggiran kota, ini sangat memudahkannya. Setengah jam kemudian pintu kamar ada yang mengetuk, La Rossa membuka pintu kamarnya, ia melihat seorang pria berkaos hitam dengan tubuh yang kekar. Ia menyerahkan sebuah kunci motor pada La Rossa, tanpa sepatah kata pun, ia langsung membalikkan badannya dan pergi dari hadapan La Rossa. La Rossa menyimpan kunci itu di atas nakas, ia Kembali merapikan peralatan yang akan dibawanya. Setelah semuanya siap ia meletakkan tas rangsel berwarna hitam itu dilantai, ia kemudian merebahkan tubuhnya. Sekali lagi ia melihat targetnya melalui layar handphone miliknya, ia mengamati dengan detail wajah sang target, ‘sebenarnya wajahnya cukup lumayan, tapi apa yang terjadi dengan wajah sebelahnya, seperti sebuah luka bakar. Apa ia pernah mengalami kejadian yang menyebabkan luka diwajahnya membekas dan terlihat seperti monster?’ gumam La Rossa lirih, ia terus menatap target. ‘Sungguh miris nasibmu, seorang pewaris tunggal kerajaan bisnis terbesar se-Asia Tenggara harus mengalami kematian dengan tragis ditanganku,’ Kembali La Rossa bergumam dengan penuh rasa percaya diri, karena ia selalu berhasil dalam menjalankan misinya. La Rossa terus menatap wajah targetnya, ia merasa wajah itu begitu familiar, tapi ia lupa dimana La Rossa pernah bertemu atau melihatnya. Ia memilih untuk menutup layar ponselnya dan meletakkannya begitu saja di sampingnya. La Rossa memejamkan matanya, ia akan beristirahat sejenak sebelum melakukan aksinya. Malam kian beranjak semakin larut, La Rossa terbangun tepat jam 00.00 WIB. Ia menenteng ranselnya dan menyematkan di pundaknya. Ia keluar dari kamar hotel menuju parkiran, La Rossa meninggalkan hotel dengan mengendarai sepedah motor dengan kecepatan tinggi. Setelah menempuh perjalanan menyusuri jalanan ibu kota menuju ke pinggiran kota, tiba lah La Rossa di sebuah rumah mewah namun terlihat tua yang letaknya cukup jauh dari keramaian. Ia memarkirkan motornya kemudian ia berjalan kebelakang rumah, sebuah tembok tinggi mengitari rumah itu. La Rossa melempar tali yang telah ia siapkan sebelumnya, kemudian ia memanjat tembok itu dan melompat turun masuk ke pelataran belakang rumah, ia berlari mendekat ke rumah tua itu. Rumah itu cukup besar dan luas, semua jendelanya terbuat dari kaca. La Rossa mencari letak kamar target, setelah mengitari rumah itu akhirnya ia menemukan kamar Gilbert sang target yang letaknya di lantai atas. La Rossa Kembali melempar tali di pagar balkon kamar, ia memanjat dan kemudian mendarat dengan sempurna di atas balkon. La Rossa mencongkel jendela kamar Gilbert, ia melihat target tengah tertidur lelap. Tanpa menunggu lama La Rossa langsung mengarahkan belatinya tepat ke jantung Gilbert. Tanpa disangka Gilbert menangkap lengan La Rossa. Gilbert membuka matanya, ia menatap langsung kedalam retina La Rossa. Pandangan mereka bertemu dan lama saling menatap, La Rossa sadar dan langsung menyerang Gilbert dengan belatinya. Gilbert menghindari serangan La Rossa dengan gesit. Ia tidak ada tanda-tanda seperti orang lumpuh, La Rossa terkejut Ketika mengetahui ternyata targetnya seorang ahli bela diri dan tidak lumpuh. “Ternyata kamu tidak lumpuh?” ucap La Rossa dingin. “Menurutmu?” jawab Gilbert tak kalah dingin. “Kamu actor yang hebat, mampu mengelabui semua orang,” Kembali La Rossa berucap dengan nada yang dingin dan datar tanpa emosi dan ekspresi. “Kalau aku tidak melakukan peranku dengan baik, sudah lama aku berpindah tempat ke alam baka,” ujar Gilbert. “Jadi selama ini kamu tahu siapa yang ingin mencelakaimu bahkan menginginkan nyawamu?” tanya La Rossa menyelidik. Gilbert tidak menjawab pertanyaan La Rossa, ia kembali menatap ke dalam mata La Rossa. ‘Sorot mata itu,’ batin Gilbert. Perkelahian diantar mereka terdengar oleh Jonathan, orang yang selalu ada di samping Gilbert. Jonathan menerobos masuk kedalam kamar Gilbert dan langsung membantu Gilbert dengan menyerang La Rossa. La Rossa yang mendapatkan serangan dari dua sisi mulai kewalahan, Jonathan merebut belati yang ada di genggaman La Rossa lalu mengarahkan ke perutnya dan La Rossa yang tidak sempat menghindar tertusuk tepat di perutnya. Darah menyembur dari luka itu. La Rossa menahan keluarnya darah dari luka tusuk itu dengan menekannya menggunakan sebelah tangannya. Jonathan tidak merasa puas kalau hanya melukainya saja, ia pun Kembali menyerang La Rossa dengan mengarahkan belati ke jantungnya, dengan cepat La Rossa menghindar dan menendang tepat di perut Jonathan. Melihat ada peluang untuk kabur, La Rossa langsung berlari keluar dari jendela dan melompat dari lantai dua ke bawah, La Rossa mendarat di tanah dengan berguling. Ia berlari menembus gelapnya malam dan meraih tali yang ia tinggalkan di belakang rumah, lalu ia memanjat tembok dan melompat, kali ini ia tidak mampu mendarat dengan mulus karena harus menahan luka di perutnya. Kakinya pun terkilir, ia berdiri dan berjalan dengan tertatih dan menyeret langkah kakinya. La Rossa menghampiri motornya dan langsung melajukannya dengan kecepatan yang sangat tinggi, ia Kembali ke hotel. Baru saja ia akan membersihkan lukanya, ia sudah mendapat panggilan telpon dari Jhon. La Rossa tahu kalau ia telah gagal menjalankan misinya. “Hallo,” sapa La Rossa. “Ros, apa yang terjadi?” tanya Jhon. “Kamu tahukan kalau aku sudah gagal menjalankan misiku?” tanya La Rossa dingin. “Aku tidak ingin kehilanganmu Ros,” ucap Jhon dengan nada sedih. La Rossa terdiam, ia tahu akibat dari kegagalan maka nyawa adalah taruhannya, sebagai anggota dari kelompok pembunuh bayaran Vangsed yang terkenal di hampir seluruh belahan dunia. "Ini semu akibat dari salah...," La Rossa menghentikan ucapannya. "Apa?" tanya Jhon penasaran dengan ucapan La Rossa yang menggantung. "Tidak ada," jawab La Rossa singkat. "Jaga dirimu Jhon dan menikahlah! Tidak baik menjomblo selamanya," ujar La Rossa. La Rossa menutup sambungan telpon itu, ia menyingkap baju bagian bawahnya. La Rossa menatap luka diperutnya begitu dalam dan panjang, darah terus mengalir dari luka itu. Saat La Rossa akan meraih kotak obat, pintu kamarnya ada yang menggedor dan ia pun mengurungkan niatnya. La Rossa membuka pintu kamarnya, ia melihat empat orang yang berpakaian serba hitam didepan pintu dan Jleb! Sebuah pisau menancap tepat diperutnya dengan kecepatan kedipan mata saja. La Rossa terhuyung kebelakang dan ia pun jatuh tersungkur dengan bersimbah darah. Ke empat orang itu pergi begitu saja saat melihat La Rossa ambruk dan tidak bergerak lagi. "Apa yang terjadi?" gumam pria bertopeng perak, seraya menghampiri La Rossa yang tergeletak dilantai. Ia langsung membopong tubuh La Rossa dan menghilang dari pandangan.Gilbert semalaman menggempur La Rossa sampai ia kesulitan bangun. "Sstthh! Tubuhku seperti mau remuk," desis La Rossa. "Kenapa dia begitu kuat? Apa yang membuatnya seperti itu?" gumam La Rossa. La Rossa beringsut berusaha untuk turun dari ranjang tempatnya semalam di gempur habis-habisan oleh Gilbert. "Duh, kenapa kakiku berasa lunglai begini ya?" ujar La Rossa mengeluh dalam hati. La Rossa berjalan dengan tertatih menuju ke kamar mandi, sejak membuka matanya La Rossa tak menemukan Gilbert di mana pun. "Ke mana perginya Gilbert?" "Apa mungkin ia sedang berjalan di tepi pantai?" "Ish!" desis La Rossa kesal saat membayangkan suaminya malah tengah asyik menikmati suasana pagi dengan berjalan-jalan di tepi pantai sambil memandang matahari terbit. La Rossa keluar dari kamarnya, perutnya terasa lapar. Ia pun pergi menuju dapur dan ternyata Gilbert tengah asyik memasak. "Kamu di sini?" tanya La Rossa heran. "Berarti tuduhanku tadi salah," gumam La Rossa dalam hati. Gilbert menol
"Stop di sana!" perintah Gilbert."Perbesar!" Lanjut Gilbert.Gilbert tersenyum penuh kemenangan."Jo, bawa wanita sialan itu! Kita berangkat sekarang!" perintah Gilbert pada Jonathan.Jonathan tak mengerti dengan perintah yang Gilbert berikan."Wanita mana? Pergi ke mana?" tanya Jonathan.Gilbert yang sudah bersiap meninggalkan ruangan itu langsung menghentikan langkahnya "Jo, sejak kapan kamu berubah menjadi bodoh?" tanya Gilbert dengan nada kesal."Wanita yang telah berani menggodaku dan kita akan pergi menemui La Rossaku!" tegas Gilbert.Lalu, ia kembali berjalan menuju ke pintu dan ke luar dari ruangan itu. Yang kemudian di susul oleh Jonathan.Malam itu juga, Gilbert langsung pergi menyusul La Rossa dengan menggunaksn pesawat pribadi.Gilbert duduk dengan tenang, kali ini tak ada kecemasan dalam raut wajahnya.'Aku menemukanmu, Ros. Kamu tak akan bisa pergi jauh dariku,' batin Gilbert senang.Sementara itu, di belakangnya ada seorang wanita yang tengah memperhatikannya dengan s
Gilbert frustasi, ia benar-benar tak tahu lagi harus mencari La Rossa ke mana?Sudah sejak siang hingga malam hari Gilbert mencari La Rossa. Ia sudah mendatangi banyak tempat. Namun, tak ada satu pun tempat yang ia kunjungi menandakan adanya La Rossa di sana."Aaarrrrggghhh!" Gilbert berteriak kencang.Wajahnya sudah lecek dengan penampilan yang kusut. Otaknya tiba-tiba terasa buntu. Ia tidak lagi bisa berpikir dengan jernih.Gilbert menyugar rambutnya kasar. Ia memaki dirinya sendiri."Sial!" makinya.Gilbert melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Sudah larut malam," ucapnya pada diri sendiri.Gilbert memutuskan untuk pulang. Sesampainya di dalam kamarnya. Gilbert menatap ranjang besar tempatnya semalam menghabiskan waktu bersama La Rossa.Ia mengusap ranjang itu dengan telapak tangannya."Ros," panggilnya lirih.Akibat kelelahan lama kelamaan mata Gilbert menutup. Ia terlelap tidur.Pagi pun menjelang, pintu depan rumah Gilbert di gefor sangat keras.Took! Toook!P
La Rossa menenteng rantang yang berisi masakan hasil buatannya sendiri dengan arahan koki di rumahnya.La Rossa memeluk rantang di tangannya sembari tersenyum bahagia."Gilbert pasti suka," ucap La Rossa bergumam lirih. Ia terus mengulas senyum di bibirnya.La Rossa pergi ke kantornya Gilbert dengan diantar supir.Mobil memasuki area parkir dan kemudian La Rossa turun dari mobil. Ia masuk ke dalam gedung perusahaan milik Gilbert dan gegas pergi menuju lift.La Rossa berjalan dengan langkah lebar dan hati yang riang gembira, ia begitu tak sabar ingin menunjukan hasil masakannya pada Gilbert."Pasti dia sangat senang," gumam La Rossa.Para karyawan yang berpapasan dengan La Rossa menyapanya ramah. Dulu sekali, ia pernah menjadi pengganti Gilbert di kantor itu, sehingga banyak karyawan yang mengenalnya.La Rossa hanya mengangguk lirih menanggapi sapaan mereka.La Rossa berjalan di koridor, ia menenteng rantangnya.Begitu sampai di depan kantor Gilbert, La Rossa langsung masuk ke dalam ta
La Rossa dan Gilbert terlelap tidur setelah mereka bermandi peluh. Rasa lelah setelah bergumul membuat mereka tertidur.Malam pun berlalu dengan syahdunya.Keesokan harinya mereka langsung cek out dari hotel. Gilbert membawa La Rossa ke sebuah rumah yang sangat megah dan mewah.Mereka turun dari mobil yang membawa mereka ke sana.Setelah menapaki teras rumah La Rossa dan Gilbert langsung di sambut oleh para pelayan yang berbaris rapi dengan seragam khas maid."Selamat datang, Tuan, Nyonya," sapa mereka serempak.La Rossa berusaha bersikap ramah dengan mengulum senyum.Sementara Gilbert hanya mengangguk pelan.Gilbert membawa La Rossa ke atas melewati tangga satu demi satu.Gilbert membuka kamar itu dan mempersilahkan La Rossa untuk masuk terlebih dahulu."Kamarnya sangat luas," ucap La Rossa."Kenapa kita harus tinggal di rumah sebesar ini? Padahal kita hanya tinggal berdua saja," ujar La Rossa."Apa kamu tak menyukainya?" tanya Gilbert."Suka. Hanya saja aku lebih nyaman tinggal di r
Gilbert dan La Rossa meresmikan hubungan mereka di depan penghulu dengan wali hakim karena La Rossa tak memiliki saudara.Pernikahan mereka di gelar di KUA dan di saksikan oleh Jonny, Profesor Huang, Anisa, Lucas, Jonathan dan Susan.Mereka menjadi saksi keabadian cinta mereka.La Rossa menggelayut manja di lengan Gilbert yang kokoh."Terima kasih. Aku bahagia sekali," ucap La Rossa mengungkapkan rasa bahagianya."Tidak, sayang. Aku lah yang seharusnya berterima kasih padamu karena telah menerimaku apa adanya meski wajahku ini awalnya buruk rupa bagai monster, tapi kamu tetap menerimaku," ungkap Gilbert.La Rossa mencium punggung tangan Gilbert setelah ijab qobul diikrarkan dan Gilbert mencium kening La Rossa.Jonny menghampiri mereka berdua."Selamat ya, Ros," ucap Jonny, "Kini dia aku serahkan padamu. Jaga dia dengan baik," Lanjut Jonny sambil menepuk pundak Gilbert.Gilbert menepuk dadanya bangga, "Serahkan saja padaku. Aku akan menjaganya melebihi diriku sendiri," ucapnya."Hm," J