Pria bertopeng itu membopong La Rossa dipelukannya, ia terus berlari menyusuri lorong kamar hotel dan keluar menuju parkiran basement hotel. Ia masuk kedalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.
Lalu ia tiba disebuah Rumah Sakit, ia masuk melalui jalur khusus sambil membopong La Rossa dipelukannya, sorot matanya menunjukan kalau ia merasa cemas dengan keadaan La Rossa."Cepat siapkan ruang operasi, mana dr. Lucas?" tanya pria itu masih dalam posisi membopong La Rossa dalam pelukannya."Maaf tuan, dr. Lucas sedang cuti," jawab seorang perawat yang sedang berjaga.Pria itu meletakkan La Rossa dibrangkar dalam ruang operasi sebuah Rumah Sakit ternama di Ibu Kota. Ia terlihat sangat ditakuti oleh para pegawai Rumah Sakit. Pria itu meraih handphonenya dari balik jubah hitamnya.Ia terlihat sedang mencari sebuah kontak dan tidak lama kemudian ia menyambungkannya kepada orang yang namanya terpangpang dilayar telepon, Lucas nama yang ada dikontaknya."Cepat datang ke Rumah Sakit sekarang juga, sepuluh menit!" ucap pria bertopeng itu."Kamu gila ya, aku ini manusia bukan Om Jin yang bisa menghilang dalam sekejap mata," ucap seseorang yang ada diseberang telpon."Tidak ada penolakan," ujar pria bertopeng lalu menutup sambungan teleponnya."Beri penanganan pertama pada pasien, kenapa kalian hanya bengong saja. Rumah Sakit ini menggaji kalian untuk bekerja bukan untuk bengong, jika sudah tidak mau bekerja berikan surat pengunduran diri kalian," tegas pria bertopeng itu dengan nada dingin.Tanpa menunggu instruksi kedua kalinya mereka langsung mengerjakan tugasnya, memberi pertolongan pertama pada La Rossa.La Rossa masih menutup matanya rapat, sementara pria itu masih berdiri dengan angkuh dan arogannya, sikap dinginnya membuat suasana dalam ruangan itu terasa sangat mencekam. Ia melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangannya, sudah delapan menit berlalu, orang yang ia telepon belum juga kelihatan batang hidungnya.'Sial kemana sibrengsek itu pergi!' umpat pria bertopeng itu kesal.Ia gelisah dan merasa sangat khawatir dengan keadaan La Rossa yang mengalami luka tusuk diperutnya. Saat ia tengah merenung datang seorang dokter jaga menghampirinya."Permisi tuan, nona kehilangan banyak darah dan butuh transfusi darah ...," ucapan dokter itu terpotong."Lakukan yang terbaik," ucap pria bertopeng datar tanpa emosi dengan nada dingin."Masalahnya kami kekurangan stock darah AB-, golongan darah ini termasuk langka," ucap dokter itu."Cari sampai dapat!" ucap pria bertopeng itu dengan nada tinggi yang membuat dokter itu langsung pergi dari hadapannya tanpa menunggu perintah darinya untuk kedua kalinya. Akan berakibat sangat fatal jika ia mendapatkan perintah untuk yang kedua kalinya, tidak hanya dirinya yang ada dalam bahaya, bahkan keluarganya pun terancam.Siapa yang tidak mengenal kekejaman pria bertopeng perak dengan ukiran bunga teratai disudut topengnya, selain kejam ia juga sangat dingin. Semua karyawan Rumah Sakit akan memilih menghindarinya jika bertemu atau berpapasan dengannya.Tidak ada yang tahu wajah asli pria bertopeng itu, yang mereka tahu ia adalah pemilik dari beberapa Rumah Sakit terbesar dan terbaik yang ada di Ibu Kota."Ada apa?" tanya Lucas dengan nafas yang tersengal-sengal akibat ia berlarian disepanjang lorong Rumah Sakit."Cepat lakukan perawatan untuk gadis yang ada diruang operasi itu, aku tidak mau menerima kata gagal!" ucap pria itu dingin."Aku bukan Tuhan!" tegas Lucas."Lakukan saja yang terbaik!" balas pria bertopeng itu dingin."Huh! Kebiasaan selalu saja semaunya sendiri, masih saja sama tidak pernah berubah," dengus Lucas kesal dengan perintah pria bertopeng itu."Lakukan saja! Keluarkan semua kemampuanmu untuk menyembuhkannya, untuk apa menyandang gelar Dokter terbaik jika kamu tidak mau menyelamatkan nyawanya," cibir pria bertopeng itu."Kebiasaan selalu saja membawa-bawa gelar untuk mengancamku," ujar Lucas sambil pergi dari hadapan pria bertopeng itu dan memasuki ruang operasi.Lucas melihat sudah banyak Dokter dan Perawat dalam ruang operasi itu, ia hanya menggelengkan kepalanya saja sambil menghampiri kerumunan para Dokter terbaik yang ada di Rumah Sakit ini."Apa yang terjadi?" tanya Lucas.Kerumunan itu memberi ruang untuk Lucas ketika mereka mendengar suaranya, Lucas maju kedepan dan ia melihat seorang gadis tengah terbaring dengan mata yang terpejam. Ia menatap wajah gadis itu lekat-lekat dan ada semburat senyuman dibibirnya,Kini ia paham kenapa pria bertopeng itu mendesak dirinya untuk menanganinya. Lucas memeriksa gadis itu dia sangat terkejut ketika melihat luka yang panjang dan sangat dalam diperut gadis itu. Ususnya hampir keluar dan darah terus mengalir dari luka yang menganga itu.Ia lalu melakukan operasi dan meminta Dokter yang lainnya untuk membantunya, rupanya La Rossa tidak hanya mengalami luka tusuk saja, ia juga mengalami gejala keracunan."Dok, pasien ini tidak hanya kehilangan banyak darah tapi ia juga keracunan, dan racun itu sudah hampir menyebar keseluruh darahnya," ucap salah satu Dokter yang ada di ruangan itu."Kalian sudah menetralkan racunnyakan?" tanya Lucas."Sudah, hanya saja kami mengalami kendala yaitu tidak adanya stock darah AB-, kami sudah menghubungi beberapa Rumah Sakit dan mereka tidak memilikinya," ucap dokter itu menjelaskan kondisi pasien."Apa tidak tersisa sedikit pun?" tanya Lucas.Mereka semua menggelengkan kepala, raut wajah mereka sudah menampakkan kekhawatiran yang tak bisa dilukiskan.Mereka semua sudah membayangkan hal terburuk yang akan terjadi pada mereka, saat semuanya tengah tegang dan khawatir, pintu ruang operasi terbuka dan datang lah seorang dokter dengan wajah lelahnya.Ia menenteng kantong darah ditangannya. Melihatnya membawa kantong darah semua orang bernafas lega, tanpa menunggu lama lagi mereka melakukan operasi pada La Rossa, jika tidak cepat ditangani taruhannya adalah nyawa.Dua jam sudah mereka berkutat diruang operasi dan akhirnya dengan wajah yang lusuh Lucas keluar dari ruang operasi dan memberi khabar prihal kondisi La Rossa pada pria bertopeng itu."Bagaimana?" tanya pria bertopeng itu dengan nada cemas dan khawatir."Semuanya lancar, tapi___""Tapi apa?" tanya pria bertopeng itu dengan tidak sabar."Tapi dia mengalami koma," ucap Lucas."Apa maksudmu dengan koma?" kembali pria bertopeng itu bertanya cemas."Siapa dia?" tanya Lucas, "Kenapa kamu begitu mencemaskannya?""Bukan siapa-siapa," jawab dingin pria bertopeng."Ayolah, aku tahu siapa kamu, untuk apa menutupinya dariku," desak Lucas."Sekarang pindahkan dia keruang VVIP, dan jangan sampai ada seekor lalat pun yang tahu tentang dia," perintah pria bertopeng berusaha mengalihkan pembicaraan."Lakukan saja sendiri!" ujar Lucas dengan nada marah dan kesal, lalu ia pun pergi dari hadapan pria bertopeng itu.'Huh! Enak saja ia main perintah, kalau bisa lakukan saja sendiri,' dengus Lucas kesal.Ia pun meninggalkan Rumah Sakit itu tanpa menoleh sedikit pun kebelakang, ia sudah mengenal pria bertopeng itu selama puluhan tahun, jadi dia tidak merasa takut terhadapnya. Hanya segelintir orang saja yang mengetahui identitas asli dari pria bertopeng itu termasuk dirinya.Ia meminta pada para perawat untuk memindahkannya ke ruangan VVIP dan membawa semua peralatan yang ada diruangan ICU untuk dipindahkan ke ruangan VVIP.Selama La Rossa koma, ia selalu ada disampingnya. Ia dengan setia menemani La Rossa meski hanya dimalam hari saja.Satu bulan sudah La Rossa berada dalam perawatan di Rumah Sakit itu, selama itu pula ia belum ada tanda-tanda akan sadar, dan pria bertopeng itu selalu menemaninya dengan setia."Cepatlah sadar, apa kamu tidak ingin melihat kembali indahnya dunia?" ucap pria itu lirih ditelinga La Rossa."Apa kamu tidak ingin bertemu denganku?" lanjut pria itu bertanya pada La Rossa yang tengah terbaring tanpa bergerak."Aku merindukanmu," ucap Pria itu sambil menggenggam erat tangan La Rossa, lalu ia mendekat ke wajah La Rossa.Ia mencondongkan badannya membungkuk mendekatkan kepalanya ke wajah La Rossa, ia mengelus lembut pipi mulusnya lalu ia juga menyentuh bibir pucat La Rossa dengan ujung jarinya. Ia lalu mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir tipis La Rossa, tiba-tiba pintu kamar terbuka.Gilbert semalaman menggempur La Rossa sampai ia kesulitan bangun. "Sstthh! Tubuhku seperti mau remuk," desis La Rossa. "Kenapa dia begitu kuat? Apa yang membuatnya seperti itu?" gumam La Rossa. La Rossa beringsut berusaha untuk turun dari ranjang tempatnya semalam di gempur habis-habisan oleh Gilbert. "Duh, kenapa kakiku berasa lunglai begini ya?" ujar La Rossa mengeluh dalam hati. La Rossa berjalan dengan tertatih menuju ke kamar mandi, sejak membuka matanya La Rossa tak menemukan Gilbert di mana pun. "Ke mana perginya Gilbert?" "Apa mungkin ia sedang berjalan di tepi pantai?" "Ish!" desis La Rossa kesal saat membayangkan suaminya malah tengah asyik menikmati suasana pagi dengan berjalan-jalan di tepi pantai sambil memandang matahari terbit. La Rossa keluar dari kamarnya, perutnya terasa lapar. Ia pun pergi menuju dapur dan ternyata Gilbert tengah asyik memasak. "Kamu di sini?" tanya La Rossa heran. "Berarti tuduhanku tadi salah," gumam La Rossa dalam hati. Gilbert menol
"Stop di sana!" perintah Gilbert."Perbesar!" Lanjut Gilbert.Gilbert tersenyum penuh kemenangan."Jo, bawa wanita sialan itu! Kita berangkat sekarang!" perintah Gilbert pada Jonathan.Jonathan tak mengerti dengan perintah yang Gilbert berikan."Wanita mana? Pergi ke mana?" tanya Jonathan.Gilbert yang sudah bersiap meninggalkan ruangan itu langsung menghentikan langkahnya "Jo, sejak kapan kamu berubah menjadi bodoh?" tanya Gilbert dengan nada kesal."Wanita yang telah berani menggodaku dan kita akan pergi menemui La Rossaku!" tegas Gilbert.Lalu, ia kembali berjalan menuju ke pintu dan ke luar dari ruangan itu. Yang kemudian di susul oleh Jonathan.Malam itu juga, Gilbert langsung pergi menyusul La Rossa dengan menggunaksn pesawat pribadi.Gilbert duduk dengan tenang, kali ini tak ada kecemasan dalam raut wajahnya.'Aku menemukanmu, Ros. Kamu tak akan bisa pergi jauh dariku,' batin Gilbert senang.Sementara itu, di belakangnya ada seorang wanita yang tengah memperhatikannya dengan s
Gilbert frustasi, ia benar-benar tak tahu lagi harus mencari La Rossa ke mana?Sudah sejak siang hingga malam hari Gilbert mencari La Rossa. Ia sudah mendatangi banyak tempat. Namun, tak ada satu pun tempat yang ia kunjungi menandakan adanya La Rossa di sana."Aaarrrrggghhh!" Gilbert berteriak kencang.Wajahnya sudah lecek dengan penampilan yang kusut. Otaknya tiba-tiba terasa buntu. Ia tidak lagi bisa berpikir dengan jernih.Gilbert menyugar rambutnya kasar. Ia memaki dirinya sendiri."Sial!" makinya.Gilbert melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Sudah larut malam," ucapnya pada diri sendiri.Gilbert memutuskan untuk pulang. Sesampainya di dalam kamarnya. Gilbert menatap ranjang besar tempatnya semalam menghabiskan waktu bersama La Rossa.Ia mengusap ranjang itu dengan telapak tangannya."Ros," panggilnya lirih.Akibat kelelahan lama kelamaan mata Gilbert menutup. Ia terlelap tidur.Pagi pun menjelang, pintu depan rumah Gilbert di gefor sangat keras.Took! Toook!P
La Rossa menenteng rantang yang berisi masakan hasil buatannya sendiri dengan arahan koki di rumahnya.La Rossa memeluk rantang di tangannya sembari tersenyum bahagia."Gilbert pasti suka," ucap La Rossa bergumam lirih. Ia terus mengulas senyum di bibirnya.La Rossa pergi ke kantornya Gilbert dengan diantar supir.Mobil memasuki area parkir dan kemudian La Rossa turun dari mobil. Ia masuk ke dalam gedung perusahaan milik Gilbert dan gegas pergi menuju lift.La Rossa berjalan dengan langkah lebar dan hati yang riang gembira, ia begitu tak sabar ingin menunjukan hasil masakannya pada Gilbert."Pasti dia sangat senang," gumam La Rossa.Para karyawan yang berpapasan dengan La Rossa menyapanya ramah. Dulu sekali, ia pernah menjadi pengganti Gilbert di kantor itu, sehingga banyak karyawan yang mengenalnya.La Rossa hanya mengangguk lirih menanggapi sapaan mereka.La Rossa berjalan di koridor, ia menenteng rantangnya.Begitu sampai di depan kantor Gilbert, La Rossa langsung masuk ke dalam ta
La Rossa dan Gilbert terlelap tidur setelah mereka bermandi peluh. Rasa lelah setelah bergumul membuat mereka tertidur.Malam pun berlalu dengan syahdunya.Keesokan harinya mereka langsung cek out dari hotel. Gilbert membawa La Rossa ke sebuah rumah yang sangat megah dan mewah.Mereka turun dari mobil yang membawa mereka ke sana.Setelah menapaki teras rumah La Rossa dan Gilbert langsung di sambut oleh para pelayan yang berbaris rapi dengan seragam khas maid."Selamat datang, Tuan, Nyonya," sapa mereka serempak.La Rossa berusaha bersikap ramah dengan mengulum senyum.Sementara Gilbert hanya mengangguk pelan.Gilbert membawa La Rossa ke atas melewati tangga satu demi satu.Gilbert membuka kamar itu dan mempersilahkan La Rossa untuk masuk terlebih dahulu."Kamarnya sangat luas," ucap La Rossa."Kenapa kita harus tinggal di rumah sebesar ini? Padahal kita hanya tinggal berdua saja," ujar La Rossa."Apa kamu tak menyukainya?" tanya Gilbert."Suka. Hanya saja aku lebih nyaman tinggal di r
Gilbert dan La Rossa meresmikan hubungan mereka di depan penghulu dengan wali hakim karena La Rossa tak memiliki saudara.Pernikahan mereka di gelar di KUA dan di saksikan oleh Jonny, Profesor Huang, Anisa, Lucas, Jonathan dan Susan.Mereka menjadi saksi keabadian cinta mereka.La Rossa menggelayut manja di lengan Gilbert yang kokoh."Terima kasih. Aku bahagia sekali," ucap La Rossa mengungkapkan rasa bahagianya."Tidak, sayang. Aku lah yang seharusnya berterima kasih padamu karena telah menerimaku apa adanya meski wajahku ini awalnya buruk rupa bagai monster, tapi kamu tetap menerimaku," ungkap Gilbert.La Rossa mencium punggung tangan Gilbert setelah ijab qobul diikrarkan dan Gilbert mencium kening La Rossa.Jonny menghampiri mereka berdua."Selamat ya, Ros," ucap Jonny, "Kini dia aku serahkan padamu. Jaga dia dengan baik," Lanjut Jonny sambil menepuk pundak Gilbert.Gilbert menepuk dadanya bangga, "Serahkan saja padaku. Aku akan menjaganya melebihi diriku sendiri," ucapnya."Hm," J