Dirumah Sakit tempat La Rossa dirawat perawat itu datang dengan membawa nampan yang berisi makanan, ia mengetuk pintu kamar tapi tidak ada jawaban. Ia kembali mengetuk pintu itu hingga tiga kali tapi tetap tidak ada jawaban.
Lalu ia mendorong pintu kamar itu, betapa terkejutnya ketika tidak mendapati La Rossa di sana. Ia meletakan nampan secara sembarang. Lalu Rita mendekat ke ranjang brangkar tempat La Rossa di rawat ia mendapati selang infus yang menggantung dengan meneteskan cairannya dan ada bercak darah di seperai putih itu.
Perawat itu lalu mengambil HP-nya dan ia mulai menelepon Lucas. Orang yang telah mengutusnya untuk menjaga La Rossa. Akibat keteledorannya La Rossa kabur dari RS tempatnya dirawat.
"Halo, Pak. Orang yang dirawat di kamar 305 ruang VVIP hilang," ucap Rita sang perawat dengan suara bergetar ketakutan.
"Bagaimana bisa? Bukankah ia sedang sakit dan baru sadar dari komanya?" tanya Lucas penasaran.
"Aku tidak tahu, setelah aku kembali dari luar ia sudah tidak ada ditempatnya," jelas Rita pada Lucas.
Lucas menasehati perawat itu agar tenang dan tidak panik, ia meminta perawat itu untuk tetap ditempatnya.
"Sekarang kamu tenang, dan ingat jangan memberitahu siapapun kalau pasien dikamar 305 hilang atau tepatnya kabur, mengerti!" ucap Lucas memberi perintah.
"Iya Pak," jawab Rita.
Lalu sambungan telepon itu pun terputus, Lucas menghubungi pria bertopeng.
"Halo, pasien yang berada dikamar VVIP hilang," ucap Lucas dengan suara sedikit bergetar.
Lucas tahu bagaimana karakter dan sifat pria bertopeng. Ia mengabari pria bertopeng lewat telepon, tanpa ada jawaban sambungan teleponnya terputus.
"Dasar pria dingin selalu sesuka hatinya," dengus Lucas kesal.
Pria bertopeng langsung mendatangi Rumah Sakit tempat La Rossa di rawat. Pria bertopeng itu mendorong kasar pintu kamar di mana La Rossa pernah di rawat. Di dalam kamar itu ada Rita yang sedang duduk cemas.
Rita terkejut ketika pintu kamar terbuka ia menoleh dan melihat bahwa yang datang pria bertopeng. Pria bertopeng itu menatap tajam ke arah Rita yang membuatnya mengkerut ketakutan. Hawa dingin menguar dari balik tubuh pria bertopeng sehingga membuat suasana di dalam kamar itu mencekam.
Rita gemetar ketakutan, siapapun yang berhadapan dengan pria bertopeng akan merasa terintimidasi.
"Maafkan saya Tuan," ucap Rita lirih, suaranya hampir tak terdengar.
"Apa yang terjadi?" tanya pria bertopeng itu dingin.
"Saat saya meninggalkannya untuk mengambil makanan dan ketika kembali Nona itu sudah menghilang dengan meninggalkan selang infus yang menggantung," ucap Rita dengan suara yang bergetar.
"Jadi kamu meninggalkannya? Atas perintah siapa?" tanya pria bertopeng dingin dengan tatapan yang mengintimidasi Rita.
Rita langsung menjatuhkan tubuhnya untuk berlutut, ia tahu keadaannya kini sedang terancam bahaya.
"Maafkan saya Tuan," sekali lagi Rita memohon.
Pria itu masih menatap tajam ke arah Rita, "kemasi barangmu," ucap pria bertopeng.
Rita mengerti atas perintah itu, artinya ia dipecat. Rita segera bangun dan berdiri, ia dengan langkah seribu langsung meninggalkan kamar itu tanpa berkata-kata. Ia menghela nafas lega saat berada diluar kamar, dengan langkah yang setengah berlari ia meninggalkan kamar itu.
"Bereskan perawat itu jangan meninggalkan jejak sedikit pun," perintah pria bertopeng dengan nada dingin pada seseorang yang ada diseberang telepon.
"Baik," jawab singkat orang yang ada diseberang telpon.
Lalu sambungan terputus, pria bertopeng menghampiri brangkar. Ia melihat bercak darah yang ada diseprai putih, ia mengusap noda darah yang sudah mengering itu. Sudut bibir atasnya terangkat, ia tersenyum tipis.
Gilbert semalaman menggempur La Rossa sampai ia kesulitan bangun. "Sstthh! Tubuhku seperti mau remuk," desis La Rossa. "Kenapa dia begitu kuat? Apa yang membuatnya seperti itu?" gumam La Rossa. La Rossa beringsut berusaha untuk turun dari ranjang tempatnya semalam di gempur habis-habisan oleh Gilbert. "Duh, kenapa kakiku berasa lunglai begini ya?" ujar La Rossa mengeluh dalam hati. La Rossa berjalan dengan tertatih menuju ke kamar mandi, sejak membuka matanya La Rossa tak menemukan Gilbert di mana pun. "Ke mana perginya Gilbert?" "Apa mungkin ia sedang berjalan di tepi pantai?" "Ish!" desis La Rossa kesal saat membayangkan suaminya malah tengah asyik menikmati suasana pagi dengan berjalan-jalan di tepi pantai sambil memandang matahari terbit. La Rossa keluar dari kamarnya, perutnya terasa lapar. Ia pun pergi menuju dapur dan ternyata Gilbert tengah asyik memasak. "Kamu di sini?" tanya La Rossa heran. "Berarti tuduhanku tadi salah," gumam La Rossa dalam hati. Gilbert menol
"Stop di sana!" perintah Gilbert."Perbesar!" Lanjut Gilbert.Gilbert tersenyum penuh kemenangan."Jo, bawa wanita sialan itu! Kita berangkat sekarang!" perintah Gilbert pada Jonathan.Jonathan tak mengerti dengan perintah yang Gilbert berikan."Wanita mana? Pergi ke mana?" tanya Jonathan.Gilbert yang sudah bersiap meninggalkan ruangan itu langsung menghentikan langkahnya "Jo, sejak kapan kamu berubah menjadi bodoh?" tanya Gilbert dengan nada kesal."Wanita yang telah berani menggodaku dan kita akan pergi menemui La Rossaku!" tegas Gilbert.Lalu, ia kembali berjalan menuju ke pintu dan ke luar dari ruangan itu. Yang kemudian di susul oleh Jonathan.Malam itu juga, Gilbert langsung pergi menyusul La Rossa dengan menggunaksn pesawat pribadi.Gilbert duduk dengan tenang, kali ini tak ada kecemasan dalam raut wajahnya.'Aku menemukanmu, Ros. Kamu tak akan bisa pergi jauh dariku,' batin Gilbert senang.Sementara itu, di belakangnya ada seorang wanita yang tengah memperhatikannya dengan s
Gilbert frustasi, ia benar-benar tak tahu lagi harus mencari La Rossa ke mana?Sudah sejak siang hingga malam hari Gilbert mencari La Rossa. Ia sudah mendatangi banyak tempat. Namun, tak ada satu pun tempat yang ia kunjungi menandakan adanya La Rossa di sana."Aaarrrrggghhh!" Gilbert berteriak kencang.Wajahnya sudah lecek dengan penampilan yang kusut. Otaknya tiba-tiba terasa buntu. Ia tidak lagi bisa berpikir dengan jernih.Gilbert menyugar rambutnya kasar. Ia memaki dirinya sendiri."Sial!" makinya.Gilbert melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Sudah larut malam," ucapnya pada diri sendiri.Gilbert memutuskan untuk pulang. Sesampainya di dalam kamarnya. Gilbert menatap ranjang besar tempatnya semalam menghabiskan waktu bersama La Rossa.Ia mengusap ranjang itu dengan telapak tangannya."Ros," panggilnya lirih.Akibat kelelahan lama kelamaan mata Gilbert menutup. Ia terlelap tidur.Pagi pun menjelang, pintu depan rumah Gilbert di gefor sangat keras.Took! Toook!P
La Rossa menenteng rantang yang berisi masakan hasil buatannya sendiri dengan arahan koki di rumahnya.La Rossa memeluk rantang di tangannya sembari tersenyum bahagia."Gilbert pasti suka," ucap La Rossa bergumam lirih. Ia terus mengulas senyum di bibirnya.La Rossa pergi ke kantornya Gilbert dengan diantar supir.Mobil memasuki area parkir dan kemudian La Rossa turun dari mobil. Ia masuk ke dalam gedung perusahaan milik Gilbert dan gegas pergi menuju lift.La Rossa berjalan dengan langkah lebar dan hati yang riang gembira, ia begitu tak sabar ingin menunjukan hasil masakannya pada Gilbert."Pasti dia sangat senang," gumam La Rossa.Para karyawan yang berpapasan dengan La Rossa menyapanya ramah. Dulu sekali, ia pernah menjadi pengganti Gilbert di kantor itu, sehingga banyak karyawan yang mengenalnya.La Rossa hanya mengangguk lirih menanggapi sapaan mereka.La Rossa berjalan di koridor, ia menenteng rantangnya.Begitu sampai di depan kantor Gilbert, La Rossa langsung masuk ke dalam ta
La Rossa dan Gilbert terlelap tidur setelah mereka bermandi peluh. Rasa lelah setelah bergumul membuat mereka tertidur.Malam pun berlalu dengan syahdunya.Keesokan harinya mereka langsung cek out dari hotel. Gilbert membawa La Rossa ke sebuah rumah yang sangat megah dan mewah.Mereka turun dari mobil yang membawa mereka ke sana.Setelah menapaki teras rumah La Rossa dan Gilbert langsung di sambut oleh para pelayan yang berbaris rapi dengan seragam khas maid."Selamat datang, Tuan, Nyonya," sapa mereka serempak.La Rossa berusaha bersikap ramah dengan mengulum senyum.Sementara Gilbert hanya mengangguk pelan.Gilbert membawa La Rossa ke atas melewati tangga satu demi satu.Gilbert membuka kamar itu dan mempersilahkan La Rossa untuk masuk terlebih dahulu."Kamarnya sangat luas," ucap La Rossa."Kenapa kita harus tinggal di rumah sebesar ini? Padahal kita hanya tinggal berdua saja," ujar La Rossa."Apa kamu tak menyukainya?" tanya Gilbert."Suka. Hanya saja aku lebih nyaman tinggal di r
Gilbert dan La Rossa meresmikan hubungan mereka di depan penghulu dengan wali hakim karena La Rossa tak memiliki saudara.Pernikahan mereka di gelar di KUA dan di saksikan oleh Jonny, Profesor Huang, Anisa, Lucas, Jonathan dan Susan.Mereka menjadi saksi keabadian cinta mereka.La Rossa menggelayut manja di lengan Gilbert yang kokoh."Terima kasih. Aku bahagia sekali," ucap La Rossa mengungkapkan rasa bahagianya."Tidak, sayang. Aku lah yang seharusnya berterima kasih padamu karena telah menerimaku apa adanya meski wajahku ini awalnya buruk rupa bagai monster, tapi kamu tetap menerimaku," ungkap Gilbert.La Rossa mencium punggung tangan Gilbert setelah ijab qobul diikrarkan dan Gilbert mencium kening La Rossa.Jonny menghampiri mereka berdua."Selamat ya, Ros," ucap Jonny, "Kini dia aku serahkan padamu. Jaga dia dengan baik," Lanjut Jonny sambil menepuk pundak Gilbert.Gilbert menepuk dadanya bangga, "Serahkan saja padaku. Aku akan menjaganya melebihi diriku sendiri," ucapnya."Hm," J