Home / Romansa / Mafia's obsession / Bab 6: Bayangan Masa Lalu

Share

Bab 6: Bayangan Masa Lalu

Author: Adhit
last update Huling Na-update: 2025-03-17 00:11:27

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi menembus jalanan malam Roma. Aurora duduk di kursi belakang, matanya tajam menatap pemandangan yang berkelebat di luar jendela. Pikirannya dipenuhi oleh nama yang terus bergema di kepalanya—Antonio Vasquez.

“Ke mana kita sekarang?” tanya Lorenzo dari kursi pengemudi.

Leo yang duduk di sampingnya menjawab, “Kita perlu tempat aman sebelum bergerak lagi. Vasquez pasti akan mengirim lebih banyak orang untuk mencari kita.”

Aurora menghela napas. “Kita tidak bisa hanya bersembunyi. Kita harus menemukan Nicolo sebelum dia benar-benar menghilang.”

Leo menoleh ke belakang, menatap Aurora serius. “Kita perlu strategi. Jika kita gegabah, itu hanya akan membawa kita ke dalam perangkap.”

Aurora tahu Leo benar, tapi ia tidak bisa hanya duduk diam.

---

Mereka tiba di sebuah vila terpencil di pinggiran kota—salah satu rumah persembunyian keluarga DeLuca. Begitu memasuki vila, Lorenzo segera memeriksa keamanan tempat itu, sementara Leo menuju dapur untuk mengambil minuman.

Aurora berdiri di dekat jendela, menatap langit malam yang gelap. Ia mencoba mengingat kembali semua yang ia ketahui tentang Nicolo—kebiasaannya, tempat favoritnya, orang-orang yang mungkin masih setia padanya.

Lalu, sebuah ingatan lama muncul di benaknya.

“Leo,” panggilnya tiba-tiba.

Leo, yang baru saja meneguk segelas anggur, menoleh. “Apa?”

“Ada satu tempat yang mungkin bisa memberi kita jawaban.”

Leo mengernyit. “Di mana?”

Aurora menatapnya dalam-dalam. “Rumah lama Nicolo.”

Lorenzo yang baru saja kembali dari pengecekan keamanan, bersandar di pintu. “Kau yakin dia masih punya sesuatu di sana?”

Aurora mengangguk. “Nicolo bukan orang yang ceroboh, tapi dia juga bukan orang yang mudah melepaskan masa lalunya.”

Leo berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, “Baiklah. Kita akan ke sana besok pagi.”

---

Pagi harinya, mereka berangkat ke sebuah distrik tua di Roma. Rumah Nicolo terletak di sebuah jalan kecil yang sepi, dengan dinding batu yang ditutupi lumut.

Aurora mengamati tempat itu dari jauh sebelum mereka masuk. “Tidak ada tanda-tanda pergerakan.”

Leo mengeluarkan pistolnya. “Tetap waspada.”

Mereka memasuki rumah itu secara diam-diam. Aurora bisa merasakan aroma kayu tua yang lembap bercampur dengan debu. Perabotan masih tertata rapi, seolah tempat itu sudah lama tak dihuni.

Lorenzo segera menyisir ruangan, sementara Leo menuju ke lantai atas. Aurora, di sisi lain, bergerak menuju ruang kerja Nicolo—tempat di mana pria itu biasa menyimpan dokumen-dokumen pentingnya.

Tangannya menyentuh meja kayu besar di ruangan itu. Ia membuka beberapa laci, menemukan beberapa dokumen lama, namun tidak ada yang cukup berharga.

Lalu, sesuatu menarik perhatiannya—sebuah buku tua dengan sampul kulit yang tampak sudah usang.

Aurora membuka buku itu dan mendapati bahwa itu bukan sekadar buku biasa. Halaman-halamannya penuh dengan catatan tangan Nicolo—kode, tanggal, dan nama-nama yang ia kenali.

Leo masuk ke ruangan dan melihat ekspresi Aurora. “Apa yang kau temukan?”

Aurora menunjukkan buku itu padanya. “Ini adalah catatan Nicolo. Bisa jadi ini adalah kunci untuk menemukan dia.”

Leo mengambil buku itu dan membolak-balik halamannya. “Ada banyak kode di sini… dan beberapa nama yang tidak asing.”

Lorenzo tiba-tiba muncul di ambang pintu. “Kita punya masalah.”

Aurora dan Leo langsung menatapnya. “Apa?”

Lorenzo memberi isyarat ke arah luar jendela. “Kita tidak sendirian.”

Aurora langsung melihat ke luar dan mendapati beberapa pria bersenjata sedang mendekati rumah itu.

Leo mengumpat. “Sial. Mereka pasti mengikuti kita.”

Tanpa pikir panjang, mereka segera bersiap. Aurora meraih pistolnya, sementara Leo dan Lorenzo mengambil posisi bertahan.

Tiba-tiba, terdengar suara keras—pintu depan didobrak.

Salah satu pria berteriak, “Keluar, dan kami tidak akan membuat ini sulit untuk kalian!”

Aurora menyeringai. “Aku tidak suka bernegosiasi dengan pengecut.”

Tanpa ragu, ia menembak ke arah salah satu pria itu, membuat kekacauan terjadi.

Leo dan Lorenzo langsung bergabung dalam baku tembak, melumpuhkan beberapa musuh dalam hitungan detik.

Aurora bergerak cepat, melompat keluar jendela belakang dan berlari menuju gang kecil di samping rumah. Leo dan Lorenzo mengikuti di belakangnya.

“Kita harus ke mobil!” teriak Lorenzo.

Mereka berlari dengan cepat, suara tembakan masih menggema di belakang mereka. Namun, tepat saat mereka hampir mencapai mobil, sebuah mobil hitam lain melaju cepat ke arah mereka, menghalangi jalan.

Pintu mobil itu terbuka, dan seseorang keluar—seseorang yang sangat familiar bagi Aurora.

Nicolo.

Aurora terkejut, jantungnya seolah berhenti berdetak sejenak.

Nicolo menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Aurora…”

Aurora mengangkat pistolnya ke arah pria itu. “Kau punya banyak hal yang harus dijelaskan, Nicolo.”

Nicolo mengangkat tangannya, tanda bahwa dia tidak bersenjata. “Aku tahu. Tapi percayalah, aku bukan musuhmu.”

Leo mendekat, wajahnya penuh amarah. “Kau membunuh Giovanni. Kau mengkhianati kami.”

Nicolo menatap Leo dengan serius. “Aku melakukan apa yang harus kulakukan. Tapi aku tidak bekerja untuk Vasquez.”

Aurora menatapnya curiga. “Lalu siapa yang kau lindungi?”

Nicolo terdiam sejenak sebelum berkata, “Aku tidak bisa menjelaskannya di sini. Terlalu berbahaya.”

Aurora mengepalkan tangannya. “Kau lebih baik bicara, atau aku akan memastikan kau tidak bisa lagi bersembunyi.”

Nicolo menatapnya dalam-dalam. “Kalau begitu, ikut aku. Aku akan menunjukkan sesuatu yang akan mengubah segalanya.”

Aurora saling bertukar pandang dengan Leo dan Lorenzo.

Ini bisa jadi jebakan. Tapi ini juga bisa jadi kesempatan untuk menemukan jawaban yang mereka cari.

Akhirnya, Aurora menghela napas dan berkata, “Baiklah, Nicolo. Tapi jika kau mencoba sesuatu… aku sendiri yang akan menghabisimu.”

Nicolo tersenyum kecil. “Kau selalu begitu tegas, Aurora.”

Mereka masuk ke mobil Nicolo, siap menghadapi apa pun yang akan mereka temukan selanjutnya.

Dan di dalam hatinya, Aurora tahu—permainan baru saja dimulai.

---

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mafia's obsession   bab 125

    Dua hari telah berlalu sejak kehancuran The Core. Eden gempar. Informasi tentang proyek rahasia yang dijalankan oleh Sylvarin menyebar ke berbagai penjuru dunia. Media internasional memberitakan eksperimen biogenetik dan manipulasi manusia yang dilakukan oleh kelompok rahasia bernama Silsilah Pertama. Nama-nama lama yang selama ini hilang dari sejarah kembali mencuat.Namun, bagi Leo, kemenangan itu terasa sementara.Di markas utama, Leo berdiri di ruang strategi bersama Aurora, Rania, Matteo, dan Elena. Peta kota Eden terpampang di layar besar, diselimuti titik-titik merah yang terus bertambah.“Aku sudah periksa semua jalur komunikasi bawah tanah,” kata Rania. “Dan ini bukan hanya sisa-sisa pasukan Sylvarin. Ada pergerakan baru. Sistem mereka aktif kembali.”Aurora menyipitkan mata. “Apa maksudmu?”Rania menghela napas dan mengetuk layar. “Ada penyusup dalam sistem kita. Seseorang dari dalam mencoba merebut kembali kendali atas jaringan Eden. Aku tidak yakin siapa... tapi kode enkri

  • Mafia's obsession   bab 124

    Langit di utara Eden dipenuhi awan kelabu, menandai bahwa malam ini bukan malam biasa. Konvoi kecil yang terdiri dari tiga kendaraan lapis baja berhenti di batas hutan mati—area terlarang yang bahkan oleh penjaga Eden dianggap sebagai “zona tak kembali.” Tapi di sanalah The Core—fasilitas rahasia tempat Sylvarin, sosok misterius dari Silsilah Pertama, menjalankan eksperimen genetika tanpa batas.Leo turun dari kendaraan, helm hitam dengan teknologi taktis terpasang rapat di kepalanya. Di belakangnya, Aurora mengecek perlengkapan tempurnya dengan tenang. Rania berada di mobil kedua, membawa peralatan enkripsi dan komunikasi. Elena dan Marco memimpin pasukan infiltrasi.“Sensor thermal menunjukkan jalur terowongan ini masih aktif,” ujar Rania sambil menatap tablet di tangannya. “Tapi sinyal gangguan sudah terasa. Kemungkinan besar kita akan buta begitu masuk.”Leo memandang lubang masuk kanal yang tertutup semak dan besi tua. Bau lembab dan karat menyengat dari dalam.“Kita masuk dalam

  • Mafia's obsession   bab 123

    Kapsul kaca tempat Kirana Vale terbaring perlahan dibuka, disertai desisan udara yang dilepaskan dari sistem pengaman biologis. Di ruangan medis markas bawah tanah mereka, Rania dan dua teknisi bekerja cepat. Aurora berdiri tak jauh dari ranjang darurat, jari-jarinya saling menggenggam erat. Leo berada di sampingnya, matanya tak lepas dari sosok wanita yang mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran.“Kita berhasil menstabilkan tekanan darahnya,” kata Rania pelan. “Suhu tubuhnya kembali normal. Tapi... masih ada efek samping dari masa pembekuan. Ia mungkin tidak langsung ingat semuanya.”Aurora menahan napas. “Berapa lama dia bisa mulai bicara?”“Beberapa menit ke depan, jika semua berjalan baik.”Suasana di ruangan itu menegang. Setiap detik terasa seperti selamanya. Dan akhirnya, kelopak mata Kirana bergerak, lalu perlahan terbuka.Matanya yang hijau tajam menatap kosong pada langit-langit ruangan, sebelum berpindah ke wajah putrinya. Ada keraguan di sana... lalu ketakutan... lalu air

  • Mafia's obsession   bab 122

    Pintu logam berkarat itu bergemuruh pelan saat terbuka, memperlihatkan lorong sempit yang dilapisi tembok logam usang. Bau besi tua dan lembap langsung menyergap penciuman Leo dan timnya. Di balik lorong itu, mereka tahu, tersembunyi rahasia yang bisa mengubah nasib Eden.Leo melangkah pertama. Lampu sorot helmnya menyapu dinding yang dipenuhi bekas goresan—entah dari alat kerja atau sisa-sisa pertempuran masa lalu. Marco dan dua anggota lain membuntuti dengan senjata terangkat. Mereka tahu: satu kesalahan saja, dan sistem pertahanan Eden yang belum aktif selama bertahun-tahun bisa saja menyala kembali.“Aku menangkap energi panas di depan,” bisik Marco sambil memeriksa alat pendeteksi. “Tapi... tidak stabil. Seperti—”“—Seperti ada yang mencoba menyalakan sistem dari dalam,” potong Leo.Mereka mempercepat langkah, menuruni tangga spiral menuju ruang pusat kendali yang disebut dalam pesan Cassian. Semakin dalam mereka melangkah, semakin jelas terlihat bahwa tempat ini belum mati—ia ha

  • Mafia's obsession   bab 121

    Udara pagi di sekitar Eden terasa asing bagi Leo, seakan dunia mencoba menjadi normal setelah malam penuh ledakan dan pengejaran. Tapi ia tahu, ketenangan ini hanyalah jeda—bukan akhir. Di atas reruntuhan fasilitas tua tempat mereka meloloskan diri semalam, Leo berdiri menatap horizon, matanya tajam menembus kabut tipis.Aurora berdiri beberapa langkah di belakangnya, mengenakan jaket tebal dan membawa secangkir kopi panas. Tangannya yang gemetar tak bisa menipu siapa pun—perasaan waswas dan rasa bersalah masih membekas sejak mereka meninggalkan Cassian di ruang bawah tanah Eden.“Aku tak bisa tidur,” ucap Aurora pelan, menyodorkan cangkir ke Leo.Leo menerimanya, mengangguk tanpa bicara. Mereka menikmati keheningan itu sejenak, hingga suara langkah kaki mendekat. Rania dan Lorenzo muncul dari balik reruntuhan, wajah mereka lelah, tapi mata mereka menyala oleh kegigihan yang sama.“Kami berhasil memulihkan sebagian peta jaringan lama,” kata Rania, menyerahkan tablet ke Leo. “Tapi... a

  • Mafia's obsession   bab 121

    Udara pagi di sekitar Eden terasa asing bagi Leo, seakan dunia mencoba menjadi normal setelah malam penuh ledakan dan pengejaran. Tapi ia tahu, ketenangan ini hanyalah jeda—bukan akhir. Di atas reruntuhan fasilitas tua tempat mereka meloloskan diri semalam, Leo berdiri menatap horizon, matanya tajam menembus kabut tipis.Aurora berdiri beberapa langkah di belakangnya, mengenakan jaket tebal dan membawa secangkir kopi panas. Tangannya yang gemetar tak bisa menipu siapa pun—perasaan waswas dan rasa bersalah masih membekas sejak mereka meninggalkan Cassian di ruang bawah tanah Eden.“Aku tak bisa tidur,” ucap Aurora pelan, menyodorkan cangkir ke Leo.Leo menerimanya, mengangguk tanpa bicara. Mereka menikmati keheningan itu sejenak, hingga suara langkah kaki mendekat. Rania dan Lorenzo muncul dari balik reruntuhan, wajah mereka lelah, tapi mata mereka menyala oleh kegigihan yang sama.“Kami berhasil memulihkan sebagian peta jaringan lama,” kata Rania, menyerahkan tablet ke Leo. “Tapi... a

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status