Aurora menatap Leo dengan penuh tanya saat pria itu muncul dengan napas memburu. Matanya tajam, tubuhnya tegang, dan nada suaranya menunjukkan bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi.
“Ada apa?” tanya Aurora, waspada. Leo tidak menjawab langsung. Ia hanya melirik Ricardo Moretti sekilas sebelum kembali fokus pada Aurora. “Kita kedatangan tamu tak diundang.” Lorenzo langsung merogoh pistolnya. “Siapa?” Leo menggeleng. “Aku tidak yakin, tapi mereka bersenjata dan mencari seseorang.” Ricardo menyeringai, menyilangkan tangannya di dada. “Sepertinya kau membawa masalah ke tempatku, Aurora.” Aurora menatap Ricardo tajam. “Jika mereka mencariku, itu berarti mereka juga tahu kau berhubungan denganku.” Ricardo menghela napas panjang, lalu bangkit dari kursinya. “Kalau begitu, ayo kita lihat siapa yang cukup berani menginjak wilayahku tanpa izin.” Mereka bertiga mengikuti Ricardo keluar dari ruangan pribadinya menuju balkon lantai atas. Dari sana, mereka bisa melihat sekelompok pria bersenjata memasuki klub, wajah mereka tertutup masker hitam. Leo mengumpat pelan. “Mereka datang dengan serius.” Ricardo menoleh ke anak buahnya. “Amankan tempat ini. Aku ingin tahu siapa mereka sebelum ada darah yang tumpah.” Aurora memperhatikan pria-pria bertopeng itu dengan seksama. “Mereka bukan orang Italia,” gumamnya. Lorenzo mengangguk. “Gestur mereka… lebih mirip tentara bayaran.” Leo menegang. “Vasquez.” Aurora menoleh tajam. “Kau pikir ini orang-orang Antonio Vasquez?” Ricardo terkekeh. “Kalau benar, berarti teman lamaku itu mulai kehilangan kesabaran.” “Dia mengirim anak buahnya ke sini, berarti dia tahu Nicolo membocorkan namanya,” kata Aurora pelan, hampir berbicara pada dirinya sendiri. Leo menarik napas dalam-dalam. “Kalau dia mengawasi kita, itu artinya kita harus lebih cepat bergerak.” Ricardo menatap mereka dengan ekspresi penuh pertimbangan. “Aku tidak suka kartel mencampuri urusanku. Jadi, ini kesepakatannya, Aurora. Aku akan membantumu untuk sementara—tapi jika Vasquez mulai mengancam bisnisku, aku tidak akan ragu untuk berbalik melawanmu.” Aurora menatap Ricardo dalam-dalam. “Aku tidak butuh bantuanmu karena belas kasihan, Ricardo. Tapi jika kita punya musuh yang sama, lebih baik kita bekerja sama.” Ricardo menyeringai. “Kesepakatan sementara, kalau begitu.” Suara tembakan tiba-tiba bergema di lantai bawah, memutuskan percakapan mereka. Leo meraih tangan Aurora. “Kita harus pergi.” Ricardo memberi isyarat pada anak buahnya untuk mengalihkan perhatian para penyusup, sementara mereka keluar melalui jalur rahasia di belakang klub. Mereka berlari di lorong-lorong gelap, menghindari kejaran para pria bertopeng. Saat hampir mencapai mobil, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat dengan cepat. Lorenzo bersumpah pelan. “Mereka menemukan kita.” Leo mengeluarkan pistolnya, begitu juga Lorenzo. Aurora meraih senjatanya sendiri, jantungnya berdegup cepat. Tiga pria bersenjata muncul dari kegelapan. Salah satu dari mereka berbicara dalam aksen Spanyol yang kental. “Senorita DeLuca… Tuan Vasquez mengundang Anda untuk bertemu dengannya.” Aurora mengangkat alis. “Dan jika aku menolak?” Pria itu tersenyum dingin. “Maka aku harus membawa Anda dengan cara yang lebih kasar.” Leo mengarahkan pistolnya langsung ke kepala pria itu. “Coba saja.” Suasana tegang. Tidak ada yang bergerak selama beberapa detik. Lalu, dengan gerakan secepat kilat, Aurora menembak pria yang berbicara itu tepat di bahunya. Suara tembakan menggema, diikuti oleh perkelahian sengit. Leo dan Lorenzo bertarung melawan dua pria lainnya, sementara Aurora menghadapi pria yang kini berlutut, menahan lukanya. Aurora menekan laras pistolnya ke dahinya. “Katakan pada Vasquez… jika dia ingin menemuiku, dia harus datang sendiri.” Pria itu mendengus kesakitan, tetapi tersenyum. “Dia akan menemui Anda, senorita… cepat atau lambat.” Leo menarik Aurora. “Kita harus pergi, sekarang!” Mereka melompat ke dalam mobil dan Lorenzo langsung melajukan kendaraan mereka keluar dari area itu. Saat mereka menjauh, Aurora menatap ke luar jendela, pikirannya berputar cepat. Antonio Vasquez sudah tahu tentang dirinya. Dan sekarang, ia tak bisa lagi bersembunyi. Leo menatapnya melalui kaca spion. “Apa yang ada di pikiranmu?” Aurora mengepalkan tangannya. “Kita harus menemukan Nicolo sebelum Vasquez melakukannya.” Lorenzo menoleh sekilas. “Kau pikir dia masih di Italia?” Aurora mengangguk. “Jika dia bekerja untuk Vasquez, maka dia adalah kunci untuk menemukan raja kartel itu.” Leo menatap lurus ke jalan. “Kalau begitu, kita harus menemukan orang yang bisa membawa kita ke Nicolo.” Aurora menghela napas dalam-dalam. Permainan ini semakin berbahaya, tetapi satu hal yang pasti: Dia tidak akan berhenti sampai dia tahu kebenaran. ---Udara dingin menyambut Leo saat ia dan Aurora mendarat di wilayah pegunungan Serbia, tepat di perbatasan utara yang menjadi jalur lintas senjata gelap Forum Umbra. Luka, yang sudah lebih dulu tiba bersama dua anggota Il Lupo, menyambut mereka di tempat persembunyian: sebuah vila tua peninggalan perang Yugoslavia.“Ada gerakan dari anak buah Khan,” bisik Luka sambil menunjukkan foto satelit. “Setelah kau ledakkan gudang di Istanbul, mereka mundur ke markas cadangan di sini. Tapi yang mengejutkan... mereka membawa ilmuwan.”Leo memicingkan mata. “Ilmuwan?”Aurora menimpali, “Forum tak hanya memperjualbelikan senjata, tapi juga memodifikasi teknologi militer. Mereka rekrut pakar senjata biokimia dari Ukraina dan Rusia.”Leo menatap layar. “Kita harus tangkap mereka hidup-hidup.”---Markas Forum Umbra – Serbia UtaraDi dalam bangunan tersembunyi di balik hutan pinus bersalju, seorang pria tua berkacamata bundar tengah mempersiapkan bahan kimia. Namanya Dr. Vasko Lunin, pakar racun syaraf
Pagi baru menyinari Milan saat Leo duduk sendirian di ruang strategi bawah tanah. Peta digital menyala samar di hadapannya, memperlihatkan jaringan-jaringan yang pernah tersembunyi—Forum Umbra, sisa-sisa pasukan Ivanov, dan bahkan simpul-simpul kecil yang mengakar hingga Amerika Latin dan Timur Tengah.Aurora masuk tanpa suara, membawa dua cangkir kopi.“Tak tidur semalam?” tanyanya sambil meletakkan cangkir di hadapan Leo.“Tidur artinya membiarkan musuh bernapas lebih lama,” jawab Leo tanpa menoleh.Aurora menatap layar. “Ini... lebih besar dari yang kita kira.”Leo mengangguk. “Forum Umbra bukan cuma organisasi. Mereka adalah ide. Bentuk baru kekuasaan bayangan. Dan mereka mulai merekrut dari tempat yang kita abaikan—daerah konflik, pasar gelap, bahkan teknologi.”Ia menunjuk satu titik di peta, Suriah.“Di sini, mereka membiayai milisi lokal dengan senjata dari pasar hitam. Dari sini, mereka mengirimkan drone dan intel ke Eropa Timur. Kita harus hentikan mata rantai ini.”---Seme
Hening menyelimuti ruang perencanaan markas Il Lupo. Di tengah cahaya redup dan proyeksi peta interaktif, Leo berdiri dengan tangan di belakang punggungnya. Semua mata tertuju padanya—Matteo, Aurora, Luka, dan para komandan senior Il Lupo yang kembali dari tempat persembunyian.“Target kita bukan hanya Tangan Bayangan,” ujar Leo. “Tapi para pembisik di baliknya. Forum Umbra berpikir mereka bisa menulis ulang aturan, tapi malam ini, kita akan buat mereka membaca ulang sejarah.”Peta menampilkan lima lokasi utama: gudang senjata di Balkan, pusat pelatihan di Albania, dan tiga titik distribusi intelijen di Prancis selatan. Aurora maju ke depan.“Serangan simultan, dua jam sebelum fajar. Matteo pimpin tim ke Balkan. Luka dan aku tangani Albania. Leo, kau yakin akan turun langsung ke Prancis?”Leo menatapnya. “Forum Umbra butuh pesan. Dan pesan terbaik dikirimkan langsung oleh pemimpin Il Lupo.”---Beberapa Jam Kemudian – Toulouse, Prancis SelatanDalam penyamaran sebagai truk angkut logi
Pagi itu, Milan tampak damai, tapi Leo tahu dunia bayangan tak pernah benar-benar tertidur. Argos telah dihancurkan, Ivanov telah ditenggelamkan ke kedalaman laut, dan para serigala Il Lupo kembali ke sarangnya. Namun, di balik keberhasilan itu, Leo menyadari satu hal: kosongnya takhta akan selalu menarik musuh baru.“Surat ini datang pagi tadi,” ujar Aurora sambil menyerahkan amplop tebal bersegel emas. “Tanpa pengirim, tapi berasal dari Prancis.”Leo membuka perlahan. Matanya menyipit ketika membaca isi surat: undangan ke sebuah pertemuan rahasia antara para kepala organisasi bayangan Eropa—Forum Umbra. Tempat di mana pengaruh dibentuk, perjanjian dilanggar, dan darah bisa menjadi mata uang.“Forum ini seharusnya sudah dibubarkan sejak lima tahun lalu,” kata Matteo dari sudut ruangan. “Terakhir yang hadir adalah Nicolo... dan ayah Ivanov.”Leo mengangguk. “Kalau mereka memanggilku, itu berarti seseorang ingin menyatukan kekuatan baru. Tanpa Ivanov, kekosongan akan mereka isi.”“Dan
Malam jatuh di Milan dengan tenang, seolah dunia bawah benar-benar sudah menundukkan kepalanya. Tapi Leo tahu lebih dari siapa pun—ketenangan hanyalah jeda sebelum badai berikutnya.Di ruang bawah markas Il Lupo, Leo memandangi peta intelijen baru. Satu titik merah menyala di jantung Istanbul.“Garis komunikasi Phoenix aktif kembali,” kata Aurora sambil menampilkan rekaman suara dari frekuensi gelap. “Ada percakapan antara dua figur bayangan. Mereka menyebut kode ‘Argos’.”“Argos?” tanya Leo, alisnya mengernyit.“Program pemantauan total yang pernah dirancang oleh Rusia dan ditinggalkan. Sistem satelit dengan AI yang bisa memetakan gerakan kriminal, militer, bahkan politisi, dalam waktu nyata.”Matteo bersiul pelan. “Kalau itu aktif... Il Lupo bisa dilumpuhkan dalam sehari.”Leo tak menjawab. Ia tahu siapa yang berada di balik ini—Dimitri Ivanov, sisa terakhir dari keluarga Ivanov yang dulu pernah ditundukkan ayahnya.“Aku akan ke Istanbul,” kata Leo. “Dan kali ini, aku tidak akan kem
Hujan mengguyur kota Milan sejak pagi, membasahi atap markas Il Lupo yang kembali berdenyut dengan aktivitas. Di ruang komando, Leo berdiri di depan papan digital yang menampilkan peta Eropa dan Asia dengan titik-titik merah yang perlahan menyusut.Phoenix telah lumpuh. Tapi tidak musnah.“Dragan masih menyembunyikan satu lokasi cadangan,” ujar Aurora dari kursi analisnya. “Sesuatu yang bahkan intel Rusia dan CIA pun tak bisa deteksi. Tapi aku menemukan petunjuk... ada koneksi ke seseorang dari masa lalu.”Leo menatapnya tajam. “Siapa?”“Valentina Kuznetsova. Mantan pemimpin pasukan intel Phoenix di Balkan. Menghilang tiga tahun lalu setelah konvoi pasukannya diserang. Diduga mati.”“Kalau dia masih hidup,” kata Matteo, yang baru masuk, “maka dia adalah sisa terakhir cakar Phoenix yang harus kita cabut.”Leo mengangguk. “Aku akan cari dia. Sendiri.”---Beberapa Hari Kemudian – MontenegroKota tua di tepi pegunungan Balkan masih menyimpan luka dari perang masa lalu. Leo menyusup ke ar
Penerbangan malam dari Milan menuju Sarajevo berlangsung dalam senyap. Di kabin jet pribadinya, Leo duduk tanpa bicara. Tangannya menggenggam foto ayahnya—Nicolo—yang kini menjadi misteri hidup dan mati. Di sekelilingnya, hanya suara samar dari mesin pesawat dan desiran angin di luar jendela. Matteo, yang duduk di seberangnya, memecah keheningan. “Kau yakin ini bukan jebakan?” Leo tidak langsung menjawab. Matanya masih terpaku pada gambar. “Jika Dragan benar-benar menahan ayahku, maka ini bukan sekadar perang antar mafia. Ini balas dendam pribadi.” Matteo mengangguk pelan. “Tapi dia tahu itu. Dia tahu kamu akan datang, Leo. Dia sudah menyiapkan sesuatu.” Leo menatap Matteo tajam. “Biarkan dia siapkan segalanya. Aku akan membakar semuanya jika itu yang diperlukan.” --- Sarajevo – Tengah Malam Jet mendarat di bandara kecil di pinggiran kota. Mereka di
Langit Milan tertutup awan kelabu. Di atas atap markas Il Lupo, Leo berdiri memandangi kota yang dulu dianggapnya aman. Kini, bayangan perang menyelimuti segalanya. Di tangannya, dia menggenggam liontin milik Nicolo—satu-satunya peninggalan yang kembali bersamanya setelah operasi di Sarajevo.“Ini bukan tentang balas dendam semata,” gumamnya. “Ini tentang menghentikan kekacauan sebelum dunia dilahap Phoenix.”Luka mendekat dengan berkas laporan. “Aurora berhasil menyusup ke server Phoenix. Kita tahu lokasi utama mereka di Istanbul. Tapi Dragan punya pasukan setidaknya lima puluh elit bersenjata.”Leo tidak tampak gentar. “Kalau itu markas pusat, maka di sanalah kita akhiri semuanya.”Matteo masuk ke ruang komando. “Pasukan kita sudah siap. Jovan dan Emir akan pimpin jalur laut. Kita masuk dari udara. Operasi ini akan kita sebut sesuai nama yang Nicolo tinggalkan—Revenant. Bayangan yang kembali dari kematian.”Leo memandangi layar bes
Api membumbung tinggi dari gudang bawah tanah di perbatasan Bulgaria. Kilatan cahaya oranye menerangi langit malam, disertai ledakan yang mengguncang tanah. Leo berdiri di kejauhan bersama Matteo dan Luka, menyaksikan kebakaran itu tanpa ekspresi."Bukan cuma bunker yang terbakar," gumam Matteo. "Itu simbol. Pusat koordinasi operasi mereka."Leo menoleh ke Luka. "Kita beri sinyal pada semua kelompok di Eropa. Phoenix gagal lepas landas. Kita akan bunuh revolusi mereka sebelum dimulai."Luka mengangguk. "Sudah kukirimkan pesan melalui jaringan Aurora. Semua mata kini tertuju pada Dragan."Namun Leo tahu, ini baru awal. Dragan bukan tipe yang menyerah begitu saja. Ia akan membalas, dan tidak dengan cara biasa.---Milan – Dua Hari KemudianMarkas Leo lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering, pesan datang dari berbagai jaringan. Aurora duduk di meja pusat informasi, mengetik cepat sambil terus menerima kabar t