Mobil yang dikendarai Nicolo melaju dengan kecepatan stabil menembus jalanan Roma yang gelap. Aurora duduk di kursi penumpang depan, sementara Leo dan Lorenzo duduk di belakang, tetap waspada dengan tangan mereka di atas senjata.
Tidak ada yang berbicara selama beberapa menit, hanya suara mesin yang mengisi kesunyian. Akhirnya, Aurora memecah kebisuan. “Ke mana kau membawa kami, Nicolo?” Nicolo tetap fokus pada jalan. “Tempat yang aman. Aku akan menjelaskan semuanya di sana.” Leo mendengus. “Kau pikir kami akan percaya begitu saja? Kau sudah berkhianat sekali, apa jaminannya kau tidak akan melakukannya lagi?” Nicolo menghela napas, tapi tidak menjawab. Aurora memperhatikan Nicolo dengan seksama. Pria itu terlihat lelah, namun sorot matanya tetap tajam—seperti seseorang yang selalu berada di ujung tanduk. “Nicolo,” Aurora menekan suaranya, “kenapa Vasquez mengincar kita?” Nicolo meremas setir mobilnya sebelum akhirnya menjawab, “Karena sesuatu yang aku ambil darinya.” Aurora bertukar pandang dengan Leo dan Lorenzo. “Apa yang kau ambil?” tanya Leo curiga. Nicolo mengencangkan rahangnya. “Bukti yang bisa menghancurkan Vasquez.” Aurora menyipitkan matanya. “Jelaskan.” Nicolo menarik napas dalam-dalam sebelum berkata, “Vasquez bukan hanya seorang pemimpin kartel. Dia memiliki jaringan luas yang mencakup perdagangan manusia, korupsi, dan bahkan koneksi dengan pemerintah bayangan.” Lorenzo menyeringai sinis. “Kita sudah tahu itu. Apa yang membuat ini berbeda?” Nicolo menoleh ke Aurora. “Aku punya dokumen dan rekaman yang membuktikan keterlibatan Vasquez dengan beberapa pejabat tinggi di Eropa. Jika bukti ini dipublikasikan, Vasquez akan kehilangan semua perlindungannya.” Aurora menahan napas. Jika itu benar, maka mereka akhirnya punya sesuatu untuk menjatuhkan Vasquez. “Di mana bukti itu sekarang?” Nicolo mengarahkan mobilnya ke sebuah gudang tua di pinggiran kota. “Di sini.” Mereka keluar dari mobil dengan tetap waspada. Nicolo membuka pintu gudang, lalu menyalakan lampu yang redup. Di dalam, terdapat meja kayu dengan beberapa berkas berserakan, sebuah laptop, dan beberapa senjata yang tertata rapi di rak. Nicolo berjalan ke meja, mengambil sebuah USB drive, lalu menunjukkannya pada Aurora. “Semua ada di sini.” Aurora menatap benda kecil itu seolah itu adalah bom waktu. “Sudah berapa lama kau menyimpan ini?” “Beberapa bulan,” jawab Nicolo. “Aku mencoba mencari waktu yang tepat untuk menggunakannya.” Leo mendekat, menyilangkan tangan. “Dan selama itu kau membiarkan Vasquez tetap berkuasa?” Nicolo menatapnya tajam. “Jika aku menggunakannya tanpa rencana yang matang, aku akan mati sebelum bisa melihatnya terungkap.” Lorenzo mencibir. “Kau pikir kita cukup bodoh untuk percaya kau melakukan ini demi kebaikan?” Nicolo mengangkat bahu. “Percaya atau tidak, itu urusan kalian. Yang jelas, kita semua menginginkan hal yang sama—menghancurkan Vasquez.” Aurora mengambil USB drive itu dari tangan Nicolo, merasakannya di genggamannya. Ini bisa menjadi kunci untuk mengakhiri semua ini—atau awal dari bencana yang lebih besar. Tiba-tiba, suara deru mobil mendekat dengan cepat. Leo mengumpat. “Kita kedatangan tamu.” Nicolo segera mematikan lampu dan menarik mereka semua ke belakang tumpukan peti kayu. Aurora mengintip keluar jendela kecil dan melihat beberapa SUV hitam berhenti di luar gudang. “Mereka menemukan kita,” gumamnya. Lorenzo mengokang pistolnya. “Apa rencananya?” Nicolo menghela napas. “Aku bisa mengalihkan perhatian mereka. Kalian kabur lewat pintu belakang.” Aurora menatapnya tajam. “Jangan bodoh. Jika kau tertangkap, Vasquez akan memastikan kau tidak bernapas lagi.” Nicolo tersenyum kecil. “Kau peduli padaku sekarang?” Aurora mengabaikan pertanyaan itu dan menatap Leo. “Kita harus keluar dari sini. Tapi kita tidak bisa membiarkan mereka membawa bukti ini.” Leo mengangguk. “Lorenzo, kau cari jalur keluar. Nicolo dan aku akan menahan mereka cukup lama.” Lorenzo menghilang ke belakang gudang, sementara Aurora menyimpan USB drive itu di dalam jaketnya. Pintu gudang tiba-tiba dihantam keras. “Keluar, Nicolo!” terdengar suara berat dari luar. “Kami tahu kau ada di dalam!” Nicolo menatap Aurora dan Leo. “Saat aku bilang sekarang, kalian lari.” Aurora menggigit bibirnya, tapi mengangguk. Pintu akhirnya jebol, dan sekelompok pria bersenjata masuk. Nicolo langsung menembak salah satu dari mereka, membuat yang lain bereaksi cepat dengan menembak balik. Leo dan Aurora ikut membalas tembakan, sementara mereka mundur perlahan ke arah pintu belakang. Lorenzo muncul kembali. “Jalur keluar bersih! Cepat!” Aurora berlari lebih dulu, diikuti Lorenzo. Leo menembak sekali lagi sebelum akhirnya mengikuti mereka. Mereka keluar ke gang sempit di belakang gudang, berlari ke arah mobil yang mereka parkir di ujung jalan. Namun, tepat saat mereka hampir mencapai mobil, sebuah suara membuat mereka berhenti. “Aurora!” Aurora menoleh dan melihat Nicolo masih berada di pintu belakang gudang, tertahan di antara musuh. Salah satu pria bersenjata menodongkan pistol ke kepala Nicolo. “Menyerah, atau aku akan menghabisinya.” Aurora menegang. Ia bisa melihat Nicolo yang berdiri tegap, ekspresinya tenang meskipun pistol menempel di kepalanya. Leo menarik Aurora. “Kita harus pergi!” Aurora menatap Nicolo. Ia tahu ini adalah pilihan sulit—jika mereka kembali, kemungkinan besar mereka akan kalah jumlah. Tapi jika mereka pergi, Nicolo mungkin tidak akan selamat. Nicolo menatapnya dengan mata yang penuh arti. “Pergilah, Aurora.” Aurora mengepalkan tangannya, hatinya berteriak untuk tidak meninggalkannya. Lorenzo menatapnya tajam. “Jangan bodoh! Kita tidak bisa menolongnya sekarang.” Aurora menggigit bibirnya. Dengan berat hati, ia berbalik dan masuk ke dalam mobil. Mobil melaju menjauh, meninggalkan Nicolo di belakang. Di dalam mobil, Aurora menatap USB drive di tangannya. Jika Nicolo benar-benar mati, maka ia harus memastikan pengorbanannya tidak sia-sia. Mereka harus menjatuhkan Vasquez—dengan cara apa pun. Dan ini baru permulaan. ---Kilatan biru menyinari lorong bawah tanah yang sunyi. Di dalam Genesis Vault, Leo berdiri siaga, menodongkan pistol ke arah Arvan, pria misterius yang dulu dianggap telah mati bersama keruntuhan Arvan Industries. Di belakangnya, dua sosok humanoid dengan sayap logam dan mata tanpa jiwa—Custos, para penjaga ciptaan Genesis—menatap mereka tanpa emosi.Matteo bergerak ke samping, mencoba mencari sudut tembak. “Makhluk-makhluk itu… mereka bukan manusia. Tapi bukan mesin juga.”Arvan melangkah maju, senyumnya licik. “Mereka adalah evolusi. Aku hanya mempercepat proses yang seharusnya alam lakukan berabad-abad lalu.”Leo tak menurunkan pistolnya. “Genesis diciptakan untuk melindungi, bukan menguasai.”“Siapa bilang?” tanya Arvan. “Genesis adalah alat. Alat untuk membersihkan dunia dari ketidaksempurnaan.”Tiba-tiba, Custos bergerak. Dalam sekejap, satu di antaranya meluncur ke arah Leo. Pria itu melompat ke samping, nyaris terkena sabetan
Eden masih sunyi, namun bukan ketenangan yang menyelimuti tempat itu—melainkan napas tertahan dari seluruh penghuni yang selamat. Sinar matahari pagi menembus celah ventilasi buatan di atas kubah Eden, menyoroti serpihan reruntuhan dan luka-luka yang belum sempat diobati. Di ruang observasi pusat, Leo menatap layar besar yang menampilkan struktur bawah tanah Eden. Di sampingnya, Aurora duduk dengan tangan terlipat, tubuhnya lelah namun pikirannya tetap waspada. “Elena bilang Yuna meninggalkan jejak data terakhir sebelum sistemnya padam,” ucap Aurora lirih. “Dan bukan sembarang data—dia membuka jalur ke lokasi rahasia yang disebut sebagai… Genesis Vault.” “Genesis,” Leo mengulang kata itu. “Satu kata yang bisa berarti harapan… atau akhir.” Matteo masuk sambil membawa sebuah tablet. “Kami sudah memetakan koordinat Genesis Vault. Letaknya di bawah tanah, di luar zona pemukiman Eden, persis di perbatasan antara reruntuhan Arvan dan jalur cadangan energi utama.” “Tempat itu tidak
Ledakan kecil mengguncang lorong utama Eden. Debu beterbangan dari langit-langit saat sistem pencahayaan berkedip panik. Leo berlari cepat di depan, Aurora menyusul di belakangnya, diikuti oleh Matteo dan Elena yang baru tiba dari sektor medis. “Apa itu ledakan dari Sektor Energi?” tanya Aurora sambil berlari. Matteo menjawab, “Bukan. Itu dari dalam—dari inti pusat komunikasi. Seseorang berusaha membakar jalur data agar tak bisa dilacak.” Leo menggeram. “Berarti kita punya pengkhianat. Seseorang di dalam Eden yang bekerja untuk Raul.” Mereka tiba di persimpangan utama dan berbelok ke sayap timur. Di sana, pintu menuju pusat komunikasi telah hancur sebagian. Api menyala di salah satu sisi ruangan, dan sistem penyiram otomatis bekerja dengan sia-sia karena aliran air telah diputus dari pusat. Rania muncul dari balik reruntuhan, wajahnya kotor dan napas tersengal. “Kami mencoba menghentikannya… tapi dia kabur lewat ventilasi.” “Siapa?” tanya Leo cepat. Rania menunduk, seolah tida
Eden masih sunyi, namun bukan ketenangan yang menyelimuti tempat itu—melainkan napas tertahan dari seluruh penghuni yang selamat. Sinar matahari pagi menembus celah ventilasi buatan di atas kubah Eden, menyoroti serpihan reruntuhan dan luka-luka yang belum sempat diobati. Di ruang observasi pusat, Leo menatap layar besar yang menampilkan struktur bawah tanah Eden. Di sampingnya, Aurora duduk dengan tangan terlipat, tubuhnya lelah namun pikirannya tetap waspada. “Elena bilang Yuna meninggalkan jejak data terakhir sebelum sistemnya padam,” ucap Aurora lirih. “Dan bukan sembarang data—dia membuka jalur ke lokasi rahasia yang disebut sebagai… Genesis Vault.” “Genesis,” Leo mengulang kata itu. “Satu kata yang bisa berarti harapan… atau akhir.” Matteo masuk sambil membawa sebuah tablet. “Kami sudah memetakan koordinat Genesis Vault. Letaknya di bawah tanah, di luar zona pemukiman Eden, persis di perbatasan antara reruntuhan Arvan dan jalur cadangan energi utama.” “Tempat itu tidak
Eden kembali tenang. Setidaknya, di permukaan.Di ruang utama komando, layar-layar kembali menampilkan aktivitas normal. Sistem keamanan telah dipulihkan, dan ancaman dari Sigma-0 dinyatakan berhasil dinonaktifkan. Namun, bukan berarti semua orang bisa bernapas lega.Leo menatap ke luar dari balkon atas menara pusat Eden, memandangi cahaya lampu-lampu yang mulai menyala di sektor-sektor yang sempat padam. Udara malam ini terasa dingin, menandakan bahwa perang dingin selanjutnya telah dimulai—perang yang tidak terlihat, tapi tak kalah mematikan.“Apa kau masih berpikir soal Sigma-0?” suara Aurora terdengar pelan dari belakangnya.Leo menoleh. “Bukan soal itu saja… Tapi siapa yang membangkitkannya. Sistem sekompleks itu tidak akan aktif dengan sendirinya.”Aurora bergabung di sisinya. Angin malam menyibak rambutnya, dan mata keemasan miliknya memantulkan kilau lampu Eden yang redup.“Aku juga merasa... seperti ini belum selesai,” katanya perlahan.“Masih ada sisa-sisa Veylar di Eden,” g
Langkah Leo bergema di lorong bawah tanah Eden, tempat server utama berada. Matteo menyusul di belakangnya dengan wajah serius, sementara Rania menunggu mereka di depan pintu baja dengan ekspresi gelisah.“Aku mendapat sinyal aneh dari terminal lama di sektor Delta,” ujar Rania tanpa basa-basi. “Sistem yang seharusnya mati sejak dua tahun lalu… aktif lagi.”Leo menyipitkan mata. “Kau yakin bukan gangguan biasa?”“Sudah kucek dua kali. Ini bukan hanya sistem aktif. Ada proses berpikir di dalamnya. Kode berpola, seperti AI yang beradaptasi ulang,” jawab Rania.Matteo mengumpat pelan. “Apa Infinitas meninggalkan sesuatu di dalam sistem kita?”Rania membuka pintu baja dengan kartu akses khusus. “Kita akan lihat.”Di dalam ruangan yang remang dan dingin, layar-layar monitor tua menyala kembali satu per satu. Di tengahnya, sebuah server utama yang dulu digunakan untuk sistem pertahanan Eden tampak berdenyut dengan cahaya merah samar.Leo mendekat, menatap tulisan yang muncul di layar utama: