Bab 6
“Kamu pasti habis ngerampok bank, kan? Kalau nggak, mana bisa tukang galon kayak kamu bisa punya uang sebanyak ini!” tuding Tante Rara, dengan tatapan menuduh ke arah Teguh yang saat ini pakaiannya lebih rapi daripada seminggu yang lalu, hanya saja rambut gondrong dan cambang yang menghiasi wajahnya masih tetap sama. “Bu, jangan terima uang itu, takutnya nanti Ibu malah ditangkap polisi! Berabe!” timpal Tante Nunik ikut mengompori. Nenek Widia yang memang gila harta dan selalu serakah jika soal uang itu pun berpikir keras. Satu sisi dia jelas tak mau melewatkan kesempatan mendapatkan uang 500 juta itu, tetapi di sisi lainnya, beliau juga tak mau berurusan dengan polisi jika sampai ternyata uang itu bermasalah. “Kamu yakin uang ini bukan hasil dari ngerampok?” tanya Nenek Widia dengan hati-hati. Teguh menaikkan sudut bibirnya. “Kalau ini uang hasil rampokan, mungkin saya nggak akan bisa ada di sini, di depan kalian. Bahkan sebelum saya keluar dari bank, mungkin petugas keamanan sudah menangkap saya,” ujar Teguh yakin. Nenek Widia tampak mengangguk pelan dan membenTeguh ucapan Teguh barusan. Nunik dan Rara pun menganggap jika ucapan Teguh cukup masuk akal. “Jadi, apakah saya bisa segera menikahi Sakinah sesuai kesepakatan yang sudah dibuat?” Teguh bertanya sekali lagi pada Nek Widia. Nenek Widia masih tercengang. Bibirnya gemetar, seolah tak percaya dengan jumlah uang yang begitu fantastis di hadapannya. Tante Nunik dan Tante Rara yang semula meremehkan Teguh, kini diam seribu bahasa. Mata mereka berbinar penuh harap, mengamati lembaran uang yang tersusun rapi di dalam tas. "Bagaimana, Nek?" tanya Teguh dengan nada tenang namun tegas. "Bukankah ini lebih dari cukup untuk memenuhi syarat yang Nenek ajukan?" Nenek Widia tak segera menjawab. Dia menatap Teguh tajam, mencoba mencari celah untuk menolak, tapi kenyataan bahwa pria di hadapannya berhasil mengumpulkan uang sebesar itu membuatnya harus berpikir dua kali. Dia tidak menyangka tukang galon seperti Teguh bisa membawa uang sebanyak itu. Sesuatu yang mencurigakan, namun tawaran ini terlalu menggiurkan untuk dilewatkan begitu saja. "Sa–saya …." Nenek Widia tergagap, "sepertinya Nenek perlu waktu untuk berpikir.” "Nggak perlu berpikir lama, Nek," sahut Teguh dengan senyum simpul di bibirnya. "Saya mencintai Sakinah. Saya sudah memenuhi syarat yang Nenek minta, jadi nggak ada alasan lagi bagi Nenek untuk menolak saya." Tante Nunik yang dari tadi menahan diri, akhirnya angkat bicara. "Bu, uang segini besar ... kenapa kita harus menolak? Toh, juragan Brata pun nggak mungkin bisa ngasih sebanyak ini!" "Tapi kita sudah janji sama Juragan Brata." Nenek Widia terdengar bimbang. Keinginannya untuk mendapatkan lebih banyak uang bertarung dengan ketakutannya menghadapi kemarahan Juragan Brata jika pernikahannya dengan Sakinah dibatalkan. "Juragan Brata nggak perlu tahu lah, Bu." Tante Rara menambahkan. "Kita bisa bilang apa saja padanya. Lagipula, kita kan masih dapat keuntungan lebih besar kalau menikahkan Sakinah dengan Teguh." Tante Nunik mengangguk setuju. "Benar, Bu. Uang ini cukup untuk menutupi semua kebutuhan kita, dan kita pasti bisa hidup enak. Juragan Brata pasti nggak akan tau." Teguh mendengTeguh percakapan tersebut dengan tenang. "Keputusan ada di tangan Nenek, tapi saya hanya akan menunggu sampai hari ini. Kalau Nenek menolak, maka saya akan pergi dan Sakinah nggak akan pernah melihat saya lagi. Tapi, kalau Nenek menerima, saya akan memastikan Sakinah bahagia dan saya pasti memberikan kehidupan yang layak untuknya." Nenek Widia menelan ludah. Di dalam benaknya, keuntungan besar dari uang 500 juta itu terus berputar. Ia tahu, meski Juragan Brata kaya, tidak ada jaminan bahwa ia akan memberikan uang sebanyak ini. Namun, ada juga ketakutan bahwa Juragan Brata akan menuntut balas jika pernikahan gagal. "Hmm, jadi …." Nenek Widia akhirnya angkat bicara, suaranya masih bergetar, "Baiklah, Nenek akan merestui kalian … tapi, pernikahan harus dilakukan secepatnya, sebelum Juragan Brata tau." Tante Nunik dan Tante Rara tersenyum penuh kemenangan. Teguh hanya tersenyum tipis, merasa bahwa langkahnya berhasil. Sekarang tinggal satu hal lagi yaitu memberi tahu Sakinah bahwa dia akan menikah dengan pria yang benar-benar mencintainya. Teguh tersenyum penuh arti. “Kalau begitu, saya akan segera menyiapkan segala hal untuk pernikahan saya dengan Sakinah.” Nenek Widia mengangguk. “Silakan saja kamu atur hari pernikahan dan bagaimana resepsinya nanti, kami pihak wanita cukup manut saja!” ujarnya. Wanita tua itu seperti tak peduli bagaimana pernikahan itu nantinya, yang terpenting adalah uang 500 juta itu sudah berada dalam genggamannya. Teguh mengangguk lagi. “Apa saya boleh menemui Sakinah sekarang, Nek?” tanyanya tiba-tiba yang sontak membuat Nek Widia, Nunik dan Rara tersentak. ‘Duh, gawat!’ Nunik membatin panik. Dia melirik ke arah Rara agar Ibunya paham untuk tak perlu mempertemukan Sakinah dengan Teguh saat ini. Sebab, sudah beberapa hari Sakinah dikurung di kamarnya, dan mereka hanya memberi makan Sakinah seadanya, jika ingat saja. Di kamar itu juga tidak ada kamar mandi, sehingga Sakinah tak mungkin bisa membersihkan diri. Bisa dipastikan penampilannya yang kucel, akan semakin kucel saja. Dan jika mereka mempertemukan Sakinah dan Teguh, mereka jelas takut akan membuat Teguh berubah pikiran jika melihat penampilan Sakinah. “Ehhh, anu … kayaknya Sakinah lagi nggak enak badan, Nak Teguh. Udah dari sore tadi Nenek suruh dia istirahat, jadi lain kali aja ketemunya ya,” ucap Nek Widia beralasan. Nunik , Rara, dan Ratih tampak bernapas lega karena Nek Widia sadar jika saat ini Teguh memang tak boleh bertemu dengan Sakinah dulu. “Sakinah lagi sakit, ya? Kenapa kalian nggak bilang dari tadi, gimana kalau dibawa ke rumah sakit aja?” usul Teguh kemudian. “Aduh, nggak usah, Teguh. Sakinah itu cuma kecapekan aja. Gak usah ke dokter segala. Kalian juga mau nikah, jadi kalau kata orang zaman dulu sih, harus dipingit. Nggak boleh ketemu dulu,” ucap Nunik sengaja memberi alasan agar Teguh tak memaksa untuk bertemu Sakinah lagi. “Oh gitu ya?” gumamnya memastikan. Teguh sempat heran karena dia tak tahu ada adat istiadat yang demikian. “Benar, Nak Teguh. Jadi maaf, mendingan kamu jangan ketemu sama Sakinah dulu ya,” timpal Nek Widia. “Hmm, baiklah, Nek, Bi, kalau gitu saya permisi pulang saja. Sampaikan salam saya pada Sakinah nanti,” ucap Teguh seraya berdiri dan bersiap untuk pergi. Nek Widia, dan anak-anak serta cucunya itu memasang senyum palsu di wajah mereka dan keempatnya lantas mengantar Teguh pergi hingga di teras rumah. Keempatnya bersorak senang, karena akhirnya mendapatkan keuntungan dari uang yang didapat dari Teguh. “Akhirnya … kita kaya!” Nek Widia bersorak setelah memastikan Teguh benar-benar pergi. ***Bab 57Kabar gembira tentang kehamilan Sakinah langsung disambut dengan tangis haru oleh Teguh. Pria itu tak menyangka, ia akan dikaruniai anak secepat ini. "Selamat, Sayang. Kamu akan jadi ibu." Teguh langsung memeluk Sakinah, kemudian mengecupi wajah istrinya itu bertubi-tubi.Sakinah sendiri tak kalah terkejut, begitu ia mengetahui ternyata ada janin yang tumbuh di perutnya saat ini. Baru saja Sakinah menjalankan peran barunya sebagai seorang istri selama beberapa bulan, sebentar lagi setelah akan mendapatkan peran baru sebagai seorang ibu."Selamat juga, Mas. Sebentar lagi, kamu akan menjadi ayah," sahut Sakinah.Teguh dan Sakinah terus tersenyum, seusai mereka kembali dari rumah sakit. Pasangan suami istri itu terus mengucap syukur atas amanah yang dipercayakan pada mereka. Meski Teguh dan Sakinah masih sama-sama belajar menjalankan peran sebagai suami dan istri, tapi keduanya sudah cukup siap untuk menyambut kehadiran sang buah hati. Dari segi finansial, Teguh dan Sakinah tidak
Bab 56Hidup Sakinah akhir-akhir ini terasa begitu damai. Sudah lama ia tidak mendengar kabar tentang keluarga Nek Widia. Sakinah tak perlu lagi menghadapi gangguan dari nenek dan bibi-bibinya yang selalu berusaha memanfaatkan dirinya.Tak hanya itu, Sakinah juga tak pernah diusik lagi oleh Irish dan Bu Dewi. Irish sudah berhenti mengganggu Sakinah setelah ia mempermalukan dirinya sendiri di acara perusahaan Teguh. Orang tua Irish bahkan mengirim Irish ke luar negeri. Iris sudah benar-benar berhenti mengejar Teguh, setelah ia mendapatkan peringatan dari kedua orang tuanya.Selain itu, Juragan Brata saat ini sudah mulai menjalani hukumannya di balik jeruji besi. Berkat kerja keras pengacara Teguh, Sakinah pun mendapatkan keadilan dan juragan Brata mendapatkan hukuman yang setimpal.Hari-hari Sakinah saat ini hanya dipenuhi dengan kebahagiaan dan cinta serta perhatian dari sang suami. "Sakinah, mumpung besok aku libur, gimana kalau kita pergi jalan-jalan?" ajak teguh pada Sakinah."Bol
Bab 55Setelah Ratih mengaku hamil, suasana di rumah Nek Widia terlihat suram. Nek Widia dan anak-anaknya tak saling bicara, dan Ratih mengurung diri di dalam kamar selama berhari-hari.Ratih sudah membuat seisi rumah stress, karena kelakuannya yang tak bisa menjaga pergaulan. Nek Widia dan Nunik masih marah besar pada Ratih, hingga mereka tak mau bertegur sapa apalagi bicara dengan Ratih. Setiap harinya, Ratih hanya bisa menangis di dalam kamar, meratapi nasib. Karena laki-laki yang menghamilinya tak mau bertanggung jawab, terpaksa Ratih harus melahirkan anak dalam kandungannya seorang diri. Ratih sudah mencoba segala cara untuk menyingkirkan janin tersebut, tapi sayang semua obat yang digunakan oleh Ratih gagal. Ratih sempat berpikir untuk melakukan aborsii, tapi gadis itu tak punya nyali dan biaya. Nek Widia dan keluarga masih belum punya solusi untuk menyelesaikan masalah Ratih. Sampai saat ini, mereka hanya berusaha agar kehamilan Ratih tidak diketahui oleh orang-orang. Jika sam
Bab 54"Ibu udah dengar kabar soal Kak Sakinah belum?" tanya Ratih pada Nunik.Kabar mengenai Sakinah kini telah sampai ke telinga keluarganya. Mereka sangat terkejut, sekaligus kesal pada Sakinah yang sengaja menutupi bisnis dan kekayaannya dari mereka."Kamu juga tahu?" "Bukan cuma aku, semua orang di kampung juga udah tahu," timpal Ratih. "Kak Sakinah ternyata punya perusahaan besar. Kak Sakinah ternyata nggak kalah kaya dari suaminya."Nunik, Rara, Nek Widia juga sudah tahu terlebih dulu. Setelah mereka mendengar kabar tentang Sakinah, mereka langsung berusaha menghubungi Sakinah, tapi sayang Sakinah tak dapat dihubungi.Nenek dan bibi-bibi Sakinah itu juga berusaha mendatangi Sakinah, tapi mereka tak bisa menjumpai Sakinah. Wanita yang selama ini mereka injak-injak dan mereka remehkan, kini bukan orang sembarangan yang bisa mereka temui sesuka hati. Setelah mengungkapkan semuanya, Sakinah telah memutuskan untuk tak lagi berurusan dengan keluarganya. Sakinah sudah dapat menebak,
Bab 53"Kamu akan jelasin semuanya sekarang, kan?"Saat ini Teguh sudah mengurung Sakinah di dalam kamar. Pria itu tidak akan membiarkan Sakinah pergi sebelum ia mendapatkan penjelasan yang ia inginkan. "Sebelumnya, aku minta maaf, Mas. Aku nggak bermaksud menyembunyikan hal ini dari kamu," ungkap Sakinah. "Sebenarnya, aku udah tahu kalau kamu bohong sama aku, Sakinah. Kamu diam-diam pergi tiap pagi setelah aku berangkat ke kantor, kan? Aku sempat curiga sama kamu, tapi untungnya kamu nggak ngelakuin hal buruk di luar sana," cetus Teguh. "Aku nggak mungkin punya maksud buruk sama kamu, Mas. Aku nggak ada niat sedikitpun untuk bohongin kamu. Aku cuma belum waktu yang tepat buat ngungkapin semuanya sama kamu, sahut Sakinah. "Ada alasan tertentu kenapa aku nyembunyiin semua ini. Aku nggak cuma nyembunyiin ini dari kamu, tapi dari semua keluarga aku. Nggak ada satu pun orang tahu soal perusahaan aku, Mas. Aku memang sengaja nggak bilang ke keluarga aku, karena aku nggak mau dimanfaatka
52)"Kami ucapkan banyak terima kasih pada seluruh hadirin yang sudah berkenan hadir dalam acara malam ini."Pembaca acara sudah mulai berbicara. Irish dan Bu Dewi masih terus mengoceh untuk menjatuhkan Sakinah, meskipun perhatian orang-orang mulai teralihkan pada pembawa acara.Sakinah masih belum merespon sindiran dan hinaan yang dilayangkan padanya dari Irish dan Bu Dewi. Wanita itu terlihat begitu tenang saat dirinya diledek dan direndahkan oleh dua wanita yang berdiri tak jauh darinya itu.Saat pembaca acara tengah mengoceh di atas panggung, tiba-tiba pembawa acara itu menyebutkan nama orang-orang yang menerima undangan khusus dari pihak perusahaan. Pembawa acara menyampaikan terima kasih secara khusus untuk tamu VIP yang hadir, sebagai apresiasi dan tanda hormat pada orang-orang penting yang memiliki banyak kontribusi untuk kemajuan perusahaan Teguh. "Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Nyonya Sakinah, selalu investor utama, yang sudah berkenan hadir dalam acar