Share

Chapter 6

Author: Merry Heafy
last update Last Updated: 2025-08-01 23:04:18

Bab 6

“Kamu pasti habis ngerampok bank, kan? Kalau nggak, mana bisa tukang galon kayak kamu bisa punya uang sebanyak ini!” tuding Tante Rara, dengan tatapan menuduh ke arah Teguh yang saat ini pakaiannya lebih rapi daripada seminggu yang lalu, hanya saja rambut gondrong dan cambang yang menghiasi wajahnya masih tetap sama.

“Bu, jangan terima uang itu, takutnya nanti Ibu malah ditangkap polisi! Berabe!” timpal Tante Nunik ikut mengompori.

Nenek Widia yang memang gila harta dan selalu serakah jika soal uang itu pun berpikir keras. Satu sisi dia jelas tak mau melewatkan kesempatan mendapatkan uang 500 juta itu, tetapi di sisi lainnya, beliau juga tak mau berurusan dengan polisi jika sampai ternyata uang itu bermasalah.

“Kamu yakin uang ini bukan hasil dari ngerampok?” tanya Nenek Widia dengan hati-hati.

Teguh menaikkan sudut bibirnya. “Kalau ini uang hasil rampokan, mungkin saya nggak akan bisa ada di sini, di depan kalian. Bahkan sebelum saya keluar dari bank, mungkin petugas keamanan sudah menangkap saya,” ujar Teguh yakin.

Nenek Widia tampak mengangguk pelan dan membenTeguh ucapan Teguh barusan. Nunik dan Rara pun menganggap jika ucapan Teguh cukup masuk akal.

“Jadi, apakah saya bisa segera menikahi Sakinah sesuai kesepakatan yang sudah dibuat?” Teguh bertanya sekali lagi pada Nek Widia.

Nenek Widia masih tercengang. Bibirnya gemetar, seolah tak percaya dengan jumlah uang yang begitu fantastis di hadapannya. Tante Nunik dan Tante Rara yang semula meremehkan Teguh, kini diam seribu bahasa. Mata mereka berbinar penuh harap, mengamati lembaran uang yang tersusun rapi di dalam tas.

"Bagaimana, Nek?" tanya Teguh dengan nada tenang namun tegas. "Bukankah ini lebih dari cukup untuk memenuhi syarat yang Nenek ajukan?"

Nenek Widia tak segera menjawab. Dia menatap Teguh tajam, mencoba mencari celah untuk menolak, tapi kenyataan bahwa pria di hadapannya berhasil mengumpulkan uang sebesar itu membuatnya harus berpikir dua kali. Dia tidak menyangka tukang galon seperti Teguh bisa membawa uang sebanyak itu. Sesuatu yang mencurigakan, namun tawaran ini terlalu menggiurkan untuk dilewatkan begitu saja.

"Sa–saya …." Nenek Widia tergagap, "sepertinya Nenek perlu waktu untuk berpikir.”

"Nggak perlu berpikir lama, Nek," sahut Teguh dengan senyum simpul di bibirnya. "Saya mencintai Sakinah. Saya sudah memenuhi syarat yang Nenek minta, jadi nggak ada alasan lagi bagi Nenek untuk menolak saya."

Tante Nunik yang dari tadi menahan diri, akhirnya angkat bicara. "Bu, uang segini besar ... kenapa kita harus menolak? Toh, juragan Brata pun nggak mungkin bisa ngasih sebanyak ini!"

"Tapi kita sudah janji sama Juragan Brata." Nenek Widia terdengar bimbang. Keinginannya untuk mendapatkan lebih banyak uang bertarung dengan ketakutannya menghadapi kemarahan Juragan Brata jika pernikahannya dengan Sakinah dibatalkan.

"Juragan Brata nggak perlu tahu lah, Bu." Tante Rara menambahkan. "Kita bisa bilang apa saja padanya. Lagipula, kita kan masih dapat keuntungan lebih besar kalau menikahkan Sakinah dengan Teguh."

Tante Nunik mengangguk setuju. "Benar, Bu. Uang ini cukup untuk menutupi semua kebutuhan kita, dan kita pasti bisa hidup enak. Juragan Brata pasti nggak akan tau."

Teguh mendengTeguh percakapan tersebut dengan tenang. "Keputusan ada di tangan Nenek, tapi saya hanya akan menunggu sampai hari ini. Kalau Nenek menolak, maka saya akan pergi dan Sakinah nggak akan pernah melihat saya lagi. Tapi, kalau Nenek menerima, saya akan memastikan Sakinah bahagia dan saya pasti memberikan kehidupan yang layak untuknya."

Nenek Widia menelan ludah. Di dalam benaknya, keuntungan besar dari uang 500 juta itu terus berputar. Ia tahu, meski Juragan Brata kaya, tidak ada jaminan bahwa ia akan memberikan uang sebanyak ini. Namun, ada juga ketakutan bahwa Juragan Brata akan menuntut balas jika pernikahan gagal.

"Hmm, jadi …." Nenek Widia akhirnya angkat bicara, suaranya masih bergetar, "Baiklah, Nenek akan merestui kalian … tapi, pernikahan harus dilakukan secepatnya, sebelum Juragan Brata tau."

Tante Nunik dan Tante Rara tersenyum penuh kemenangan. Teguh hanya tersenyum tipis, merasa bahwa langkahnya berhasil. Sekarang tinggal satu hal lagi yaitu memberi tahu Sakinah bahwa dia akan menikah dengan pria yang benar-benar mencintainya.

Teguh tersenyum penuh arti. “Kalau begitu, saya akan segera menyiapkan segala hal untuk pernikahan saya dengan Sakinah.”

Nenek Widia mengangguk. “Silakan saja kamu atur hari pernikahan dan bagaimana resepsinya nanti, kami pihak wanita cukup manut saja!” ujarnya. Wanita tua itu seperti tak peduli bagaimana pernikahan itu nantinya, yang terpenting adalah uang 500 juta itu sudah berada dalam genggamannya.

Teguh mengangguk lagi. “Apa saya boleh menemui Sakinah sekarang, Nek?” tanyanya tiba-tiba yang sontak membuat Nek Widia, Nunik dan Rara tersentak.

‘Duh, gawat!’ Nunik membatin panik. Dia melirik ke arah Rara agar Ibunya paham untuk tak perlu mempertemukan Sakinah dengan Teguh saat ini. Sebab, sudah beberapa hari Sakinah dikurung di kamarnya, dan mereka hanya memberi makan Sakinah seadanya, jika ingat saja. Di kamar itu juga tidak ada kamar mandi, sehingga Sakinah tak mungkin bisa membersihkan diri.

Bisa dipastikan penampilannya yang kucel, akan semakin kucel saja. Dan jika mereka mempertemukan Sakinah dan Teguh, mereka jelas takut akan membuat Teguh berubah pikiran jika melihat penampilan Sakinah.

“Ehhh, anu … kayaknya Sakinah lagi nggak enak badan, Nak Teguh. Udah dari sore tadi Nenek suruh dia istirahat, jadi lain kali aja ketemunya ya,” ucap Nek Widia beralasan.

Nunik , Rara, dan Ratih tampak bernapas lega karena Nek Widia sadar jika saat ini Teguh memang tak boleh bertemu dengan Sakinah dulu.

“Sakinah lagi sakit, ya? Kenapa kalian nggak bilang dari tadi, gimana kalau dibawa ke rumah sakit aja?” usul Teguh kemudian.

“Aduh, nggak usah, Teguh. Sakinah itu cuma kecapekan aja. Gak usah ke dokter segala. Kalian juga mau nikah, jadi kalau kata orang zaman dulu sih, harus dipingit. Nggak boleh ketemu dulu,” ucap Nunik sengaja memberi alasan agar Teguh tak memaksa untuk bertemu Sakinah lagi.

“Oh gitu ya?” gumamnya memastikan. Teguh sempat heran karena dia tak tahu ada adat istiadat yang demikian.

“Benar, Nak Teguh. Jadi maaf, mendingan kamu jangan ketemu sama Sakinah dulu ya,” timpal Nek Widia.

“Hmm, baiklah, Nek, Bi, kalau gitu saya permisi pulang saja. Sampaikan salam saya pada Sakinah nanti,” ucap Teguh seraya berdiri dan bersiap untuk pergi.

Nek Widia, dan anak-anak serta cucunya itu memasang senyum palsu di wajah mereka dan keempatnya lantas mengantar Teguh pergi hingga di teras rumah.

Keempatnya bersorak senang, karena akhirnya mendapatkan keuntungan dari uang yang didapat dari Teguh.

“Akhirnya … kita kaya!” Nek Widia bersorak setelah memastikan Teguh benar-benar pergi.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mahar 500 Juta   Chapter 7

    bab 7“Akhirnya … kita kaya!” Nek Widia bersorak setelah memastikan Teguh benar-benar pergi. “Iya, Nek. Ah, senengnya. Aku boleh kan beli motor baru, Nek.” Ratih sangat antusias dan berharap sang nenek mengabulkan permintaannya.“Aku juga mau HP baru, Nek,” timpal Rara, masih tetap pada keinginannya tadi.“Ssstt! Kalian ini, tenang aja. Dengan uang sebanyak ini kita bisa beli apa pun. Masing-masing kalian akan dapat jatah!” seru Nek Widia begitu bersemangat. Teguh yang rupanya belum melangkah jauh, cukup muak mendengar betapa serakahnya keluarga Sakinah.Teguh mencoba menghubungi Sakinah, tetapi tetap ponselnya tidak aktif selama beberapa hari ini. Di warung soto pun, Teguh tak melihat Sakinah.“Semoga kamu baik-baik saja, Sakinah.” Teguh berucap pelan seraya mendoakan keselamatan untuk calon istrinya. Meskipun mereka baru kenal tak kurang dari 2 bulan, tapi Teguh yakin jika Sakinah adalah wanita yang pantas menjadi istrinya. Teguh pun melanjutkan langkah, pria itu lantas masuk ke

  • Mahar 500 Juta   Chapter 6

    Bab 6“Kamu pasti habis ngerampok bank, kan? Kalau nggak, mana bisa tukang galon kayak kamu bisa punya uang sebanyak ini!” tuding Tante Rara, dengan tatapan menuduh ke arah Teguh yang saat ini pakaiannya lebih rapi daripada seminggu yang lalu, hanya saja rambut gondrong dan cambang yang menghiasi wajahnya masih tetap sama. “Bu, jangan terima uang itu, takutnya nanti Ibu malah ditangkap polisi! Berabe!” timpal Tante Nunik ikut mengompori. Nenek Widia yang memang gila harta dan selalu serakah jika soal uang itu pun berpikir keras. Satu sisi dia jelas tak mau melewatkan kesempatan mendapatkan uang 500 juta itu, tetapi di sisi lainnya, beliau juga tak mau berurusan dengan polisi jika sampai ternyata uang itu bermasalah.“Kamu yakin uang ini bukan hasil dari ngerampok?” tanya Nenek Widia dengan hati-hati.Teguh menaikkan sudut bibirnya. “Kalau ini uang hasil rampokan, mungkin saya nggak akan bisa ada di sini, di depan kalian. Bahkan sebelum saya keluar dari bank, mungkin petugas keamanan

  • Mahar 500 Juta   Chapter 5

    "Nenek apa-apaan, sih? Kenapa Nenek ngomong gitu sama Juragan Brata? Sejak kapan aku bilang aku mau nikah sama Juragan Brata?" protes Sakinah pada Nenek Widia begitu mereka pulang ke rumah."Kamu masih berharap sama tukang galon itu? Dia nggak mungkin bisa bawa uang yang Nenek minta, kan? itu artinya dia nggak akan nikahin kamu. Daripada kamu nyari calon suami lain, mendingan kamu langsung nikah sama Juragan Brata!""Tapi, Nek ...."Nenek Widia melotot ke arah Sakinah. "Belakangan ini kamu jadi sering banget sih ngelawan Nenek?" sentak Nenek Widia. Sakinah membungkam mulut rapat-rapat. Sang nenek pun mencengkram tangan Sakinah, kemudian menarik paksa cucunya itu menuju ke kamar."Diam di sini, jangan pergi ke mana-mana! Kamu nggak boleh keluar dari kamar ini sampai hari pernikahan kamu sama Juragan Brata ditentukan!" seru Nenek Widia.Nenek Widia langsung menutup pintu, kemudian mengunci ruangan tersebut dari luar. Sakinah segera berlari menjangkau pintu, tapi sayang ia tak berhasil

  • Mahar 500 Juta   Chapter 4

    Sakinah tak sempat berbincang lama dengan Teguh. Setelah mengucapkan beberapa kata pada Sakinah, Teguh lagi-lagi menghilang. Pria itu berjanji akan datang dengan membawa uang, tapi Sakinah tak yakin akan bisa memenuhi syarat dari Nenek Widia."Sakinah, sini buruan! Tante mau ngomong sama kamu!"Baru saja Sakinah membuka pintu rumah usai kembali dari tempat kerja, gadis itu langsung dihadang oleh Tante Rara dan diseret menuju ke kamar. "Ada apa, Tante?"Tante Rara mengambil beberapa pakaian, kemudian melemparnya ke arah Sakinah. "Ganti baju pakai ini sekarang!" perintah Tante Rara."Kenapa aku harus ganti baju?""Nggak usah banyak tanya! Cepat lepas baju kamu yang udah bau keringat itu!" seru Tante Rara.Sakinah mengambil pakaian tersebut, lalu membawanya pergi ke kamar mandi. Sakinah memeriksa pakaian itu terlebih dahulu sebelum mengenakannya. "Kenapa Tante ngasih aku baju kayak gini?" gumam Sakinah merasa tak nyaman melihat pakaian kurang bahan yang ada di tangannya.Tante Rara memb

  • Mahar 500 Juta   Chapter 3

    "Kamu harus siapin uang dapur 200 juta."Itulah syarat yang diajukan oleh Nenek Widia pada Teguh. Secara tak langsung, Nenek Widia berusaha menghalangi hubungan Sakinah dan Teguh. Wanita tua itu memeras Teguh dengan meminta sejumlah uang yang tak mungkin bisa didapat oleh Teguh dalam waktu singkat."Sebelum kamu datang ke sini, Sakinah sempat dilamar sama orang lain," ungkap Nenek Widia. "Kamu tahu nggak berapa mas kawin yang ditawarin sama orang yang ngelamar Sakinah sebelumnya?"Siapa lagi orang yang dimaksud oleh Nenek Widia kalau bukan Juragan Brata. Sebagai tuan tanah dan juragan paling kaya di kampung mereka, tentu tak sulit bagi Juragan Brata untuk memberikan mas kawin pada Sakinah dalam jumlah besar."Sakinah akan dikasih mas kawin emas 100 gram sama uang 100 juta. Nenek juga akan dikasih uang dapur 150 juta," ungkap Nenek Widia. "Kalau kamu mau nikah sama Sakinah, harusnya kamu kasih mas kawin sama uang dapur lebih besar. Sakinah sampai menolak lamaran dari juragan, cuma demi

  • Mahar 500 Juta   Chapter 2

    "Aku akan menikah dengan Mas Teguh."Nenek Widia, Tante Rara, dan Tante Nunik langsung menatap Teguh dan memandangi pemuda itu dari ujung kaki hingga kepala. Terlihat sekali kalau mereka meremehkan Teguh hanya karena penampilan Teguh.Pemuda yang berdiri di samping Sakinah saat ini memang tidak memiliki penampilan yang mencolok. Teguh sudah berusaha memakai pakaian rapi, tapi tetap saja baju yang melekat di tubuh pria itu nampak lusuh. Ada sedikit sobekan di sepatu yang dipakai oleh Teguh, dan celana yang dikenakan olehnya juga terlihat Kumal.Tak hanya itu, rambut gondrong dan jenggot tebal yang bertengger di wajah pemuda itu membuat keluarga Sakinah makin tak suka. Penampilan luar yang ditunjukkan oleh Teguh tak jauh berbeda dari preman-preman yang sering berkeliaran di jalanan."Apa Sakinah udah nggak waras? Dia mau nikah sama gembel?" bisik Tante Rara pada Tante Nunik."Kayaknya memang ada yang salah sama otak Sakinah. Bisa-bisanya, dia bawa preman jelek ini ke rumah," sahut Tante

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status