bab 7
“Akhirnya … kita kaya!” Nek Widia bersorak setelah memastikan Teguh benar-benar pergi. “Iya, Nek. Ah, senengnya. Aku boleh kan beli motor baru, Nek.” Ratih sangat antusias dan berharap sang nenek mengabulkan permintaannya. “Aku juga mau HP baru, Nek,” timpal Rara, masih tetap pada keinginannya tadi. “Ssstt! Kalian ini, tenang aja. Dengan uang sebanyak ini kita bisa beli apa pun. Masing-masing kalian akan dapat jatah!” seru Nek Widia begitu bersemangat. Teguh yang rupanya belum melangkah jauh, cukup muak mendengar betapa serakahnya keluarga Sakinah. Teguh mencoba menghubungi Sakinah, tetapi tetap ponselnya tidak aktif selama beberapa hari ini. Di warung soto pun, Teguh tak melihat Sakinah. “Semoga kamu baik-baik saja, Sakinah.” Teguh berucap pelan seraya mendoakan keselamatan untuk calon istrinya. Meskipun mereka baru kenal tak kurang dari 2 bulan, tapi Teguh yakin jika Sakinah adalah wanita yang pantas menjadi istrinya. Teguh pun melanjutkan langkah, pria itu lantas masuk ke sebuah mobil Lexxus hitam yang terparkir cukup jauh dari kediaman Sakinah. “Kita pergi ke mana lagi, Tuan?” tanya seorang sopir yang sudah menunggu Teguh. “Pulang saja.” Teguh menyahut pendek. “Baiklah, Tuan. Oh ya, hari ini Tuan Besar pulang dari Singapura, dan ingin bertemu dengan tuan muda segera,” ucap sang sopir yang masih fokus menyetir. “Papa pulang ya? Hm, baiklah, saya akan langsung menemui Papa kalau gitu,” sahut Teguh. Pria gondrong itu lantas menyandarkan tubuhnya agar rileks, sebelum menghadapi ultimatum yang mungkin didapatkan saat dia pulang ke rumah orang tuanya nanti. * Sementara itu kamarnya, Sakinah masih terkunci. Hari-harinya penuh kecemasan dan ketakutan, tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia terus berharap, meskipun samar, bahwa Teguh akan menepati janjinya. Tapi di dalam hati, ia pun ragu apakah pria sederhana itu sanggup memenuhi syarat berat yang diajukan neneknya. Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka. Sakinah berbalik dengan cepat dan melihat Tante Nunik masuk dengan senyum penuh kemenangan. "Kamu mau tau nggak apa yang terjadi tadi, Sakinah?" katanya dengan suara manis, namun penuh sindiran. "Calon suamimu, si tukang galon yang dekil dan gondrong itu, ternyata punya uang lebih banyak dari yang kita kira." Sakinah menatap bibi-bibinya dengan bingung. "Apa maksud Bibi?" Tante Nunik mendekat, lalu berbisik, "Dia datang tadi, dan yang bikin kami heran, dia bahkan membawa uang 500 juta untuk menikahi kamu." Jantung Sakinah berdegup kencang. "M–Mas Teguh bawa uang sebanyak itu?" "Benar, Sakinah," sahut Tante Rara dari belakang. "Jadi, kamu akan segera menikah dengan pria itu secepatnya, jadi persiapkan dirimu." Sakinah merasa campur aduk. Di satu sisi, ia lega bahwa Teguh menepati janjinya, tapi di sisi lain, ia juga tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang menghantui dirinya selama ini. Sesuatu tentang uang sebesar itu terasa ganjil. "Tapi kenapa Mas Teguh tiba-tiba punya uang sebanyak itu? Dari mana uang itu, ah, atau siapa sebenarnya Mas Teguh?" tanya Sakinah menggumam, mencoba mencari kejelasan. "Entahlah, mana kami tau tentang itu. Emangnya kamu nggak kenal siapa calon suamimu, bibit bebet bobotnya?" jawab dan tanya Tante Rara dengan ringan. Sakinah menggeleng. Dia sadar kalau memang belum mengenal Teguh sepenuhnya mengingat mereka juga baru dekat 2 bulan ini. "Halah, nanti kalau udah nikah juga kamu pasti lebih mengenal pasanganmu. Udah, jangan banyak mikir, yang penting, dia bisa memenuhi syarat, dan kamu akan segera menikah,” timpal Tante Nunik seolah tidak peduli dengan perasaan keponakannya. Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, kedua bibinya keluar dari kamar, meninggalkan Sakinah yang masih dibingungkan oleh kenyataan yang baru saja ia dengar. Sakinah duduk termenung di kamarnya, masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Pernikahan yang seharusnya sederhana dan penuh makna kini terasa seperti sebuah transaksi. Meski Teguh telah membawa uang ratusan juta, hati Sakinah masih dipenuhi pertanyaan. Darimana Teguh mendapatkan uang sebanyak itu? Mengapa Teguh, yang selama ini ia kenal sebagai tukang galon sederhana, bisa membawa uang dalam jumlah besar? Pikirannya terus melayang, tetapi Sakinah tahu, meski ragu, ia tak bisa menolak. Nenek Widia yang biasanya mengatur segala sesuatu di rumah, telah memutuskan bahwa pernikahan ini harus terjadi. Teguh dengan uang yang ia bawa, kini menjadi tumpuan harapan nenek dan bibi-bibinya. Mereka tidak hanya berharap pada pernikahan Sakinah, tetapi juga pada uang yang mungkin bisa mereka peras dari Teguh di masa depan. Malam sebelum tidur, Nenek Widia masuk ke kamar tanpa mengetuk, langsung memotong lamunan Sakinah. "Tiga hari lagi, kamu akan menikah dengan Teguh," ujar neneknya tegas, tanpa menunggu tanggapan. Sakinah terdiam, perasaan campur aduk memenuhi pikirannya. "Tiga hari lagi, Nek?" tanyanya pelan, masih tidak percaya. "Ya, tiga hari lagi, Sakinah. Nak Teguh sudah membawa uang yang Nenek minta. Jadi nggak ada lagi alasan untuk menunda. Kamu harus menikah dengannya sebelum Juragan Brata tau.” Nenek Widia menjawab sambil berkacak pinggang. Sakinah merasakan kegundahan dalam hatinya. Pernikahan ini begitu cepat, dan ia masih belum paham sepenuhnya siapa Teguh sebenarnya. "Tapi, Nek, kenapa harus terburu-buru? Aku bahkan belum sempat berbicara lagi dengan Mas Teguh sejak terakhir kali dia datang. Dan aku juga mau tau kenapa dia bisa bawa uang sebanyak itu?" Nenek Widia mendengus sinis. "Itu bukan urusanmu. Yang penting, dia sudah memenuhi syarat yang Nenek minta. Kamu tuh seharusnya bersyukur. Teguh itu lebih baik daripada Juragan Brata yang tua bangka itu. Paling nggak, dia masih muda dan sehat! Cocoklah buat kamu, Sakinah!" Kata-kata neneknya terdengar begitu dingin dan menusuk, seolah pernikahan ini hanyalah sebuah cara untuk mendapatkan uang. Sakinah tahu bahwa menentang neneknya hanya akan membuat masalah semakin rumit. Ia tak punya tempat lain untuk pergi, dan nenek Widia jelas-jelas memanfaatkan posisinya sebagai cucu yang terikat dengan keluarga. "Baiklah, Nek," jawab Sakinah pelan, menahan emosi yang mulai menguasai dirinya. Ia sadar, meskipun hatinya belum siap, pernikahan ini tidak bisa dihindari. Nenek Widia mendekat, menatap Sakinah dengan mata yang penuh perintah. "Ingat, kalau kamu berani melawan dan menolak pernikahan ini, Nenek akan mengusir kamu dari rumah ini. Kamu mau hidup di jalanan? Pikirkan baik-baik, Sakinah." Sakinah tertunduk, tidak mampu berkata apa-apa. Setelah neneknya pergi, ia hanya bisa merenung di atas kasurnya yang keras. Pikirannya berkecamuk, tetapi ia tahu bahwa satu-satunya pilihan yang tersisa adalah mengikuti keinginan neneknya. "Semoga ini keputusan yang terbaik untuk hidupku," ucap Sakinah pelan. Ia berharap kali ini keputusannya tidak sala untuk menikah dengan Teguh. Pria yang mulai dicintainya itu. ***Bab 57Kabar gembira tentang kehamilan Sakinah langsung disambut dengan tangis haru oleh Teguh. Pria itu tak menyangka, ia akan dikaruniai anak secepat ini. "Selamat, Sayang. Kamu akan jadi ibu." Teguh langsung memeluk Sakinah, kemudian mengecupi wajah istrinya itu bertubi-tubi.Sakinah sendiri tak kalah terkejut, begitu ia mengetahui ternyata ada janin yang tumbuh di perutnya saat ini. Baru saja Sakinah menjalankan peran barunya sebagai seorang istri selama beberapa bulan, sebentar lagi setelah akan mendapatkan peran baru sebagai seorang ibu."Selamat juga, Mas. Sebentar lagi, kamu akan menjadi ayah," sahut Sakinah.Teguh dan Sakinah terus tersenyum, seusai mereka kembali dari rumah sakit. Pasangan suami istri itu terus mengucap syukur atas amanah yang dipercayakan pada mereka. Meski Teguh dan Sakinah masih sama-sama belajar menjalankan peran sebagai suami dan istri, tapi keduanya sudah cukup siap untuk menyambut kehadiran sang buah hati. Dari segi finansial, Teguh dan Sakinah tidak
Bab 56Hidup Sakinah akhir-akhir ini terasa begitu damai. Sudah lama ia tidak mendengar kabar tentang keluarga Nek Widia. Sakinah tak perlu lagi menghadapi gangguan dari nenek dan bibi-bibinya yang selalu berusaha memanfaatkan dirinya.Tak hanya itu, Sakinah juga tak pernah diusik lagi oleh Irish dan Bu Dewi. Irish sudah berhenti mengganggu Sakinah setelah ia mempermalukan dirinya sendiri di acara perusahaan Teguh. Orang tua Irish bahkan mengirim Irish ke luar negeri. Iris sudah benar-benar berhenti mengejar Teguh, setelah ia mendapatkan peringatan dari kedua orang tuanya.Selain itu, Juragan Brata saat ini sudah mulai menjalani hukumannya di balik jeruji besi. Berkat kerja keras pengacara Teguh, Sakinah pun mendapatkan keadilan dan juragan Brata mendapatkan hukuman yang setimpal.Hari-hari Sakinah saat ini hanya dipenuhi dengan kebahagiaan dan cinta serta perhatian dari sang suami. "Sakinah, mumpung besok aku libur, gimana kalau kita pergi jalan-jalan?" ajak teguh pada Sakinah."Bol
Bab 55Setelah Ratih mengaku hamil, suasana di rumah Nek Widia terlihat suram. Nek Widia dan anak-anaknya tak saling bicara, dan Ratih mengurung diri di dalam kamar selama berhari-hari.Ratih sudah membuat seisi rumah stress, karena kelakuannya yang tak bisa menjaga pergaulan. Nek Widia dan Nunik masih marah besar pada Ratih, hingga mereka tak mau bertegur sapa apalagi bicara dengan Ratih. Setiap harinya, Ratih hanya bisa menangis di dalam kamar, meratapi nasib. Karena laki-laki yang menghamilinya tak mau bertanggung jawab, terpaksa Ratih harus melahirkan anak dalam kandungannya seorang diri. Ratih sudah mencoba segala cara untuk menyingkirkan janin tersebut, tapi sayang semua obat yang digunakan oleh Ratih gagal. Ratih sempat berpikir untuk melakukan aborsii, tapi gadis itu tak punya nyali dan biaya. Nek Widia dan keluarga masih belum punya solusi untuk menyelesaikan masalah Ratih. Sampai saat ini, mereka hanya berusaha agar kehamilan Ratih tidak diketahui oleh orang-orang. Jika sam
Bab 54"Ibu udah dengar kabar soal Kak Sakinah belum?" tanya Ratih pada Nunik.Kabar mengenai Sakinah kini telah sampai ke telinga keluarganya. Mereka sangat terkejut, sekaligus kesal pada Sakinah yang sengaja menutupi bisnis dan kekayaannya dari mereka."Kamu juga tahu?" "Bukan cuma aku, semua orang di kampung juga udah tahu," timpal Ratih. "Kak Sakinah ternyata punya perusahaan besar. Kak Sakinah ternyata nggak kalah kaya dari suaminya."Nunik, Rara, Nek Widia juga sudah tahu terlebih dulu. Setelah mereka mendengar kabar tentang Sakinah, mereka langsung berusaha menghubungi Sakinah, tapi sayang Sakinah tak dapat dihubungi.Nenek dan bibi-bibi Sakinah itu juga berusaha mendatangi Sakinah, tapi mereka tak bisa menjumpai Sakinah. Wanita yang selama ini mereka injak-injak dan mereka remehkan, kini bukan orang sembarangan yang bisa mereka temui sesuka hati. Setelah mengungkapkan semuanya, Sakinah telah memutuskan untuk tak lagi berurusan dengan keluarganya. Sakinah sudah dapat menebak,
Bab 53"Kamu akan jelasin semuanya sekarang, kan?"Saat ini Teguh sudah mengurung Sakinah di dalam kamar. Pria itu tidak akan membiarkan Sakinah pergi sebelum ia mendapatkan penjelasan yang ia inginkan. "Sebelumnya, aku minta maaf, Mas. Aku nggak bermaksud menyembunyikan hal ini dari kamu," ungkap Sakinah. "Sebenarnya, aku udah tahu kalau kamu bohong sama aku, Sakinah. Kamu diam-diam pergi tiap pagi setelah aku berangkat ke kantor, kan? Aku sempat curiga sama kamu, tapi untungnya kamu nggak ngelakuin hal buruk di luar sana," cetus Teguh. "Aku nggak mungkin punya maksud buruk sama kamu, Mas. Aku nggak ada niat sedikitpun untuk bohongin kamu. Aku cuma belum waktu yang tepat buat ngungkapin semuanya sama kamu, sahut Sakinah. "Ada alasan tertentu kenapa aku nyembunyiin semua ini. Aku nggak cuma nyembunyiin ini dari kamu, tapi dari semua keluarga aku. Nggak ada satu pun orang tahu soal perusahaan aku, Mas. Aku memang sengaja nggak bilang ke keluarga aku, karena aku nggak mau dimanfaatka
52)"Kami ucapkan banyak terima kasih pada seluruh hadirin yang sudah berkenan hadir dalam acara malam ini."Pembaca acara sudah mulai berbicara. Irish dan Bu Dewi masih terus mengoceh untuk menjatuhkan Sakinah, meskipun perhatian orang-orang mulai teralihkan pada pembawa acara.Sakinah masih belum merespon sindiran dan hinaan yang dilayangkan padanya dari Irish dan Bu Dewi. Wanita itu terlihat begitu tenang saat dirinya diledek dan direndahkan oleh dua wanita yang berdiri tak jauh darinya itu.Saat pembaca acara tengah mengoceh di atas panggung, tiba-tiba pembawa acara itu menyebutkan nama orang-orang yang menerima undangan khusus dari pihak perusahaan. Pembawa acara menyampaikan terima kasih secara khusus untuk tamu VIP yang hadir, sebagai apresiasi dan tanda hormat pada orang-orang penting yang memiliki banyak kontribusi untuk kemajuan perusahaan Teguh. "Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Nyonya Sakinah, selalu investor utama, yang sudah berkenan hadir dalam acar