"Nenek apa-apaan, sih? Kenapa Nenek ngomong gitu sama Juragan Brata? Sejak kapan aku bilang aku mau nikah sama Juragan Brata?" protes Sakinah pada Nenek Widia begitu mereka pulang ke rumah.
"Kamu masih berharap sama tukang galon itu? Dia nggak mungkin bisa bawa uang yang Nenek minta, kan? itu artinya dia nggak akan nikahin kamu. Daripada kamu nyari calon suami lain, mendingan kamu langsung nikah sama Juragan Brata!" "Tapi, Nek ...." Nenek Widia melotot ke arah Sakinah. "Belakangan ini kamu jadi sering banget sih ngelawan Nenek?" sentak Nenek Widia. Sakinah membungkam mulut rapat-rapat. Sang nenek pun mencengkram tangan Sakinah, kemudian menarik paksa cucunya itu menuju ke kamar. "Diam di sini, jangan pergi ke mana-mana! Kamu nggak boleh keluar dari kamar ini sampai hari pernikahan kamu sama Juragan Brata ditentukan!" seru Nenek Widia. Nenek Widia langsung menutup pintu, kemudian mengunci ruangan tersebut dari luar. Sakinah segera berlari menjangkau pintu, tapi sayang ia tak berhasil menahan pintu kamarnya. "Nek, buka pintunya! Jangan kurung aku disini!" teriak Sakinah dari dalam kamar. "Buka pintunya! Tolong biarin aku keluar, Nek!" "Jangan harap kamu bisa keluar dari kamar ini kalau kamu masih terus nolak nikah sama Juragan Brata!" ujar Nenek Widia. "Nenek akan pastiin kamu nikah sama Juragan Brata!" Sakinah berteriak dan terus menggedor pintu, tapi sayang tak ada satu pun orang yang mau menolong dirinya. Nenek Widia juga mengambil ponsel milik Sakinah dan dompet gadis itu. Sakinah terisolasi dan tak bisa menghubungi siapa pun untuk mencari bantuan. "Kalian semua jangan coba-coba bukain pintu buat Sakinah!" seru Nenek Widia pada Tante Nunik, Tante Rara, dan Ratih. "Mau sampai kapan Sakinah dikurung, Bu?" tanya Tante Nunik. "Sampai dia nikah sama Juragan Brata!" "Emangnya Ibu udah nentuin tanggal pernikahannya Sakinah sama Juragan Brata?" sahut Tante Rara. "Tinggal nentuin hari aja, nggak susah, kan? Kalau perlu, Ibu akan nikahin Sakinah sama Juragan Brata besok pagi sekalian!" Nenek Widia yakin Juragan Brata pasti mau mengeluarkan uang lebih. Wanita tua itu harus mempercepat pernikahan cucunya dengan sang juragan agar ia bisa segera mendapatkan uang. "Bu, kalau Juragan Brata beneran ngasih uang dapur ratusan juta, mau dipakai beli apa nanti uangnya, Bu?" tanya Tante Nunik. "Nanti aku dapat bagian kan, Bu?" Tante Rara dan Ratih langsung menatap Nenek Widia dengan mata berbinar begitu Tante Nunik membahas tentang uang. "Bu, nanti aku juga dapat jatah, kan? Aku pengen beli HP baru, Bu. Aku juga udah lama nggak belanja baju baru. Kasih aku bagian yang agak gede ya, Bu?" pinta Tante Rara. "Aku juga mau, Nek! Beliin aku motor, ya? Aku nggak mau ke sekolah naik angkot terus," sahut Ratih ikut merengek. "Kalian apa-apaan, sih? Motor sama HP kan bisa beli nanti! Lebih baik uangnya dipakai buat beli perhiasan yang banyak. Selain bisa dipakai, perhiasan kan juga bisa dijadiin simpenan. Kita bisa jual emas sewaktu-waktu kalau lagi butuh uang," timpal Tante Nunik. Tante Rara, Tante Nunik, dan Ratih nampak heboh membuat rencana untuk membelanjakan uang yang akan mereka dapatkan dari Juragan Brata. Membayangkan mereka akan mendapatkan uang senilai ratusan juta tentu membuat orang-orang serakah itu bersemangat. Mereka hanya memedulikan uang, tanpa menghiraukan nasib dan masa depan Sakinah. "Kenapa kalian malah ribut sendiri? Emangnya siapa yang mau ngasih uang ke kalian?" cibir Nenek Widia. Tante Rara, Tante Nunik, dan Ratih sontak menghentikan keributan yang mereka buat. Ketiganya menatap ke arah Nenek Widia dengan kompaknya, dan bersiap untuk melayangkan protes. "Ibu jangan curang dong! Uang yang dikasih dari Juragan Brata kan banyak? Ibu juga minta uang tambahan, kan? Ibu nggak akan bisa ngabisin uang ratusan juta sendirian!" gerutu Tante Rara. "Ibu mau pakai uangnya sendiri? Di rumah ini ada banyak orang, Bu. Ibu nggak bisa dong ngambil semua uangnya buat Ibu sendiri!" imbuh Tante Nunik. "Nenek jangan pelit sama cucu! Aku juga butuh uang, Nek. Kebutuhan aku banyak," ujar Ratih. "Kalian nggak berhak protes! Uang ini kan bukan uang kalian? Uang dapur pernikahan Sakinah akan menjadi uang Ibu, jadi terserah Ibu mau Ibu pakai apa uangnya nanti. Kalian nggak perlu ikut campur!" cetus Nenek Widia. "Ibu nggak mau uang dari Juragan Brata habis cuma buat nurutin kemauan kalian! Ibu udah susah payah dapetin uang ini, jadi jangan harap kalian bisa hambur-hamburin uang Ibu!" Adu mulut antara Nenek Widia dengan anak-anaknya membuat suasana rumah makin riuh. Sakinah yang mendengar percakapan keluarganya hanya bisa meringis dalam hati. Gadis itu merasa seperti sedang dijual dengan mendapatkan uang. Setelah nenek dan tante-tantenya merampas rumah peninggalan orang tua Sakinah, kini mereka juga berusaha merenggut kebahagiaan Sakinah dengan menikahkan gadis itu pada pria tua yang mempunyai banyak istri. "Aku harus pergi dari sini! Aku nggak mau jadi istri Tua Bangka itu!" Sakinah mengedarkan pandangan ke sekeliling kamarnya. Gudang yang dijadikan kamar oleh Sakinah itu hanya memiliki jendela kecil yang tidak bisa dibuka. Seluruh kamar tertutup rapat oleh tembok yang tentu tak bisa dijebol oleh Sakinah. Satu-satunya cara bagi Sakinah untuk keluar dari ruangan itu hanya dengan melalui pintu. Sayang, Sakinah tak mempunyai alat untuk membantu dirinya mendobrak pintu. Selama beberapa hari terkurung di sana, Sakinah terus berusaha mencari kesempatan untuk melarikan diri, tapi semua usaha Sakinah gagal. "Mas Teguh, apa kamu bisa menepati janji kamu?" gumam Sakinah mulai putus asa. Sudah berhari-hari Sakinah tak bisa pergi bekerja dan ia juga tak bisa memberi kabar pada Teguh. Sudah satu minggu sejak Teguh datang melamar Sakinah, dan seharusnya akan kembali berkunjung hari ini dengan membawa uang yang diminta oleh Nenek Widia. "Mas Teguh nggak mungkin datang, kan? Syarat dari Nenek pasti bikin dia nyerah." Namun, tebakan Sakinah salah besar. Meski Teguh sempat menghilang, tapi pria itu benar-benar menepati janjinya pada Sakinah. Seperti perkataan Teguh sebelumnya, pria itu datang berkunjung kembali ke rumah Sakinah untuk memenuhi syarat dari Nenek Widia. "Sakinah ada di rumah kan, Nek? Apa saya bisa bertemu dengan Sakinah?" "Mau ngapain kamu datang ke sini?" sinis Nenek Widia. "Sebentar lagi Sakinah akan menikah dengan laki-laki pilihan Nenek. Sakinah akan menikah dengan juragan paling kaya di kampung ini. Lebih baik kamu pulang aja sekarang. Jangan harap Nenek akan kasih restu kamu sama Sakinah!" "Kalau saya bisa memenuhi syarat dari Nenek, saya bisa menikahi Sakinah, kan?" Nenek Widia memandangi Teguh dengan tatapan remeh. "Kamu ke sini bawa uang yang Nenek minta?" ejek Nenek Widia. Teguh mengulas senyum tipis. "Saya sudah bawa barangnya." Tak lama kemudian, beberapa orang muncul menghampiri Teguh, lalu menyodorkan tas besar pada pria itu. Dengan penuh percaya diri, pria dengan baju kumal itu memberikan wadah tersebut pada Nenek Widia. "Apa isi tas ini?" "Silakan dibuka, Nek." Tante Nunik, Tante Rara, dan Ratih ikut mendekati Nenek Widia, dan bersama-sama membuka resleting tas tersebut. Manik mata mereka terbelalak lebar dengan kompaknya begitu mereka melihat isi tas tersebut. "I-ini ... uang?" Tangan Nenek Widia gemetaran. "Uangnya banyak banget!" seru Tante Nunik dan Tante Rara bersamaan. "Jumlah uang itu lebih banyak dari uangnya nenek minta sebagai syarat," ungkap Teguh. "Dengan uang 500 juta ini, apa saya bisa mendapatkan restu dari Nenek?" Nenek Widia melongo. "B-bukannya kamu cuma tukang galon? Kenapa kamu bisa punya uang sebanyak ini?” *Bab 57Kabar gembira tentang kehamilan Sakinah langsung disambut dengan tangis haru oleh Teguh. Pria itu tak menyangka, ia akan dikaruniai anak secepat ini. "Selamat, Sayang. Kamu akan jadi ibu." Teguh langsung memeluk Sakinah, kemudian mengecupi wajah istrinya itu bertubi-tubi.Sakinah sendiri tak kalah terkejut, begitu ia mengetahui ternyata ada janin yang tumbuh di perutnya saat ini. Baru saja Sakinah menjalankan peran barunya sebagai seorang istri selama beberapa bulan, sebentar lagi setelah akan mendapatkan peran baru sebagai seorang ibu."Selamat juga, Mas. Sebentar lagi, kamu akan menjadi ayah," sahut Sakinah.Teguh dan Sakinah terus tersenyum, seusai mereka kembali dari rumah sakit. Pasangan suami istri itu terus mengucap syukur atas amanah yang dipercayakan pada mereka. Meski Teguh dan Sakinah masih sama-sama belajar menjalankan peran sebagai suami dan istri, tapi keduanya sudah cukup siap untuk menyambut kehadiran sang buah hati. Dari segi finansial, Teguh dan Sakinah tidak
Bab 56Hidup Sakinah akhir-akhir ini terasa begitu damai. Sudah lama ia tidak mendengar kabar tentang keluarga Nek Widia. Sakinah tak perlu lagi menghadapi gangguan dari nenek dan bibi-bibinya yang selalu berusaha memanfaatkan dirinya.Tak hanya itu, Sakinah juga tak pernah diusik lagi oleh Irish dan Bu Dewi. Irish sudah berhenti mengganggu Sakinah setelah ia mempermalukan dirinya sendiri di acara perusahaan Teguh. Orang tua Irish bahkan mengirim Irish ke luar negeri. Iris sudah benar-benar berhenti mengejar Teguh, setelah ia mendapatkan peringatan dari kedua orang tuanya.Selain itu, Juragan Brata saat ini sudah mulai menjalani hukumannya di balik jeruji besi. Berkat kerja keras pengacara Teguh, Sakinah pun mendapatkan keadilan dan juragan Brata mendapatkan hukuman yang setimpal.Hari-hari Sakinah saat ini hanya dipenuhi dengan kebahagiaan dan cinta serta perhatian dari sang suami. "Sakinah, mumpung besok aku libur, gimana kalau kita pergi jalan-jalan?" ajak teguh pada Sakinah."Bol
Bab 55Setelah Ratih mengaku hamil, suasana di rumah Nek Widia terlihat suram. Nek Widia dan anak-anaknya tak saling bicara, dan Ratih mengurung diri di dalam kamar selama berhari-hari.Ratih sudah membuat seisi rumah stress, karena kelakuannya yang tak bisa menjaga pergaulan. Nek Widia dan Nunik masih marah besar pada Ratih, hingga mereka tak mau bertegur sapa apalagi bicara dengan Ratih. Setiap harinya, Ratih hanya bisa menangis di dalam kamar, meratapi nasib. Karena laki-laki yang menghamilinya tak mau bertanggung jawab, terpaksa Ratih harus melahirkan anak dalam kandungannya seorang diri. Ratih sudah mencoba segala cara untuk menyingkirkan janin tersebut, tapi sayang semua obat yang digunakan oleh Ratih gagal. Ratih sempat berpikir untuk melakukan aborsii, tapi gadis itu tak punya nyali dan biaya. Nek Widia dan keluarga masih belum punya solusi untuk menyelesaikan masalah Ratih. Sampai saat ini, mereka hanya berusaha agar kehamilan Ratih tidak diketahui oleh orang-orang. Jika sam
Bab 54"Ibu udah dengar kabar soal Kak Sakinah belum?" tanya Ratih pada Nunik.Kabar mengenai Sakinah kini telah sampai ke telinga keluarganya. Mereka sangat terkejut, sekaligus kesal pada Sakinah yang sengaja menutupi bisnis dan kekayaannya dari mereka."Kamu juga tahu?" "Bukan cuma aku, semua orang di kampung juga udah tahu," timpal Ratih. "Kak Sakinah ternyata punya perusahaan besar. Kak Sakinah ternyata nggak kalah kaya dari suaminya."Nunik, Rara, Nek Widia juga sudah tahu terlebih dulu. Setelah mereka mendengar kabar tentang Sakinah, mereka langsung berusaha menghubungi Sakinah, tapi sayang Sakinah tak dapat dihubungi.Nenek dan bibi-bibi Sakinah itu juga berusaha mendatangi Sakinah, tapi mereka tak bisa menjumpai Sakinah. Wanita yang selama ini mereka injak-injak dan mereka remehkan, kini bukan orang sembarangan yang bisa mereka temui sesuka hati. Setelah mengungkapkan semuanya, Sakinah telah memutuskan untuk tak lagi berurusan dengan keluarganya. Sakinah sudah dapat menebak,
Bab 53"Kamu akan jelasin semuanya sekarang, kan?"Saat ini Teguh sudah mengurung Sakinah di dalam kamar. Pria itu tidak akan membiarkan Sakinah pergi sebelum ia mendapatkan penjelasan yang ia inginkan. "Sebelumnya, aku minta maaf, Mas. Aku nggak bermaksud menyembunyikan hal ini dari kamu," ungkap Sakinah. "Sebenarnya, aku udah tahu kalau kamu bohong sama aku, Sakinah. Kamu diam-diam pergi tiap pagi setelah aku berangkat ke kantor, kan? Aku sempat curiga sama kamu, tapi untungnya kamu nggak ngelakuin hal buruk di luar sana," cetus Teguh. "Aku nggak mungkin punya maksud buruk sama kamu, Mas. Aku nggak ada niat sedikitpun untuk bohongin kamu. Aku cuma belum waktu yang tepat buat ngungkapin semuanya sama kamu, sahut Sakinah. "Ada alasan tertentu kenapa aku nyembunyiin semua ini. Aku nggak cuma nyembunyiin ini dari kamu, tapi dari semua keluarga aku. Nggak ada satu pun orang tahu soal perusahaan aku, Mas. Aku memang sengaja nggak bilang ke keluarga aku, karena aku nggak mau dimanfaatka
52)"Kami ucapkan banyak terima kasih pada seluruh hadirin yang sudah berkenan hadir dalam acara malam ini."Pembaca acara sudah mulai berbicara. Irish dan Bu Dewi masih terus mengoceh untuk menjatuhkan Sakinah, meskipun perhatian orang-orang mulai teralihkan pada pembawa acara.Sakinah masih belum merespon sindiran dan hinaan yang dilayangkan padanya dari Irish dan Bu Dewi. Wanita itu terlihat begitu tenang saat dirinya diledek dan direndahkan oleh dua wanita yang berdiri tak jauh darinya itu.Saat pembaca acara tengah mengoceh di atas panggung, tiba-tiba pembawa acara itu menyebutkan nama orang-orang yang menerima undangan khusus dari pihak perusahaan. Pembawa acara menyampaikan terima kasih secara khusus untuk tamu VIP yang hadir, sebagai apresiasi dan tanda hormat pada orang-orang penting yang memiliki banyak kontribusi untuk kemajuan perusahaan Teguh. "Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Nyonya Sakinah, selalu investor utama, yang sudah berkenan hadir dalam acar