Share

10. Bos Baru

Penulis: Rafli123
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-27 16:15:10

Hati ibu mana yang tidak sakit saat putrinya pulang dalam keadaan kurus dan wajahnya yang pucat bahkan beberapa lebam di wajahnya. Berbeda jauh saat Bu Sekar melepaskan putrinya pergi bersama laki-laki yang sudah menjadi suaminya dan keluarganya. Satu setengah tahun bahkan itu terhitung Ajeng menikah. Pengantin baru bagi sebagian orang namun, kenyataan pahit yang didapatkan wanita yang masih terlihat cantik meski usianya yang tidak mudah lagi.

"Jangan sembarangan bicara seperti itu besan, aku tahu bagaimana Ajeng. Anakku mana mungkin dia melakukan hal yang serendah itu aku tahu kalian pasti berbohong," Bu Sekar menentang keras tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Ida pada Ajeng.

"Lah, memang benar. Anda mau nuduh saya bohong, begitu? Hei, punya anak itu di didik dengan baik dan benar. Jangan kayak anak anda ini punya suami baik, kaya, malah selingkuh sampai hamil, pula!" suara Bu Ida, yang keras sehingga tetangga Ajeng berdatangan untuk melihat apa yang terjadi pada Ajeng dan ibunya.

Mereka tahu jika Ajeng tinggal bersama suami dan keluarganya, sedangkan di rumah hanya ibunya sendiri yang seorang janda. Kemarahan Bu Ida menjadi tontonan gratis tetangga Ajeng.

"Bu, Sekar! Ada apa ini, Bu?" Bu Ema tetangga dekat Bu Sekar menghampiri, mengira jika ada orang yang tengah berbuat jahat padanya.

"T– tidak ada apa-apa Bu Ema," sahut Bu Sekar berusaha bersikap tenang.

"Kenapa nggak mau jujur? Malu anda, kalau keburukan Ajeng di ketahui mereka, iya?" Bu Ida Kembali memancing kemarahan Bu Sekar dan Ajeng. Melihat banyaknya tetangga yang datang Bu Ida tersenyum puas, rencana baru muncul untuk mempermalukan keluarga Ajeng dan keuntungan untuk meminta uang ganti rugi.

"Ibu, ibu, dengar ya, Ajeng kenapa saya pulang kan karena dia berselingkuh dengan pria lain dan anak yang di kandung Ajeng itu bukan dari benih anak saya. Padahal dia hidup enak, suami manajer gaji besar nggak tau istrinya selingkuh, apa pantas di sebut istri?" sambung Bu Ida.

"Cukup Bu, lebih baik sekarang ibu pergi dari rumahku," pinta Ajeng.

"Enak aja, kamu ngusir ibu? Bayar dulu utang kamu. Selain uang yang buat kamu makan, uang ganti rugi gelas kristal yang kamu pecahkan sampai sekarang belum kamu ganti!" sentak Bu Ida.

"Ganti rugi? Besan sejak tadi saya tidak banyak bicara. Tapi besan terus saja menjelekkan Ajeng! Jika mau ganti rugi saya juga mau minta ganti rugi!" Bu Sekar, tidak terima anaknya terus di serang untuk ganti rugi.

"Lo, Kenapa anda minta ganti rugi dari saya? Anda waras, kan? Yang ngasih tempat tinggal saya, ngasih makan saya, jelas saya minta ganti rugi. Anak anda yang selingkuh duluan, enak aja minta ganti rugi ke saya! Dasar orang miskin belagu!" Bu Ida, tidak hentinya ngotot agar uangnya kembali selama satu tahun lebih Ajeng tinggal di sana.

Bu Sekar memejamkan matanya lelah menghadapi besannya yang terus meminta ganti rugi darinya. Tuduhan demi tuduhan pada putrinya membuat Bu Sekar semakin tidak terima. Tetapi, sikap arogan besannya telah mengundang para tetangga berdatangan ke rumahnya jika tidak di hentikan sekarang pasti akan semakin runyam.

"Bu besan, saya orang miskin. Tapi saya tidak bodoh! Setalah anak laki-laki besan menikahi anak gadis saya sudah menjadi kewajiban laki-laki yang menjadi suaminya untuk memberikan nafkah lahir atau pun batin. Itu hak yang di dapat anak gadis yang menjadi istri anak laki-laki besan. Tetapi, jika hal itu tidak di berikan maka anak gadis saya yang sudah menjadi istri anak besan bisa menuntut di pengadilan dan tuduhan yang sudah di berikan pada anak saya. Selain itu ada hal lain yang besan harus pikirkan, sampaikan pada anak besan untuk mengembalikan kondisi anak saya seperti sebelumnya." Ungkap Bu Sekar.

Suara tetangga yang menyoraki Bu Ida semakin kencang seiring Bu Sekar mengatakan tetang putrinya. Ya, melihat tubuh kurus, wajah pucat dan luka itu sudah menjadi bukti kuat.

"Hei, anda harus tau apa yang di lakukan Ajeng itu bakti pada suami dan keluarganya. Kenapa masalah kegadisan di permasalahkan? Bukankah itu sudah jadi hak anak saya mendapatkannya lalu kenapa anda–" Bu Ida terdiam, urung melanjutkan ucapannya saat Bu Sekar menggeleng. Tisna sejak awal diam mengambil alih sebab Tisna tidak ingin kalau Bu Sekar lebih banyak menuntut dari keluarganya.

"Tunggu Bu Sekar! Sejak tadi saya diam tapi anda tidak hentinya menuntut ini, itu dari ibu saya. Anak anda memang selingkuh ini buktinya!" Tisna mengeluarkan berapa lembar foto Ajeng bersama seorang pria yang keluar dari mobil. Mereka berada di rumah sakit untuk mengantar Ajeng agar bersedia di rawat.

"I– ini, Astaghfirullah mbak," Ajeng mengambil foto yang tergeletak di atas meja ada berapa yang membut dadanya gemuruh. Foto yang sudah di edit sedemikan rupa sehingga terlihat jika Ajeng saling bergandengan tangan.

"Apa bukti ini tidak kuat? Apa salah ibu saat meminta ganti rugi? Karena anak anda yang membuat ulah. Ibu, ibu kalian bisa lihat foto ini bagaimana Ajeng yang berselingkuh dengan pria lain dan ini foto saat mereka di rumah sakit dan aku yang bertemu dengannya," ucap Tisna panjang lebar.

"Ini fitnah! Mbak Tisna sudah cukup fitnahnya. Sekarang kalian pergi dari sini!" ucap Ajeng, telah habis kesabaran.

"Eh, ngusir kamu? Oke, nggak masalah aku kasih kamu waktu satu minggu untuk ganti rugi semua uang yang di keluarkan adikku. Kalau tidak siap, kalian siap masuk penjara!" ujar Tisna, pergi dari rumah Ajeng.

Tetangga yang melihat foto itu hanya menggeleng sebagian dari mereka tidak percaya. Sebab Ajeng bukan anak seperti itu, tetapi ada yang terang-terangan mencibirnya.

"Pakaian alim, bukan jaminan nakal. Ih, amit-amit jangan deket deh takut ketularan!" ujar berapa orang, meninggalkan rumah Bu Sekar.

"Eh, iya, bisa gitu padahal kelihatan alim polos taunya, suhu!"

Cibiran demi cibiran dari tetangga membuat hati Bu Sekar dan Ajeng semakin terasa nyeri. Seandainya Ajeng lebih dulu sampai mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Namun, terlambat sulit untuk Ajeng membuktikan jika tuduhan itu salah.

Ajeng meremas dadanya yang terasa sakit ibunya menangis karena masalah rumah tangganya. Untuk pertama kalinya Ajeng melihat ibunya menangis.

"Bu, maafkan aku. Maafkan aku Bu," tangis Ajeng pecah dalam pelukan Bu Sekar. Ibu dan anak itu saling memberikan kekuatan, mereka menangis bersamaan. Aini yang berdiri tak jauh dari mereka mengusap matanya, jika tadi Ajeng tak melarangnya tentu dia bersedia menjadi saksi tetapi sayangnya Ajeng tetaplah Ajeng yang tak ingin orang lain terlibat dalam masalahnya.

"Kenapa kamu larang aku buat bungkam mulut mertua dan ipar kamu, Jeng? Mereka pantas kita lawan. Kalau begini kamu yang di anggap salah aku nggak suka itu Jeng. Bu, aku saksinya kalau Ajeng tidak selingkuh pria yang bersama dengan Ajeng itu adalah bos kami!"

"Yang di katakan Aini benar, saya bos nya Ajeng di toko!"

Tiba-tiba saja, pria itu muncul membuat yang lain terbelalak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mahar Sepuluh Ribu    116. SAH

    "Itu tidak sebanding dengan kamu yang menerima cintaku, Aisha. Aku berjanji akan membuatmu bahagia selamanya. Tidak ada lagi mahar Sepuluh Ribu atau pun nafkah sepuluh ribu padamu. Ingatkan aku jika lalai dalam memberimu nafkah," ucap Khandra lembut."Kamu adalah segalanya untukku. Dan padamu aku berlabuh, menyerahkan segalanya, cintai aku jika aku layak untuk kamu cintai. Sebaliknya jika aku tak layak maka –" Khandra terdiam. Tatapan Aisha tak biasa."Kamu bicara apa, sih, Dra? Ngelantur aja. Aku suka cincin ini, akan aku pakai.""Alhamdulillah, ayok. Kita pulang, jadi mau ke rumah Wina? Apa bunda tadi, ya?""Mas anterin aku ke pabrik aja ya. Tadi ada telpon katanya ada masalah di sana.""Oke. Jangan lupa sebentar lagi kita akan tunangan. Aku tidak mau kamu lelah.""Ya. Kamu jangan khawatir."Wina yang menikmati hari-harinya sebagai istri dari Arga putra bungsu dari keluarga Rayyan. Tidak ada hari terlewat untuk saling berbagi cerita. Seperti siang ini setelah menyelesaikan pekerjaa

  • Mahar Sepuluh Ribu    115. Cincin Berlian

    Jawaban Aisha membuat semua yang ada di ruang keluarga pun bersorak bahagia sebab penantian panjang Khandra berakhir dengan manis. Aisha wanita yang ia cintai sejak lama menerima cintanya tanpa syarat. Tidak ingin menunggu lagi Khandra pun meminta pada kedua orang tua Aisha untuk mempercepat pernikahan mereka tentu saja hal itu disambut bahagia oleh kedua orang tua Aisha dan keluarga besarnya. Mengingat mereka sangat mengenal siapa Khandra yang sebenarnya namun sayang dibalik kabar bahagia itu ada rasa rindu dan sedih Khandra tidak bisa memberitahukan kabar bahagia itu pada sang Ibu sebab wanita yang sangat mendukung hubungannya dengan Aisha telah pergi untuk selamanya tepat Aisha pergi ke luar negeri. Mereka sudah sepakat jika seminggu lagi mereka akan bertunangan keluarga ingin mereka segera menikah namun Aisha menginginkan mereka tunangan untuk sementara waktu sampai tiga bulan. Bukan tidak mungkin Aisha hanya menyiapkan semua bukan hanya hatinya tapi juga kesiapan lahirnya.

  • Mahar Sepuluh Ribu    114. Lamaran

    Suara Aisha kembali terdengar setelah menyelesaikan lantunan ayat suci. Kini wanita bergamis jingga berdiri menghampiri keluarganya yang terdiam di sana menatap tak percaya jika di hadapan mereka adalah Aisha. Keterkejutan dan kesedihan di wajah mereka berubah menjadi air mata bahagia mendapati sosok yang kini tengah berjalan ke arah mereka.Satu tahun mereka menahan rindu, meski mereka mampu untuk datang menemui Aisha namun mereka mengurungkannya mengingat sang putri menolak untuk di temui. Tidak bermaksud untuk membuat kedua orang tuanya tersinggung akan penolakannya tetapi Aisha memiliki alasan sendiri mengapa ia tidak ingin ditemui sebab jika sudah bertemu dengan keluarganya tentu membuat Aisha ingin segera kembali ke rumah. "Sayang kenapa kamu tidak memberi kabar jika pulang?""Kalau aku memberitahu Bunda namanya bukan kejutan. Apa kabar bunda, ayah dan kamu Arga, ah, lupa adik Iparku yang cantik. Bagaimana dengan kalian semua aku merindukan kalian semua.""Kabar kami baik, kak.

  • Mahar Sepuluh Ribu    113. Kejutan

    Perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu bagaimana kedepannya. Seperti yang dialami oleh Aisha setelah pernikahan adiknya dengan sang sahabat dia pun memutuskan untuk pergi ke luar negeri untuk menyembuhkan luka hatinya akibat pengkhianatan dilakukan oleh suaminya. Walau hal itu terjadi sudah cukup lama namun luka itu sangat membekas di hatinya sehingga ia memilih untuk menenangkan diri. Lamaran dari sahabat kecilnya pun dia abaikan bukan berarti tidak ada perasaan apapun ia hanya ingin menyelami perasaannya apakah ia benar-benar sudah melupakan Ferdi mantan suaminya, apakah hanya rasa iba yang kelak akan menjadi permasalahan baru jika dia menerima cinta Khandra. Satu tahun berlalu setelah dia pergi ke negeri orang bukan untuk menghindari akan tetapi ia ingin mengobati lukanya sendiri. Senyumnya mengembang melihat seseorang yang sudah menunggunya. "Apa aku terlambat datang?" "Tidak. Justru sebaliknya sepertinya kamu terlalu cepat sehingga kamu harus menunggu aku datan

  • Mahar Sepuluh Ribu    112. Pesta

    Kesibukan terlihat di salah satu hotel ternama di ibukota bukan hanya pengantinnya saja tetapi pihak keluarga dari pembelai pria pun sangat sibuk bukan karena tidak percaya dengan orang lain, tetapi mereka ingin memberikan kesan tersendiri untuk salah satu keluarga mereka yang tidak lain adalah Arga yang akan menikah dengan Wina. Pernikahan berlangsung dengan hikmah pagi tadi dan malam nanti dimulainya pesta yang tentu dengan meriah dan mewah. Mengingat Wina hidup sebatang kara sebab sang Bibi yang dulu mengurusnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu sehingga semua disiapkan oleh keluarga Ajeng. Aisha orang yang menyatukan hubungan mereka justru kini ia disibukkan dengan segala kerempongan yang dilakukan adik iparnya yang begitu cemas mengingat mereka akan menghabiskan malam untuk pertama kalinya dengan seorang pria. Berulang kali Aisha menjelaskan bahwa hal itu lumrah terjadi karena ia pun pernah merasakan hal yang sama yang kini dirasakan oleh Wina sebab saat itu Aisha begit

  • Mahar Sepuluh Ribu    111. Menikahlah Denganku

    Hari berlalu begitu cepat minggu berganti bulan dan kini setahun sudah setelah kejadian di mana keluarga mantan suaminya datang ke rumah bersama ibu dan istrinya. Aisha sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan tanpa ada rasa dendam dalam hati.Kabar hukuman tiga puluh tahun sampai di telinganya, namun Aisha yang diam-diam meminta pihak berwajib untuk mengurangi hukuman jika terbukti Wulan telah sadar dan bertaubat. Semua ia lakukan mengingat wanita yang berusaha untuk menyingkirkan dirinya seusia Ibunya, mana mungkin Aisha tega melakukan hal itu. Menghabiskan waktu lama di dalam penjara hal yang sangat ia takutkan."Kamu yakin nak?""Ya, bund, kasihan. Bund tahu kan Tante Wulan itu sudah cukup umur. Melihat Tante Wulan, aku ingat Bunda,"Ajeng tersenyum begitu beruntung memiliki anak seperti Aisha dan Arga yang selalu memikirkan perasaan orang lain meski hatinya terluka. "Apa Bunda tidak setuju, dengan keputusan yang aku ambil ini?""Tentu tidak sayang. Justru sebaliknya Bunda sang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status