ログイン
Dahulu kala, ketika Dunia terbentuk, langit memecah galaksi tata surya menjadi ribuan bagian. Bagian-bagian itu membentuk berbagai Benua yang menghasilkan kehidupan abadi. Salah satu darinya adalah Benua Tianxu.
Benua Tianxu, dianugerahi oleh Kekuatan Kekuasaan Alam Semesta Tata Surya, dengan kehidupan para Dewa bersimbolik roh binatang spiritual tingkat tinggi pada alam Langit, dan untuk tingkat di bawah alam Langit, Benua Tianxu terbagi menjadi empat wilayah yang membentuk kerajaan dunia manusia setengah dewa. Pertama, wilayah Utara, dikuasai oleh Azure Dragon Kerajaan Istana Perak Biru, Dewa Naga Biru. Kedua, wilayah Selatan, dikuasai oleh Vermilion Phoenix, Dewi Phoenix Api. Ketiga, wilayah Timur, dikuasai White Tiger sang Dewa Harimau Putih. Dan keempat, wilayah Barat, dikuasai oleh Kerajaan Black Tortoise, Dewa Kura-Kura Hitam. Setiap seribu tahun sekali, Kekuasaan Langit tertinggi Benua Tianxu menurunkan Dewa Kecil—roh binatang spiritual— untuk menjalani ujian agar layak mendapatkan tempat sebagai Dewa Abadi di kekuasaan Langit tertinggi. Mereka diturunkan ke tubuh manusia yang ditakdirkan untuk menjadi penakluk Dewa Kecil, dan akan menjadi Dewa Abadi. Apabila manusia itu berhasil mempertahankan kekuatan Dewa Kecil selama menjalani ujian di dunia manusia, maka pengangkatan Dewa Abadi ke langit akan terlaksana. Namun, jika manusia yang dipilih menjadi tempat roh binatang spiritual itu tak mampu bertahan, maka Dewa Kecil itu akan mati dan harus menunggu ada manusia lagi yang ditakdirkan untuknya. Kali ini, Vermilion Phoenix mendapatkan gilirannya. Zhu Que, sang Dewa Kecil Phoenix Api diturunkan dalam tubuh seorang Putri dari Kerajaan Phoenix Api. Merangkap dalam tubuh gadis bernama Zhu Linglong, putri semata-wayang Kaisar Phoenix Api Zhu Wuhuo dari Kerajaan wilayah selatan, Istana Phoenix Api bersama ibu permaisuri Zhu Yan, yang sudah meninggal sejak Zhu Linglong lahir. Sayangnya, Zhu Que masuk ke tubuh yang diramalkan oleh Pendeta Agung di Kuil Api, Chi Yan—bahwa hidupnya harus dikorbankan saat dia berusia 18 tahun untuk menghindarkan Benua Tianxu dari bencana ramalan alam Langit. Di Paviliun Chi Yan Dian, Zhu Linglong telah menutup diri dan dikurung di sana. Tanpa ada siapapun manusia di luar kerajaan yang berani menjejak ke sana. Takut akan segala ramalan yang beredar dan bergemuruh di langit Benua Tianxu. Karena, siapapun yang memasuki Paviliun Chi Yan Dian, tanpa izin, dia akan diburu oleh semua wilayah Kerajaan. Bagaimanapun, darah Phoenix di dalam dirinya harus tetap suci dan dikorbankan untuk menjaga keamanan dunia Benua Tianxu. Begitulah ramalan yang telah mendoktrin sang Kaisar Phoenix masa kini—Zhu Wuhuo—. Zhu Wuhuo mondar-mandir bergerak kesana-kemari di Kuil Api Agung sebab khawatir menunggu hasil ramalan Chi Yan. Namun, petir menggelegar. Membuat Istana Phoenix Api bergetar. Seluruh istana gempar, sang Kaisar Phoenix mendekat pada sang Pendeta. Membuat Kaisar terburu-buru bertanya dengan nada cemasnya, "Chi Yan. Kenapa aku tidak mendapatkan pencerahan dari jawaban langit? Kenapa mereka memarahi istanaku?" tanya Zhu Wuhuo, dengan kegelisahan yang menggerogoti hati kecilnya. Pendeta Kuil Api Agung, Chi Yan, meringkuk. Bersujud dengan khidmat kepada sang Kaisar, dan kemudian menatap dengan lekat kepada sang kaisar. "Yang Mulia! Langit telah menjawab dengan jujur. Tidak ada lagi yang bisa menjadi alternatif untuk menghalau pengorbanan Putri Zhu Linglong. Jika tidak terjadi, maka dunia ini akan-" "Jangan dilanjutkan pendeta. Pergilah dari hadapanku. Aku tidak ingin mendengar apa-apa lagi!" titah Kaisar sambil terduduk, marah. Dia memijat pelipisnya sendiri. Tanpa peduli dengan Chi Yan yang sudah menjauh. Sudah frustasi dengan ramalan yang dikatakan oleh Chi Yan. Zhu Wuhuo juga membubarkan semua keluarga kekaisaran yang ada ketika menyaksikan ramalan langit dari Chi Yan itu. Hingga menyisakan dia sendirian di Kuil Api Agung itu. Mendadak air matanya luruh, membengkakkan gejolak sakit di hatinya karena teringat akan masa dikala Zhu Yan masih di sisinya. Permaisurinya yang cantik. Yang selalu dia rindukan. "Zhu Yan... apa yang harus kulakukan untuk menyelamatkan putri kita dari ramalan pengorbanan ini?" oo0oo Gadis berambut panjang dengan mahkota phoenix api kecil di rambutnya, kini sudah tumbuh dewasa setelah delapan belas tahun mendekam di Paviliun Chi Yan Dian tanpa berani untuk menampakkan diri keluar dari sana. Dia selalu menghadapi fakta bahwa dunia memang merindukan kematian dan darahnya. Wajah cantiknya lugu, dia tersenyum sendu saat melihat kupu-kupu beterbangan di antara bunga-bunga indah dari taman di halaman Paviliun Chi Yan Dian. Hanya binatang-binatang fana itu yang selalu membuat Zhu Linglong merasa punya teman. Zhu Linglong, bisa melihat altar megah itu dari kamarnya, di balik jendela, apabila dia membuka tirainya. Altar megah, yang akan menjadi kuburan jiwa nya nanti. Pikiran Zhu Linglong tertegun, dia teringat oleh salah satu perkataan seorang pelayan. "Suatu saat, altar itu akan menjadi tempat pengorbananmu Tuan Putri. Kami pasti akan merindukanmu selalu." Zhu Linglong mengingat dengan jelas, pelayan itu kemudian mati di tangan Prajurit Kerajaan karena telah membocorkan hal itu kepadanya. Tapi, apa gunanya pelayan itu mati? Zhu Linglong sudah terlanjur tahu, bahwa dalam beberapa hari lagi dia akan berulang tahun. Menggenapkan usia 18 tahun nya. Agar bisa mengorbankan diri kepada langit, demi menyelamatkan dunia. Setiap mengingatnya, hatinya bergetar. Sedih kala menghadapi fakta bahwa dia memang hidup hanya untuk mati dan berkorban. Tanpa sadar, tetes-tetes air matanya membasahi pipi kurusnya. "Jangan menangis seperti itu, adik Linglong." Ucapan dari seorang pemuda dengan wajah putih yang sedikit tampan itu, membuat pikiran Zhu Linglong pecah. Dia menolehkan wajahnya, dan mengusap kasar pipi untuk menghapus air matanya, "Kakak Qingyun?" panggilnya, menyebut nama sepupunya—anak adik Zhu Wuhuo—. "Hai, apa kabar adikku? Lihatlah, aku bawakan Arak Bunga Pepaya dari Lembah Kelereng Suci. Kamu tidak mau coba?" Zhu Qingyun, memberikan satu kendi kecil kepada Zhu Linglong. Dan ikut duduk di tangga pintu masuk Paviliun Chi Yan Dian bersama Zhu Linglong. "Arak Bunga Pepaya?" ulang Zhu Linglong, bertanya. Zhu Qingyun tersenyum lebar. Dia memperhatikan binar mata Zhu Linglong yang membulat. Nampak kagum dengam barang yang dia bawa. "Kau minumlah. Arak ini susah didapatkan. Demi mendapatkannya, aku harus banyak bertarung dengan hewan-hewan iblis," terang Zhu Qingyun, seraya tersenyum bangga. Zhu Linglong melirik Zhu Qingyun sekilas. Wajah sepupunya itu nampak bangga sekali. Membuatnya tersenyum singkat. Sayangnya, senyuman itu hanya bertahan sangat singkat. Berganti lagi dengan raut wajah sedih Zhu Linglong, yang kembali sadar akan sisa-sisa hidupnya yang tidak lagi lama. Membuat Zhu Qingyun ikut merasakan sedih. "Kenapa senyumanmu hanya bertahan sedetik saja? Kau tidak menghargai jerih payah kakakmu ini, Linglong?" Zhu Linglong menggeleng pelan, "mana mungkin aku tidak menghargai jerih payah Kakak Qingyun. Aku hanya merasa sayang pada kendi ini." "Kalau kendi itu membuatmu sedih, maka buang saja! Aku tak mau melihatmu sedih, Linglong." Perkataan tulus Zhu Qingyun mengundang atensi dari Zhu Linglong. Dia menoleh sepenuhnya, "Kakak Qingyun? Kira-kira berapa lama lagi aku akan berulang tahun?" Pertanyaan itu, membuat Zhu Qingyun tertunduk. Dia tak mau menjawabnya. Lantas mengepalkan tangannya dengan erat. "Kakak? Kenapa Kakak tidak mau menjawab?" Zhu Linglong berusaha menggali. Agar sepupunya itu, mau menjawabnya, dan berhenti pura-pura menghiburnya. Namun, Zhu Qingyun tetap tak bisa mengangkat kepalanya. Hatinya terkulai lemah, dia tak bisa sama sekali menjawab pertanyaan yang sangat menyakitkan itu. Sama saja dengan bunuh diri bagi Zhu Qingyun. Melihat kebimbangan Zhu Qingyun, Zhu Linglong menarik senyumnya. Berusaha berbicara dengan aura kecantikannya, "Kakak Qingyun. Hidupku sudah dihitung. Setiap aku berulang tahun, aku selalu menghitung sisa waktuku di dunia ini. Dan juga... ketika aku berulang tahun, kau akan selalu membawakan arak baru. Tapi, kali ini... arak ini adalah persembahan terakhirku, Kak. Tolong tuangkan di saat aku meleburkan diri di api altar pengorbanan." "Tidak! Tidak akan!" Meskipun Zhu Qingyun mengamuk, berusaha menolak segala fakta. Namun, Zhu Linglong tetap tersenyum. Dia menarik Zhu Qingyun dalam pelukannya kemudian memejamkan mata, agar mereka sama-sama lupa akan sisa waktu yang dimiliki oleh Zhu Linglong. Namun, dalam alam bawah sadar Zhu Linglong, jelmaan Dewa Kecil Phoenix Api, Zhu Que yang menjadi burung Phoenix dan bersemayam di dalam jantung Zhu Linglong mencebik kesal. Menunggu dengan tak sabar, "kapan aku diizinkan untuk mengeluarkan kekuatan agar Zhu Linglong ini tak bisa membunuhku bersama dengan tubuh lemahnya ini?!"Malam sudah menyambangi. Menemani Zhu Linglong yang menatap sisa-sisa sepi dari altar ibukota ini. Perasaannya kembali terperangkap dengan rasa sedihnya. Meskipun, upacara ditunda, bukan berarti tidak akan terlaksana.Bahkan, kini Kasim Istana sudah memerintahkannya untuk tetap memasuki Altar. Dengan artian, Zhu Linglong hanya bisa menunggu di Altar ini sendirian.Dia juga sudah mengikat tubuhnya sendiri, pada tungku api altar. "Api abadi itu... katanya tidak akan membakarku dengan rasa sakit," gumamnya pelan.Teringat, pada Bai Chen yang mendatanginya pada saat hari undangan disebarkan. Dia ditemui oleh Kaisar dari Timur itu, dan dihadiahi Api Abadi. Di tengah ranumnya pikiran Zhu Linglong, mendadak dia merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya mulai terasa. Detak jantungnya seperti dipacu dua kali. Ada hawa panas yang seperti menyelimuti dirinya. "Apa api ini belum benar-benar padam?" tanyanya, sambil melihat ke bawah tungku.Zhu Linglong membelalakkan matanya. Memang benar, api abad
"Bukankah dewi secantik ini tidak boleh dikorbankan?" Itu adalah suara hati Cang Jue, yang tak dapat didengar oleh semua khalayak di sepanjang Altar Ibukota ini. Akan tetapi, Cang Jue masih menjadi pusat perhatian. Semuanya tampak tak suka dengan selaan kalimat yang semula dia timpalkan. Zhu Linglong yang baru memasuki altar, pun juga jadi menatapnya. "Siapa Kaisar tampan itu? Mengapa... cukup lucu?" tanyanya, dari dalam hati, dan sedikit tersenyum. Dan Cang Jue sadar betul bahwa dia kini dilihat dengan tatapan berbagai arti dari banyaknya kepala manusia di sini. Dia sedikit menggerakkan tengkuknya, berdecak dalam hati, "para manusia yang menarik," kemudian tersenyum miring. Lantas, Cang Jue mulai berdiri dari kursi tamunya. "Jika sudah menjadi pusat perhatian, maka sekalian saja," ucapnya, melantangkan kalimat. Dia berdiri penuh wibawa sambil mata memandang mengitari Altar. Melihat satu per satu, para Kaisar itu, dan berhenti pada satu titik, yakni dua mata indah Zhu Linglong.
Gendang gong Altar Ibukota sudah ditabuh tiga kali. Masyarakat sekitar Istana Selatan, berbondong-bondong mendatangi Ibukota. Mereka semua sangat ingin menyaksikan peristiwa yang sudah ditunggu oleh semua manusia dari segala penjuru. Penantian akan pengorbanan selama delapan belas tahun. Akhirnya hari ini tiba. Para Kaisar dari wilayah utara, timur dan barat pun telah menduduki tempat mereka masing-masing. Altar Ibukota itu dikepung oleh tempat duduk ke-empat Kaisar. Api Abadi sudah menyala bahkan saat sebelum acara dilaksanakan. Di tempatnnya, Kaisar Cang Jue menatap dengan dalam pada kobaran api. Alisnya mengernyit merasakan sesuatu yang familier. Mengundang pertanyaan dari Long Wei, jenderal tangan kanannya. "Yang Mulia, apa ada yang salah dengan Altarnya?" tanya Long Wei, pada sang Kaisar. Cang Jue melihat pada Long Wei, lalu melihat ke sekitar. "Kaisar Bai, Kaisar Xuan, menurutmu siapa yang bisa mengeluarkan Api Abadi di antara mereka?" tanya Cang Jue kemudian. Long We
"Anakku... ayahanda minta maaf kepadamu, apabila ayahanda sama sekali tidak punya jalan keluar untuk masalahmu ini," ucap Zhu Wuhuo, yang sudah berdiri selama tiga jam di Paviliun Chi Yan Dian, kini akhirnya bersuara. Membuat Zhu Linglong tersenyum. Dia mendekati ayahandanya, yang berdiri dengan menautkan tangan di belakang punggung. "Ayahanda jangan minta maaf, aku baik-baik saja. Lagipula, ramalan itu bukan ayahanda yang buat," ucap Zhu Linglong, seraya mengelus bahu ayahnya. Zhu Wuhuo kemudian menghadap pada Zhu Linglong sepenuhnya, sisi lengan kanan dan kiri Zhu Linglong, dipegangnya dengan penuh kasih sayang, "nak... selama ini kau tidak pernah sama sekali keluar dari Paviliun. Kau tidak ingin menikmati waktu untuk melihat-lihat?" "Maksud Ayahanda... untuk yang terakhir kalinya?" Zhu Wuhuo menunduk. Menyesal mengatakan itu, "tidak anakku. Ayahanda hanya asal bicara. Lupakan saja," rintihnya pelan. Zhu Linglong tertawa kecil, "tidak apa-apa, Ayahanda. Linglong mu ini su
Istana Perak Biru wilayah Utara, Kekaisaran ke-59 yang kini dipimpin oleh kaisar baru. Mendadak ramai karena menerima kabar dari Wilayah Selatan. Kaisar Cang Jue, sang Dewa Kecil Naga Es Biru itu baru saja kembali dari kultivasinya di Lembah Kelereng Suci. Dia sudah harus menerima undangan itu dengan cap sihir dari Wilayah Utara, langsung darinya. Sungguh membuatnya merasa tidak bahagia. Memang saja, karena dirinya belum berniat kembali ke Istana, dan masih ingin berkultivasi mematangkan kekuatan Naga Es Biru milik tubuhnya itu. Tapi, sekarang malah harus kembali hanya untuk membaca dan menandatangani undangan. Membuatnya menggeleng kecil, "ada-ada saja," ucapnya lirih, hanya dia yang dengar. "Yang Mulia, bagaimana kami menyikapi undangan dari Kaisar Zhu?" tanya Long Wei, sang jenderal utama, begitu Cang Jue membubuhkan cap sihir tanda bahwa dia akan menghadiri acara di wilayah selatan itu. Kini, Kaisar Cang Jue, menatap pada Long Wei. "Bagaimana dengan ketampananku?" Long We
Hari ini, undangan dari Kaisar Zhu Wuhuo telah disebarkan ke seluruh wilayah Kerajaan lain di Benua Tianxu. Kaisar Phoenix duduk diam di kamarnya, saat Chi Yan kembali menguatarakan ramalannya. "Yang Mulia, bisakah kau temui Kaisar Harimau Putih?" ucap seorang Prajurit setelah memberikan penghormatan kepada Kaisar Zhu Wuhuo. "Oh, maksutmu Kaisar Bai, dari wilayah Timur?" Prajurit itu mengangguk. "Benar, Yang Mulia." "Untuk apa dia datang?" "Kaisar Dewa Harimau Putih, memasuki ruangan!" teriak pengawal singgasana menabuh palu gong Istana. Begitu suara menggema, Kaisar Harimau Putih datang. Dia memberikan hormat, "Yang Mulia. Bagaimana kabarmu?" tanyanya, sedikit berbasa-basi. Di sela itu, prajurit yang memberikan kabar untuk Kaisar Zhu Wuhuo, akhirnya mengundurkan diri dari hadapan mereka berdua. Tersisa Zhu Wuhuo, dan Kaisar Harimau Putih, Bai Chen. "Apa yang membuat Kaisar Harimau Putih datang kesini? Bukankah undangan yang disebar masih untuk beberapa hari lagi?"







