Share

Bab 5

Raut wajah Nazwa spontan berubah kecut. "Nabila."

Reza membelalak, tapi enggan untuk mengangkat telepon itu.

Nazwa langsung berdiri. Meletakkan mangkok ke atas nakas. Lantas bergegas keluar kamar.

"Nazwa! Nazwa!"

Tanpa memedulikan rasa sakit di kepalanya, Reza beringsut dari tempat tidur. Nekat mengejar Nazwa. Susah payah dia berdiri dan berjalan. Baru sampai ambang pintu, pusing di kepalanya menjadi hingga kepalanya terasa berdenyut-denyut, tubuhnya pun ambruk. Dia terduduk di lantai, bokongnya nyeri menghantam lantai ubin. Pasrah memanggil nama Nazwa.

Baru saja tadi dia merasa senang karena sikap Nazwa kembali manis, kini rasa bahagia itu sirna secepat kedipan mata.

"Nazwa!"

***

Nazwa menangis sejadi-jadinya sambil duduk di sofa tamu. Luka ini belum sepenuhnya sembuh. Dia hanya berusaha mengabaikan sakitnya untuk merawat suaminya yang sakit. Belum sembuh luka itu, justru ditambah lagi.

Nazwa berusaha untuk sabar dan coba menerima tapi juga tidak bisa. Sakit itu spontan menyambangi hatinya kala melihat nama wanita itu terpampang di layar ponsel sang suami.

Reza selalu minta maaf, tapi nyatanya pria itu masih saja berhubungan dengan mantannya. Muak hatinya mengingat kata maaf itu. 

Nazwa pun langsung teringat dengan materi ceramah yang biasa dia angkat dalam majelis pengajian. Perihal sabar dan ikhlas adalah syarat mutlak untuk masuk surga.

"Seperti yang tertera dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 142 yang berbunyi; Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad dan orang-orang yang bersabar di antara kamu."

"Dan orang-orang yang masuk surga itu mesti memiliki hati yang bersih ibu-ibu. Maksudnya bagaimana? Bersih dari penyakit hati seperti iri, dendam, benci, tidak ikhlas, mengungkit-ungkit kebaikannya pada orang lain. Selain itu kita juga harus memperbesar rasa sabar ...."

Namun, ternyata sabar dan ikhlas itu memang tidak mudah dilakukan. Dia tak menyangka, dirinya melanggar apa yang sudah pernah dia nasihatkan pada orang lain.

"Ya Allah aku rela jika suamiku menikah lagi. Tapi aku nggak rela jika suamiku berselingkuh, menggauli perempuan yang bukan mahramnya!" Nazwa terisak-isak.

"Nazwa, Sayang!"

Nazwa yang tengah menangis, menoleh. Dilihatnya suaminya duduk di atas kursi roda sembari mendekat ke arahnya. 

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" Telunjuk Nazwa teracung, matanya merah menyorot tajam ke Reza. "Dan jangan mendekat!"

"Semuanya bisa dibicarakan baik-baik, Nazwa," ucap Reza berusaha menjelaskan.

Nazwa menggeleng. "Tidak ada solusi lain selain kamu harus jauhi perempuan itu! Dan kamu nggak bisa jauhin dia, Mas!"

"Kamu tenang dulu, Nazwa." Reza mengangkat tangan sebelahnya sementara tangannya yang lain memutar roda kursinya mendekat ke Nazwa.

"Aku bilang jangan mendekat, Mas! Aku jijik sama kamu! Kamu udah menyentuh perempuan yang bukan mahrammu. Apa aja yang udah kalian lakukan selama ini, hah?!"

"Astagfirullahal'adzim, Nazwa, Reza."

Suara itu sontak membuat Nabila dan Reza menoleh ke arah pintu. Reza membelalak melihat siapa yang berdiri di depan pintu tamu yang terbuka sejak tadi.

Terlebih Nazwa. "Bapak? Sejak kapan Bapak datang, Pak?" Nazwa mendekati bapaknya. Lantas mencium tangan krisut pria tua itu.

Bapak malah memandangi Nazwa dan Reza bergantian, tatapannya sarat keheranan.

"Silakan duduk, Pak," ucap Reza berusaha tersenyum. 

Mereka berdua berharap bapak tidak mendengar atau tidak mengerti apa yang mereka bicarakan tadi. 

"Jelaskan ke Bapak, Nazwa. Apa maksud ucapanmu tadi? Kenapa kamu ngomong begitu ke suamimu?"

Pupuslah sudah harapan mereka mendengar pertanyaan itu.

Sebenarnya kedatangan Pak Rahman kemari untuk menjenguk kondisi Reza pasca operasi. Kemarin orang tua itu tidak sempat datang dari kampung. 

"Pak, kita duduk dulu, yuk. Nanti Nazwa jelasin, ya." Orang tua itu diam saja ketika Nazwa memimpinnya, mengajaknya duduk berdampingan di sofa.

"Bapak kenapa nggak bilang, sih, Pak, kalau mau datang. Kan bisa kami jemput. Lutut bapak kan sakit. Memangnya bisa turun-naik angkot umum sendiri. Nazwa khawatir jadinya--"

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Jawab pertanyaan Bapak, kalian ada masalah apa?" tanya pria tua itu lagi, menatap sepasang suami-istri itu penuh tanda tanya.

Nazwa lalu menatap Reza. "Mas, tinggalkan aku sama Bapak berdua."

"Jangan." Reza baru akan memutar roda kursinya ketika sang bapak mertua justru mencegahnya. "Biarkan saja Reza di situ."

"Tapi, Pak, Nazwa cuma ingin bicara sama Bapak dan Nazwa nggak mau Mas Reza dengar pembicaraan kita."

"Kenapa? Toh yang akan kamu ceritakan ini masalah rumah tangga kalian juga kan? Kenapa Reza tidak boleh mendengar?"

Nazwa terdiam.

"Reza, kamu jangan ke mana-mana. Tetap di situ. Bapak mau dengar dari mulut kalian berdua. Sebenarnya kalian ada masalah apa?"

Reza dan Nazwa kini saling pandang.

Aprillia D

Kira2 Nazwa dan Reza bakal jujur ngga ya

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status