Share

Bab 9

Author: Aprillia D
last update Last Updated: 2023-11-05 13:00:17

Keesokan paginya, kala sudah menyiapkan makan untuk bapak--yang dibantu oleh sang asisten rumah tangga--dan melayani suaminya seperti biasa, Nazwa berencana menemui Nabila. Ya, sejak kemarin dia memang ingin berjumpa perempuan itu.

Dia harus cepat bertindak sebelum terlalu jauh. Dia akan melakukan apa saja untuk memperbaiki rumah tangganya. Dia harap apa yang dia lakukan ini yang terbaik demi rumah tangganya. 

"Mumpung sekarang Mas Reza lagi mandi. Aku harus cari nomornya Nabila di handphone-nya," ucap Nazwa sambil meraih ponsel sang suami yang terletak di atas nakas.

Dan kebetulan ponsel Reza tidak diberi password seperti biasa. Nazwa tersenyum menatap ponsel yang ada di genggamannya itu. Pelan, dia mengklik daftar kontak sang suami. Lalu meng-scroll-nya.

Seketika dia semringah kala menemukan kontak bernama Nabila. Dia pun menyalin nomor tersebut di ponselnya dengan cepat. Ketika dia hendak meletakkan kembali benda pipih itu di atas meja, dia tiba-tiba terpikirkan sesuatu, membuatnya urung meletakkan ponsel tersebut. 

Kembali dia mengotak-atik ponsel tersebut. "Maaf, Mas, bukannya aku lancang buka WA-mu, tapi aku harus tahu."

Nazwa membuka aplikasi chat berwarna hijau milik suaminya, apakah suaminya masih chatingan dengan perempuan itu?

"Kok nggak ada? Apa dia sengaja hapus chatnya?" Nazwa menghela napas. "Ya udah lah. Yang penting aku udah dapat nomor Nabila." Nazwa kembali meletakkan ponsel suaminya di atas nakas.

Dia pun bersiap-siap ganti pakaian.

***

Pagi itu sekitar pukul sembilan, Nabila sedang menikmati sarapan bersama keluarganya di rumah, ketika ponselnya di atas meja makan, berdenting. Nabila melongokkan kepala, mengintip ponselnya, ada pesan masuk dari nomor tak dikenal.

From 085233xxxxxx

Maaf mengganggu waktunya. Kamu Nabila? Ini aku Nazwa. Aku mau kita ketemuan sekarang di kafe tempat biasa kamu dan suamiku ketemu. Ada hal penting yang harus kita bicarakan. Kalau kamu bukan pengecut, temui aku!

Bagai guntur di siang bolong, Nabila terkejut luar biasa mendapati pesan semacam itu. Jantungnya spontan berdegup kencang bersamaan dengan matanya membelalak sempurna. Dahinya lantas berkernyit. "Ini Nazwa istrinya Reza? Nggak salah dia ngirim pesan begini ke aku?"

"Kenapa Nabila?" Ibu Nabila yang duduk di sampingnya sejak tadi, bertanya.

Nabila sontak menatap ibunya dengan raut tegang masih tersisa di mimik wajahnya. Dia memasukkan ponsel di saku celana. "Eng ...."

"Urusan pekerjaan, ya?" tanya ibunya lagi ketika Nabila malah kebingungan.

Nabila mengangguk cepat dan berusaha menetralkan raut wajahnya. "Aku harus pergi ke RS sekarang, Bu, Pak, nggak pa-pa kan?" Nabila langsung minta izin, memandangi ibu dan bapaknya bergantian. "Ada operasi dadakan soalnya."

"Ya udah kalau gitu pergi saja." Bapaknya mempersilakan.

"Nggak pa-pa, Nak," tambah ibunya lagi. "Pekerjaanmu juga penting."

Nabila tersenyum. "Makasih, ya, Bu, Pak. Kalau gitu aku pergi dulu."

"Iya, hati-hati."

Nabila berdiri dari duduknya, tergesa menuju kamar untuk mengambil tas tangan, kunci mobil dan snelli agar orang tuanya tak curiga. Berteriak pamit sekali lagi. Lantas bergegas ke luar rumah.

Jujur saja, menghabiskan waktu dengan orang tua bagi Nabila agak sulit. Dia tak seperti orang lain yang mempunyai waktu yang banyak bersama keluarga karena dirinya yang selalu sibuk.

"Nazwa, aku buktikan kalau aku bukan pengecut!" Nabila menggeram kesal. Kata-kata Nazwa di chat tadi sungguh menyinggungnya membuat harga dirinya jatuh. Dia juga penasaran apa yang ingin wanita itu bicarakan.

Pikiran Nabila benar-benar kalut. Hanya dipenuhi Nazwa dan reaksi apa yang harus dia beri nanti. Bahkan ketika dia tengah menyetir pun.

Nabila menambah kecepatan mobilnya dan fokus menyetir. Sepuluh menit kemudian, dia sampai di kafe yang dimaksud. Sebelum turun, dia mencoba menarik napas dan menghembuskannya, beberapa kali sampai dirinya tenang.

Apa pun yang terjadi semoga dia bisa menghadapinya dengan tenang. Dia menatap kaca spion depan yang menampakkan wajah cantiknya. "Kamu nggak boleh kalah, Nabila. Kamu juga nggak boleh gegabah. Kamu harus tenang. Oke?" Dia menyemangati diri. Lalu perempuan mengenakan pakaian bebas rapi--blush warna kuning dengan bawahan jins super ketat--itu turun dari mobilnya. Kaki jenjangnya yang berbalut jins melenggang menuju pintu kafe yang berbilah ganda.

Begitu dia memasuki kafe tersebut, dilihatnya perempuan berpenampilan syar'i yang amat dia kenal duduk di salah satu kursi dekat pojokan dinding. Perempuan itu asyik menunduk menatap ponsel dengan segelas minuman di hadapannya.

Nabila mendatangi meja tersebut bersamaan dengan Nazwa menatap ke arahnya. Nazwa tersenyum dan membenarkan posisi duduknya. "Hei, akhirnya kamu datang juga, silakan duduk."

Nabila menarik kursi dan duduk di hadapan Nazwa.

"Mau pesan minum dulu? " tawar Nazwa lagi dengan masih tersenyum ramah. Nabila justru terheran-heran memperhatikannya. Dilihat dari gelagatnya, perempuan itu sama sekali tidak terlihat tegang atau ingin marah. Sangat berbeda jauh dengan nada bicaranya waktu di chat.

"Nggak usah. Langsung to the point aja. Kamu manggil saya ada apa?"

Aprillia D

Apa ya yang mau Nazwa bicarakan? Ikuti terus kelanjutannya, ya, Gaes.

| 3
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 86

    Semua pasang mata yang ada di sana menatap Nazwa, tidak terkecuali Hanif. "I-iya, Nazwa, maaf kalau ini mengejutkanmu, dan mungkin juga terlalu cepat buatmu setelah apa yang barusan kamu alami. Kalau kamu memang butuh waktu buat menjawab, aku siap menunggu." Nazwa malah terdiam. Begitu pun yang lainnya. Suasana ruangan itu seketika jadi hening. Hingga tiba-tiba Bi Ifah menjawab. "Gimana kalau kita beri Nazwa dan Hanif ruang? Biarkan mereka bicara dari hati ke hati. Iya kan, Nazwa?" *** Akhirnya Nazwa dan Hanif berbicara empat mata sambil berkeliling di sekitar lingkungan rumahnya. Sesekali melihat anak-anak mengejar layangan di tanah kosong yang dipenuhi ilalang. "Aku pikir kamu syok karena ini terlalu cepat bagimu," ucap Hanif yang berjalan di sisi Nazwa sejak tadi. Nazwa yang sejak tadi hanya menunduk, menggeleng pelan. "Bukan masalah waktu. Hanya saja ada banyak hal yang tiba-tiba mengganggu pikiranku," jawabnya. "Apa itu?" Nazwa mendongak menatap Hanif. "Aku nggak nyangka k

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 85

    Lima bulan kemudian.Seminggu setelah perceraian mereka, seperti yang telah direncanakan, Nazwa memutuskan pulang ke kampung halaman bibinya di Cikidang. Beberapa hari setelah itu dia mendengar kabar bahwa Reza menikah dengan Nabila.Di Cikidang, Nazwa menyibukkan diri dengan mengajar mengaji bagi anak-anak sekitar desa itu di sebuah mushola. Di samping itu, Nazwa juga melanjutkan novelnya, novel yang dulu sempat tertunda. Novel yang terinspirasi dari pernikahannya dengan Reza."Shadaqallahul-'adzim' ...." Nazwa menyudahi bacaan Al-Qur'annya seraya menutup mushafnya. Dan diikuti oleh anak-anak didiknya. "Alhamdulillah sudah selesai." Nazwa lalu menatap anak-anak didiknya yang duduk bersila di hadapannya. "Ngajinya lanjut besok lagi ya anak-anak. Jangan lupa pe-er yang Ibu kasih tadi, hapalan surah Al-Kahfi-nya, ya. Besok boleh disetor.""Baik, Bu ....""Kalau begitu kalian boleh siap-siap pulang, ya."Anak-anak itu pun mulai memasukkan mushaf ke dalam tas masing-masing, bersalaman de

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 84

    Seminggu kemudian. "Jadi apa yang mau kamu bicarakan?" Reza datang ke rumah orang tuanya dan mengabarkan bahwa dia ingin membicarakan sesuatu yang penting pada orang tuanya. Kini mereka berkumpul di ruang tamu. Kini kedua orang tuanya menatapnya penuh rasa penasaran. "Aku tahu mungkin Papa dan Mama nggak akan setuju dengan keputusan ini. Mama terutama Papa mungkin marah besar, tapi ini keputusanku. Dan aku udah bulat dengan keputusanku. Jadi aku harap Mama dan Papa harus setuju dan merestuiku." "Langsung saja katakan," potong Galih. "Aku ... bakal ngelamar Nabila, Pa, Ma." Reza menatap kedua orang tuanya bergantian. "Nabila?" Mama Rissa tampak terkejut. "Selingkuhanmu itu?" Sementara Galih tampak tenang saja. "Iya, Ma ...." Rissa menoleh menatap suaminya. "Bagaimana, Pa? Papa setuju?" Rissa berbisik, tapi Reza bisa mendengar. Wajah mamanya juga terlihat tidak senang. "Kenapa kamu harus menikahi dia?" tanya Galih setelah lama dia terdiam. "Ya iyalah, Pa. Aku sekarang juga uda

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 83

    Proses sidang perceraian itu berjalan lancar. Nazwa dan Reza datang menghadirinya. Kedua orang tua Reza dan adiknya, Risma, ikut hadir di sana. Keduanya tidak menginginkan perdamaian dan mediasi. Keduanya mendukung perceraian itu diputuskan secepatnya. Bahkan ketika sang hakim menanyakan kasus perselingkuhan yang Reza lakukan, Reza pun mengakuinya, sama sekali tidak membantah tuduhan tersebut meskipun Nazwa tidak ada membawa bukti apa pun mengenai perselingkuhan suaminya. Semua yang hakim tanyakan diiyakan saja oleh kedua belah pihak seolah sidang perceraian itu hanyalah sebuah formalitas. Hingga akhirnya sang hakim memutuskan mereka resmi bercerai dengan mengetuk palu tiga kali. Dan semuanya selesai begitu saja dengan mudah secepat kedipan mata, tanpa sanggahan, tanpa penolakan, tanpa pertengkaran. Nazwa keluar dari ruangan itu dengan kesedihan meliputi hati. Dia sungguh tak percaya, pernikahannya benar-benar berakhir. Padahal rasanya baru kemarin dia menikah dengan pria pilihan ora

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 82

    Mobil yang dikendarai Reza memasuki halaman rumahnya yang luas. Dia baru saja pulang dari rumah sakit. Begitu dia memasuki rumah, Bi Juminten muncul, mendatanginya tergesa-gesa. "Ada apa, Bi?" tanya Reza heran. "Eng ini, Pak." Bi Juminten merogoh saku dasternya. "Tadi ada surat panggilan buat Pak Reza." Bi Juminten menyodorkan amplop di hadapan Reza. "Surat panggilan buat saya?" Reza mengernyit sambil menerima surat itu. "Iya. Dari Pengadilan Agama." Seketika jantung Reza berdebar lebih kencang. Bergegas dia membuka amplop tersebut seiring dengan rasa penasaran yang membesar. Bi Jum pamit mundur dari hadapannya, kembali ke dapur. Reza mulai membentang dan membaca surat itu pelan-pelan. Benar, surat itu adalah surat gugatan cerai dari pengadilan agama untuknya. Reza lalu meremas surat itu dengan perasaan kesal yang tak dapat didiskripsikan. Percakapannya dengan Nazwa tempo hari pun terngiang. " .... Aku mantap untuk bercerai dari kamu." "Kamu nggak akan bisa melakukannya, Nazw

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 81

    "Eh, gosip Dokter Nabila selingkuh sama Dokter Reza itu bener nggak sih?" "Ya benar lah. Itu bukan gosip lagi, tapi fakta. Bahkan katanya Dokter Reza terancam bercerai dari istrinya." "Dokter Reza cerai karena Dokter Nabila?" "Ya iyalah." "Kita tahu sih mereka dari dulu emang deket, kirain teman ternyata mereka ada udang di balik batu." "Dokter Nabila kan mantannya Dokter Reza dulu." "Ehem." Kedua koas manggang yang sedang menjaga IGD itu seketika terdiam mendengar suara dehaman yang amat familier itu. Mereka menoleh menemukan gadis yang baru saja mereka bicarakan. Gadis itu menatap mereka tak suka. Mungkin dia sudah mendengar bisik-bisik itu. "Eh, ada Bu Dokter Nabila," lirih salah satunya cengengesan. Sedangkan yang satunya lagi pura-pura sibuk merapikan lembar kertas di tangannya. "Selamat pagi, Bu. Pagi-pagi udah cantik aj--" "Ngomongin apa kalian barusan?" tanya Nabila menatap kedua cewek itu tajam. "Eng enggak, Bu ...." "Ingat, ya, kalian itu anak magang di sini! Saya

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 80

    "Kalau Nazwa nggak mau, Papa nggak akan anggap kamu anak!" Kalimat itu terus bertalu-talu di kepala Reza. Reza berharap papanya tidak serius dengan ucapannya. Tapi waktu itu Reza bisa melihat wajah papanya serius saat mengatakan hal itu. Reza takut bagaimana seandainya papanya benar-benar serius membuangnya dari keluarga? Sial! "Ini semua gara-gara Nazwa. Seandainya dia nggak ngomong di depan Mama semuanya nggak akan jadi begini." Reza menggebrak meja di hadapannya. "Nggak ada cara lain. Aku harus bisa bujuk Nazwa buat berbaikan denganku dan membatalkan rencana perceraiannya." Sejak saat itu hampir setiap hari Reza berulang ke rumah orang tuanya, menemui Nazwa dan membujuk istrinya untuk pulang. Namun, percakapan mereka selalu berakhir dengan penolakan Nazwa atau pertengkaran. "Buat apa kamu ngelakuin semua ini, Mas?" tanya Nazwa. "Buat apa lagi kamu memperjuangkan aku setelah apa yang udah kamu lakuin. Kamu tuh sadar nggak? Kamu itu udah nggak waras, ya?! Sakit kamu?!" "Aku mi

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 79

    "Dulu waktu Mama sedang hamil kamu dan hendak melahirkan, kami pergi ke rumah sakit terdekat, tapi tiba-tiba mobil kami mengalami kecelakaan. Papa berusaha keluar dari mobil dan menggendong Mama yang tengah kesakitan. Waktu itu tengah malam dan sepi. Sama sekali tidak ada orang lewat yang bisa dimintai tolong. Tapi Papa terus berteriak minta tolong. Sampai akhirnya ada orang yang menemui kami. Dialah Pak Rahman. Papa bercerita panjang lebar dengannya bahwa Papa ingin mengantar Mama ke rumah sakit, tapi kami mengalami kecelakaan. Dia yang katanya hendak pulang ke rumah majikan untuk mengantarkan mobil nggak keberatan membawa kami ke rumah sakit sebentar. Singkat cerita kami pergi ke rumah sakit menggunakan mobil majikannya. Satu detik setelah kami pergi, mobil kami di belakang meledak. Waktu itu terjadi Papa terkejut sekaligus bersyukur. Sedikit saja kalau kami nggak pergi dari tempat itu kami bisa-bisa ikut terbakar. Di dalam mobil Mama terus berteriak kesakitan. Air ketubannya bahkan

  • Mahligai yang Ternodai   Bab 78

    "Maaf, Mas, aku nggak bisa tinggal sama kamu lagi. Aku mohon kamu hargai keputusanku buat tinggal di rumah Mama. Jadi jangan tahan-tahan aku ...." Kalimat terakhir yang Nazwa ucapkan terngiang-ngiang di telinga Reza seakan membekas dan bertalu-talu. Sakit dan benci hatinya tiap kali mengingatnya. Harga dirinya seakan jatuh di hadapan keluarganya sendiri. Apalagi mengingat wajah Mama dan Risma terakhir kali menatapnya penuh kekecewaan. Dia tak menyangka kesalahan yang dia lakukan kini berdampak parah. Tidak hanya menyakiti perasaan Nazwa, perempuan itu bahkan minta cerai. Bahkan ikut mengecewakan perasaan keluarganya. Lagi pula kenapa Nazwa tega membongkar perselingkuhannya yang sudah tertutup rapat selama ini? Pernikahannya dengan Nazwa benar-benar di ujung tanduk. Apakah pernikahan ini masih bisa dipertahankan? Apakah masih ada harapan? Dering ponsel tiba-tiba berbunyi yang seketika membuyarkan lamunan Reza yang tengah duduk merenung di ruang keluarga. Tatapan Reza lalu mengarah ke

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status