Share

Pemanasan

Bu Erna berjalan dengan langkah panjang , meninggalkan rumah mantu keduanya. Ia ingin cepat-cepat sampai ke tepi jalan, untuk menunggu angkot.

"Bu ... Ibu!" tiba-tiba Rizal menyusul langkah ibunya kembali dengan buru-buru. Bu Erna menoleh dan langsung melengos dengan wajah merah padam.

"Ada Apalagi, Zal? apanya lagi yang ketinggalan?" tanya Bu Erna dengan perasaan jengkel yang masih menggunung di dalam hatinya.

"Bu ... ibu perhatikan Lily, ya. Jangan sampai dia macam-macam selama aku di sini," pesan Rizal manja namun terkesan seperti sedang memerintah ibunya.

"Macam-macam yang bagaimana sih, maksudmu Zal? Apanya yang dijaga? Memangnya Lily anak TK Apa? heh!" dengkus Bu Erna tambah jengkel. Menurutnya, permintaan Rizal terlalu mengada-ngada.

"Bu ... jangan sampai laaa! Ibu ninggalin Lily sendiri kalau cuma ada Kak Juna di rumah," rengek Rizal seperti bocah yang takut mainannya diambil orang.

"Kamu ini kenapa sih, Zal! Habis nikah lagi malah jadi parno sama Arjuna! Kamu enggak lihat, ngomong aja dia jarang sama istri tuamu itu," tukas Bu Erna heran.

"Bu ... aku sering dengar orang-orang bilang, ipar adalah maut!"

"Eleh, alasanmu Zal! Emang kamunya aja yang parno juga serakah," ucap Bu Erna sambil melangkah ke dalam angkot yang berhenti sendiri di depannya. Meninggalkan Rizal tanpa menoleh lagi. Bu Erna jadi sangat kesal. Ia tak menduga anak yang selalu ia dukung dan turuti setiap kemauannya tersebut seolah tak menginginkan keberadaannya di situ. Dengan perasaan jengkel, Bu Erna langsung memasuki angkot yang sudah siap menunggu dan membawanya menjauh meninggalkan Rizal yang masih berdiri tanpa merasa berdosa sedikitpun di tepi jalan.

Rizal mengulum senyum, melepas kepergian ibunya. Ia tahu, walaupun marah, Bu Erna pasti akan menuruti permintaanya. Rizal kembali untuk menemui Nessa dengan perasaan senang dan tenang.

****

Tiba di rumah, Bu Erna langsung memandang ke kamar Rizal dan Lily yang terbuka. Langkah kakinya berhenti seketika, melihat kamar anak kesayangannya sudah mulai kosong. Hanya tersisa sebuah lemari.

"Kemana Lily membawa pekakasnya? Apa dia kabur?" Bu Erna mendadak panik. Dengan langkah tergesa-gesa ia melangkah ke kamar Arjuna untuk mencari tahu.

"Juna ... Juna ...." Bu Erna memanggil dengan suara nyaring sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Arjuna kasar.

Ceklek!

Arjuna langsung menampakkan wajah di depan pintu.

"Kenapa di kamarnya Rizal cuma tersisa lemari kecil? Kamu di rumah aja 'kan dari tadi? Kemana Lily? Apa dia pergi?" Bu Erna langsung memberondong Arjuna dengan serentet pertanyaan tanpa jeda.

"Cari aja di kamar Abi dan Husen!" jawab Arjuna singkat sambil menutup pintu kamarnya kembali. Bu Erna melengos sebal. Arjuna seperti menjawab pertanyaan dari keponakannya saja.

Walau kesal dengan sikap Arjuna yang dinilainya tidak sopan, namun Bu Erna bisa bernapas lega. Semula ia sempat berpikir, Lily kabur membawa semua barang-barang miliknya. Ia segera menuju ke kamar Abidzar dan Hussein.

Pelan-pelan Bu Erna mendorong pintu yang tidak tertutup dengan rapat. Ia melihat Lily dan kedua anaknya tertidur. Dahi Bu Erna mengernyit heran, menyaksikan dua lemari yang semula berada di kamar Rizal dan Lily sudah berpindah dan memenuhi kamar kedua cucunya.

Dengan gerakan pelan, Bu Erna kembali menutup pintu. Ia bergegas menuju ke dapur. Membuka tudung saji di atas meja makan. Kosong melompong. Ia membuka panci yang terletak di atas kompor, kotor. Lalu tangannya bergerak cepat membuka tutup magic com, nasinya sudah kering. Tumpukan piring juga masih sama seperti saat ia meninggalkan rumah tadi pagi. Rupanya mulai pagi Lily tidak mengurus dapur.

"Dasar pemalas. Di dapur kotor, enggak ada apa-apa, malah enak-enak tiduran!" gerutu Bu Erna yang ditujukan pada menantunya.

Bu Erna kembali ke kamar untuk membangunkan Lily. Ia memencet jempol kaki menantunya lumayan kuat. Lily langsung terlonjak bangun.

"Eh, Ibu. Ngapain pulang? Kirain mau ngikut Rizal di sana beberapa malam," Lily mengucek-ngucek matanya yang masih sayu karena memang ia masih sangat mengantuk.

"Senang ya, kalau aku enggak ada? Bisa enak-enakan. Tidur aja seharian. Dasar pemalas!"

"Aku kecapekan, Bu! Habis mindahin semua barang-barangku dari kamar ke sini. Ibu enggak liat apa?" jawab Lily santai sambil menunjuk ke arah lemari.

"siapa juga yang minta kamu pindah kesini?" cibir Bu Erna.

"Kan kamarnya mau di tempatin pengantin baru. Mantu baru Ibu!" sindir Lily sambil berusaha menyunggingkan seutas senyum, meskipun hatinya sedang tidak baik-baik saja.

"Kaya enggak ada kamar lain aja! 'kan masih ada satu kamar di belakang!" gumam Bu Erna dengan mata berkedip dalam, pertanda ia tak setuju pada keputusan Lily.

"Siapa yang mau bersihin?" tanya Lily membuat kening mertuanya mengkerut. Bukankah tadi sebelum mereka berangkat, Lily bilang ingin menyiapkan semuanya? Kenapa sekarang dia bertanya balik?

"Tadi sebelum kami pergi, katanya kamu mau bersihin? Mulutmu sendiri loh yang janji Ly," tukas Bu Erna sengaja mengingatkan.

"Tapi aku enggak bilang kan, mau bersihin kamar yang mana? Maksud aku tadi Ibu ... aku mau bersihin dan beresin kamar anak-anakku, supaya kami bisa tidur bertiga di sini," sahut Lily cuek sambil mengikat rambutnya yang sejak tadi terurai.

"Jadi? Kamu pindah selamanya ke sini?" Bu Erna terlihat heran. Lily hanya menaikkan keningnya sebagai jawaban.

"Iya, oh ya, Bu! Aku lagi malas masak. Capek habis pindahan. Ibu dari sana enggak bawa makanan ya? Ya sudah, ibu masak sendiri aja dulu. Enggak usah banyak-banyak. Buat Ibu dan Kak Juna aja," lanjut Lily sambil menggeliat-geliatkan badan. Lily tidak berbohong. Dia memang sangat lelah hari ini. Bukan lelah badan, tapi lelah hati.

"Terus? Kalian makan apa? Anak-anakmu kamu kasih makan apa?" sentak Bu Erna sewot. Lily semakin berani bersikap tidak sopan menyuruhnya memasak.

"Gampang. Kami lagi pengen makan di luar," jawab Lily membuat mulut Bu Erna langsung mencebik.

"Maaf, anggap saja ini pemanasan, Ibu!" gumam Lily dalam hati sambil tersenyum puas, menatap punggung mertuanya yang langsung berbalik menuju pintu kembali.

"Beli aja terus, nanti kalau uangnya sudah habis, baru kapok!" gumam Bu Erna pelan sambil menuju ke dapur kembali. Dengan terpaksa ia membereskan dapur. Sepanjang bekerja pun mulutnya tak berhenti mengomel.

Sedangkan Lily di kamar tersenyum puas. Mungkin sudah waktunya ia memanjakan diri kembali. Ia harus mengatur strategi dengan baik, supaya tidak dijadikan pembantu di rumah suaminya sendiri, setelah Rizal membawa istri barunya nanti. Jangan sampai, setelah madunya masuk, dia jadi Babu. Kalau bisa keadaannya dibalik saja. Lily jadi Ratu, dan madunya yang jadi Babu. Semoga saja Lily bisa menemukan cara untuk mewujudkan harapannya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
lily jadi cerdas..ngga ada makanan..mertua disuruh masak sendiri
goodnovel comment avatar
Astri Foreveryoung
Kakak ipar acuh tp baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status