Home / Romansa / Mainan Baru Tuan Montevista / 5: Perjuangan Dibalik Pintu Tertutup

Share

5: Perjuangan Dibalik Pintu Tertutup

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2025-10-28 12:53:52

Sisa-sisa kemarahan karena kehilangan toko kue, justru memberiku kekuatan. Jika Axel menginginkan boneka yang sempurna, maka dia akan mendapatkannya. Tapi aku tidak akan pernah melupakan siapa diriku, dan aku akan menggunakan fasilitas yang dia berikan untuk menuntut balasan.

Aku menghabiskan pagi itu di bawah pengawasan ketat Nyonya Amelia, Kepala Pelayan yang ternyata memegang kendali atas seluruh staf di mansion itu. Dia sopan, efisien, dan memiliki pandangan yang mengatakan bahwa dia telah melihat semua sandiwara pernikahan kontrak.

Di ruang rias sebesar butik, aku bertemu dengan tim penata. Desainer pribadiku, seorang pria Italia bernama Paul, mengganti pakaian malamku yang kusut dengan gaun cocktail sutra abu-abu yang menjeritkan kemewahan tanpa usaha.

“Rambut Nyonya indah, tapi terlalu polos,” ujar penata rambut, sementara penata rias sibuk mengukir kontur tajam di wajahku.

Transformasi itu brutal. Keisha si baker yang wangi vanilla kini diganti dengan Nyonya Montevista yang mengenakan berlian minimalis dan wangi magnolia mahal. Ketika aku menatap cermin, aku melihat sosok asing, seorang wanita elegan, dingin, dan benar-benar tidak bahagia.

“Nyonya terlihat seperti lahir untuk ini,” bisik Amelia, mengangguk puas.

“Aku lahir untuk mengaduk adonan, Amelia,” jawabku pahit.

Amelia memegang tanganku. “Semua orang di sini punya peran, Nyonya. Dan peran Anda adalah yang paling penting: membuat Tuan Axel tetap menjadi Tuan Montevista.”

Setelah penataan dan pelajaran singkat etiket, Axel memanggilku ke ruang kerjanya. Ruangan itu didominasi oleh meja kayu gelap besar dan rak buku setinggi langit-langit yang dipenuhi buku-buku hukum dan bisnis. Axel duduk di balik meja itu, mengenakan setelan tiga potong yang sempurna, tampak lebih megah dan jauh dari sentuhan.

Dia menatapku dari ujung kepala sampai kaki, matanya menyapu gaun, rambut, hingga sepatu stiletto baruku. Ada kilatan persetujuan, tapi tidak ada kehangatan.

“Sempurna,” katanya, suaranya kembali pada suara seorang CEO yang penuh perintah. “Kita akan makan malam dengan dewan direksi malam ini. Mereka adalah hiu yang mencium darah. Tugasmu sederhana, hanya tersenyum, diam, dan tunjukkan bahwa kau adalah pasangan yang layak.”

Axel bangkit, dan baru saat itulah aku melihat seikat dokumen di mejanya, yang bukan tentang bisnis. Itu adalah hasil tes medis.

“Aku sudah memesan janji temu dengan dokter kandungan pribadiku, Dr. Sam, besok pagi,” katanya datar. “Kita harus memastikan kehamilanmu diusahakan dengan cara yang paling efektif.”

Aku merasa seperti barang yang sedang diinventaris. “Kau benar-benar tidak membuang waktu.”

“Waktu adalah uang, Keisha. Dan uang yang kulepas adalah 70% dari kekayaan yang bisa kau bayangkan,” dia berjalan mengelilingi meja, tatapannya menyiratkan ancaman. “Aku juga ingin mengingatkanmu, di hadapan dewan direksi, kau harus bersikap sebagai istri yang penuh cinta dan kepatuhan mutlak.”

“Lalu, bagaimana jika mereka bertanya tentang bagaimana kita bertemu? Tentang kisah cinta kita yang cepat ini?” tanyaku sinis.

Axel tersenyum, senyum palsu yang bisa memenangkan pemilu. “Aku sudah menyiapkan ceritanya. Kita bertemu dalam acara amal yang diselenggarakan Montevista. Kau adalah seorang dermawan muda yang menarik perhatianku, dan kita langsung terikat. Pernikahan ini cepat karena kita berdua adalah individu yang ambisius dan tahu apa yang kita inginkan.”

“Sebuah kebohongan yang elegan,” komentarku.

“Begitulah Montevista bertahan hidup,” tegasnya, memegang siku tanganku dan menyeretku keluar ruangan. “Mulai sekarang, setiap kata yang keluar dari mulutmu adalah naskah.”

Makan malam itu seperti sebuah audisi neraka. Ruangan makan formal itu dipenuhi oleh pria-pria tua berjas mahal yang menatapku dengan tatapan ingin tahu dan skeptis.

“Nyonya Montevista terlihat sangat muda, Axel,” komentar salah satu direktur dengan suara skeptis.

“Usia hanyalah angka, Pak Sanjaya,” jawab Axel cepat, mencondongkan tubuh sedikit ke arahku, gerakannya intim namun mengancam. “Gairah kami yang kuat membuat kami ingin segera meresmikan ikatan ini.”

Keisha? Gairah? Aku nyaris tersedak air anggur merah.

Sepanjang makan malam, aku menjalankan peran yang dia berikan. Tersenyum, mengangguk, dan sesekali memuji kecerdasan Axel dalam bisnis. Semua kebohongan yang membuat perutku mual. Di bawah meja, Axel meletakkan tangannya di pahaku, cengkeramannya bukan untuk keintiman, melainkan sebagai penanda kepemilikan.

Ketika makan malam berakhir, dan para direktur akhirnya mengangguk puas, Axel menarikku ke samping.

“Bagus,” pujinya dingin. “Penampilanmu malam ini sempurna.”

“Aku hanya mengikuti naskah,” balasku.

“Naskah itu yang menyelamatkan asetku, Keisha,” bisiknya, kemudian matanya menggelap. “Dan sekarang, kita akan kembali ke tugas utama. Para direktur mungkin puas dengan penampilan kita, tapi mereka butuh bukti nyata. Bukti nyata yang hanya bisa kau berikan padaku. Malam ini, bukan lagi soal penampilan, tapi ....”

Tapi dia tidak memberiku kesempatan untuk membalas. Dia menyeretku menaiki tangga marmer menuju ke kamar utama, meninggalkan para direktur di bawah dengan senyum puas.

Aku menyadari, peran sebagai Nyonya Montevista tidak hanya menuntut akting di depan umum, tetapi juga pengorbanan di balik pintu tertutup.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mainan Baru Tuan Montevista    8: Mungkin Aku Sudah....

    Setelah pengakuan Axel tentang DNA-ku—bahwa aku adalah solusi biologis untuk masalah garis keturunan Montevista—hubungan kami memasuki fase yang jauh lebih dingin dan penuh perhitungan. Aku tahu nilaiku. Aku bukan hanya ibu dari pewaris; aku adalah jantung biologis dari kelangsungan kekaisarannya.Aku memanfaatkan ini segera. “Aku butuh akses penuh ke pantry dan dapur kapan pun aku mau, tanpa pengawasan Amelia. Dan kau harus berhenti menyentuhku kecuali jika itu diperlukan untuk ‘tugas’,” kataku padanya pagi itu.Axel hanya membalas dengan seringai. “Deal. Tapi kau harus ingat, hari ini, kau harus tampil sempurna. Malam ini adalah Gala Montevista. Para dewan direksi yang kau temui waktu itu akan hadir, dan mereka akan mencariku. Jangan tunjukkan satu pun celah.”Aku menghabiskan seluruh sore untuk dipersiapkan. Paul, desainer pribadiku, membawakan gaun malam merah marun dengan potongan slit tinggi dan punggung terbuka. Itu jauh lebih provokatif dari yang biasa kupakai. Aku mengenakann

  • Mainan Baru Tuan Montevista    7: Berani, Tapi Axel Suka

    Pagi itu, aku menjalankan misi. Aku harus menemukan kelemahan Axel. Setelah Axel pergi untuk urusan bisnis, aku menyelinap ke perpustakaan pribadinya. Aku tahu aku melanggar batas, tetapi rasa ingin tahuku jauh lebih kuat dari rasa takut. Aku mencari petunjuk personal, bukan dokumen bisnis. Akhirnya, mataku tertuju pada sebuah bingkai foto perak kecil yang terbalik di atas meja. Aku meraihnya. Di dalamnya, terdapat foto Axel, jauh lebih muda dan tersenyum. Senyum itu hangat, tulus, dan sama sekali berbeda dari topeng Billionaire yang kukenal. Di sampingnya, berdiri seorang wanita cantik berambut cokelat dengan mata yang bersinar penuh kebahagiaan. Di balik foto, ada tulisan tangan yang indah: “Selamanya, di sini, di Montevista. M&A.” Jadi, ada seseorang yang pernah dicintai Axel. Kehancuran dalam matanya yang kulihat kemarin malam—ini alasannya. Aku buru-buru meletakkan foto itu kembali ke tempatnya. “Mencari sesuatu, Nyonya Montevista?” Suara berat dan dingin itu membuatku membe

  • Mainan Baru Tuan Montevista    6: Pemeriksaan Ovarium

    Udara di klinik Dr. Sam berbau steril dan mahal, jauh berbeda dari aroma antiseptik rumah sakit biasa. Ini bukan klinik, melainkan sebuah suite kesehatan pribadi yang mewah, didominasi warna putih pucat dan instrumen krom.Aku duduk di sofa kulit, sementara Axel berdiri tegak di sampingku, tangannya diletakkan di sandaran sofa seolah menandai kepemilikannya. Dr. Sam, seorang wanita paruh baya dengan senyum yang terlalu profesional, memasuki ruangan.“Selamat pagi, Tuan dan Nyonya Montevista,” sapanya, matanya terfokus pada Axel, seakan aku hanyalah lampiran yang harus diurus. “Tuan Axel sudah menjelaskan situasinya. Waktu adalah aset, jadi kita akan langsung ke inti.”Selama dua jam berikutnya, aku diperlakukan seperti barang inventaris berharga yang sedang diperiksa kelayakannya untuk tujuan produksi. Dr. Sam membahas pola ovulasiku, nutrisi, hingga “kondisi rahim yang optimal untuk menampung pewaris Montevista”. Axel mendengarkan setiap detail dengan ekspresi datar, sesekali mengaju

  • Mainan Baru Tuan Montevista    5: Perjuangan Dibalik Pintu Tertutup

    Sisa-sisa kemarahan karena kehilangan toko kue, justru memberiku kekuatan. Jika Axel menginginkan boneka yang sempurna, maka dia akan mendapatkannya. Tapi aku tidak akan pernah melupakan siapa diriku, dan aku akan menggunakan fasilitas yang dia berikan untuk menuntut balasan.Aku menghabiskan pagi itu di bawah pengawasan ketat Nyonya Amelia, Kepala Pelayan yang ternyata memegang kendali atas seluruh staf di mansion itu. Dia sopan, efisien, dan memiliki pandangan yang mengatakan bahwa dia telah melihat semua sandiwara pernikahan kontrak.Di ruang rias sebesar butik, aku bertemu dengan tim penata. Desainer pribadiku, seorang pria Italia bernama Paul, mengganti pakaian malamku yang kusut dengan gaun cocktail sutra abu-abu yang menjeritkan kemewahan tanpa usaha.“Rambut Nyonya indah, tapi terlalu polos,” ujar penata rambut, sementara penata rias sibuk mengukir kontur tajam di wajahku.Transformasi itu brutal. Keisha si baker yang wangi vanilla kini diganti dengan Nyonya Montevista yang me

  • Mainan Baru Tuan Montevista    4: Nyonya Montevista

    Bau whiskey dan cologne Axel semakin kuat, mencekik seperti belenggu tak terlihat. Aku menarik napas, mencoba menahan emosi yang bergejolak antara amarah, ketakutan, dan sisa-sisa gairah bodoh dari malam itu. Aku paham, setelah kontrak ditandatangani, tubuhku kini resmi menjadi aset Montevista, properti untuk tujuan produksi pewaris.Axel tersenyum miring, senyum yang tidak pernah mencapai mata peraknya, yang kini berkilat penuh hasrat menguasai.“Jangan membuatku menunggu, Keisha,” bisiknya, suaranya mengandung perintah mutlak yang tidak bisa ditawar.Aku bangkit dari ranjang, merasakan lututku gemetar. Aku adalah Nyonya Montevista sekarang. Gelar ini adalah perisai sekaligus penjaraku. Aku harus memainkannya.“Aku tidak lari, Tuan Montevista,” jawabku, mencoba meniru ketenangannya. “Tapi, karena ini adalah pernikahan, meski hanya sandiwara aku punya hak untuk tahu. Apa yang baru saja terjadi semalam? Mengapa kau memilihku?”Axel tertawa. Dia menuang satu tegukan lagi whiskey ke gela

  • Mainan Baru Tuan Montevista    3: Lakukan, Keisha

    Aku menahan napas, ujung bolpoin perak yang dingin kini berada di atas baris tanda tangan. Nama Axel Mardon Montevista sudah tercetak rapi di atas garis di sebelahnya.“Waktumu habis, Keisha.” Suara Axel, meski tenang, mengandung ketidaksabaran yang menekan.Aku tidak melihat ke arahnya. Mataku terpaku pada kata-kata di halaman itu: Kewajiban Istri, Kepatuhan Mutlak, dan Pasal Pewaris. Ini bukan pernikahan; ini adalah perbudakan legal yang kusepakati demi masa depan yang tidak pasti dan anak yang belum pasti ada.Dengan satu tarikan napas kasar, aku menorehkan namaku. Keisha Auristela.Seketika, ruangan itu terasa lebih dingin. Axel mengambil dokumen itu, memeriksanya dengan teliti. Seringai tipis yang tidak menyenangkan muncul di sudut bibirnya.“Bagus. Selamat datang di penjaraku, Nyonya Montevista.”Belum sempat aku memprotes sebutan itu, ia sudah meraih pergelangan tanganku dengan kuat. “Kita tidak punya waktu. Pernikahan ini harus sah hari ini.”Satu jam kemudian, aku duduk di ku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status