Ratih memandang takjub rumah besar yang ada didepannya. Ratih tidak menyangka ternyata majikan Reno sangat kaya raya. Ratih membayangkan betapa indah dan megahnya interior dirumah ini. Namun lamunannya buyar saat Reno berseru memanggilnya. Ratih merasa malu karena sempat melamun sambil memandangi rumah ini.
Reno meminta Ratih untuk menunggunya diruang tamu, sementara ia memanggil tuannya. Suara langkah kaki mendekat membuat jantung Ratih berdebar. Ia yakin bahwa yang datang adalah Reno bersama calon majikannya. Arjuna melangkah menghampiri Ratih yang berdiri diruang tamu dengan kepala menunduk. Ratih dapat merasakan tatapan Arjuna padanya, membuat perasaannya semakin gugup. Ia berharap dapat memberikan kesan yang baik pada calon majikannya, dan bisa diterima bekerja dirumah ini. Arjuna mengamati gadis itu dengan seksama lalu bertanya. "Siapa namamu?" "Nama saya Ratih, tuan." jawab Ratih sopan. "Berapa umurmu?" lanjut Arjuna. "Umur saya 18 tahun, tuan." "Ckck Reno Reno, masih kecil kenapa kamu bawa kemari?" Arjuna berdecak. "Maaf, tuan. Didesa saya umur 18 tahun sudah dianggap dewasa. Bahkan sudah boleh menikah." jawab Reno menjelaskan. "Benarkah?" tanya Arjuna seakan tidak percaya. "Iya, tuan." jawab Reno mantap. "Apa saja yang bisa kamu kerjakan Ratih?" lanjut Arjuna kembali bertanya. "Saya bisa membersihkan rumah dan juga memasak, tuan."jawab Ratih. Arjuna tampak berpikir sejenak sambil mengamati Ratih. Kemudian ia berkata. "Peraturan dirumah ini, setiap pelayan harus mengerjakan pekerjaannya dengan benar dan tepat waktu. Tidak boleh selalu minta izin ataupun banyak drama. Kamu sanggup Ratih?" "IInsya Allah saya sanggup, tuan." ucap Ratih mantap. Arjuna diam sejenak nampak masih berpikir. Sampai saat Ratih memberanikan diri untuk bertanya, "Jadi bagaimana, tuan. Apa saya diterima?" Ratih menunggu dengan harap-harap cemas. Dalam hati berdoa agar diterima menjadi pelayan dirumah ini. Orangtuanya didesa pasti sangat senang jika ia bisa membantu perekonomian keluarga yang saat ini dalam kondisi susah. "Baiklah, kamu diterima." jawab Arjuna pada akhirnya. Ratih nampak lega mendengar keputusan Arjuna. Ia mengucapkan basmallah dan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Arjuna. Saking senangnya, tanpa sadar Ratih mengambil tangan Arjuna lalu menciumnya. Arjuna terkejut, terdiam kaku dengan perlakuan Ratih barusan. Ia sangat kaget dan tidak menyangka gadis itu akan mencium tangannya. Selama ini belum ada yang melakukan hal itu padanya. Ratih sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dilakukannya, segera meminta maaf kepada Arjuna. "Maafkan saya, tuan. Saya tidak bermaksud lancang." ujar Ratih dengan nada menyesal. Arjuna mengangguk lalu mengubah ekspresinya menjadi datar seperti biasa. Ia tampak terkejut dengan tindakan Ratih, namun berusaha menyembunyikan reaksinya. Suasana menjadi sedikit canggung setelah insiden itu. Arjuna berdehem pelan, berusaha mencairkan suasana. "Baiklah Ratih, kamu bisa mulai bekerja besok. Reno akan menunjukkan kamarmu dan menjelaskan tugas-tugasmu." ucap Arjuna dengan nada tenang. Ratih mengangguk dengan patuh. Ia merasa malu atas tindakannya tadi, namun juga lega karna Arjuna menerimanya bekerja dirumah ini. Setelah Arjuna pergi berlalu, Ratih mengikuti Reno yang akan menunjukkan dimana kamarnya berada. Ratih melongo saat memasuki kamar yang akan di tempatinya. Kamar itu ternyata besar dan sudah ada isinya lengkap. Bahkan kamar mandinya pun ada di dalam. Berbeda sekali dengan kamarnya sewaktu didesa, yang isinya hanya lemari kecil dan ranjang kayu yang beralaskan tikar. Kamar yang akan ditempatinya ini jauh melebihi ekspektasinya. Ah, jika seperti ini Ratih merasa seperti orang kaya. Sebelum beranjak keluar, Reno kembali mengingatkan Ratih tentang tugas-tugasnya yang harus dikerjakan besok. Ratih mendengarkan dan berusaha mengingat semua intruksi yang diberikan oleh Reno. Ia tidak ingin mengecewakan Tuan Arjuna dihari pertamanya bekerja. Setelah shalat isya, Ratih memutuskan untuk segera beristirahat. Perjalanan dari desa tadi membuat tubuhnya lelah. Dengan segera ia merebahkan tubuhnya ke ranjang empuk dikamar barunya. "Empuk sekali" gumamnya senang. *** Adzan subuh berkumandang merdu. Ratih terbangun dengan keadaan tubuh yang sudah relaks, sepertinya rasa capek selama perjalanan dikereta kemarin sudah hilang. Tanpa menunda waktu, Ratih bergegas membersihkan diri, kemudian segera menunaikan shalat subuh. Ratih memulai pekerjaan pertamanya dengan menyapu halaman. Lalu membersihkan debu di seluruh ruangan, dan merapikan perabotan. Ia bekerja dengan cekatan. Berusaha menyelesaikan semua tugasnya sebelum Tuan Arjuna bangun. Saat Ratih sedang menyapu ruang tamu, seorang wanita paruh baya menyapanya dengan ramah. "Apa kamu pelayan baru, tetangganya Mas Reno itu?" tanya wanita itu dengan senyum. Ratih sedikit terkejut, namun membalas sapaan wanita paruh baya itu dengan sopan. "Benar bu, nama saya Ratih, saya pelayan baru disini, tetangga Mas Reno dari desa." Wanita paruh baya itu mengangguk. "Nama ibu Siti, panggil saja Bu Siti. Semoga kamu betah bekerja disini." ucap Bu Siti ramah. Lalu keduanya berbincang sebentar.Reno mencari Ratih yang ternyata sudah berlari keluar dari area kantor. Tatapan Reno memindai jalanan sekitar, ia berharap masih bisa menemukan Ratih. Hatinya lega kala matanya menangkap keberadaan Ratih di sudut jalan. Di sampingnya, ada Pak Damian dan Bu Prapti yang terlihat tengah menenangkannya. "Maafkan aku Ratih, sudah membujukmu untuk kembali ke sini. Aku tidak menyangka kalau Tuan Arjuna sebrengsek itu."batin Reno penuh penyesalan. Kakinya melangkah mendekat. "Kali ini, biarkan aku kembali ke desa, Ma. Hatiku sakit, aku ingin kembali ke pelukan keluargaku. Aku janji akan membuka pintu lebar, jika nanti mama dan papa berkunjung ke sana. Apapun yang terjadi, Althaf tetap cucu mama dan papa."ucap Ratih lirih dengan berurai air mata. Pak Damian dan Bu Prapti turut merasa bersalah atas kelakuan anaknya. Mereka tak mau egois dengan menahan Ratih tetap disini. "Baiklah nak, maafkan kami yang tidak bisa mendidik Arjuna. Apapun keputusanmu, kami akan mendukungmu. Semua keka
Dihari ketiga, Reno kembali datang berkunjung ke rumah Ratih. Reno menyampaikan kabar bahwa Bu Prapti sedang dirawat dirumah sakit karna terlalu merindukan Althaf, cucunya. Tentu saja hal itu membuat Ratih dirundung rasa bersalah, dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Nayendra. Tanpa menunggu lama, Reno segera menyampaikan kabar baik itu pada Pak Damian dan juga Bu Prapti. Bu Prapti yang saat itu tengah dirawat dirumah sakit karna kondisinya yang masih lemah, langsung meminta pulang agar bisa menyambut kedatangan menantu dan cucunya. Raut wajahnya yang beberapa hari ini terlihat pucat, kini berubah berbinar cerah. Ah, sebesar itu Althaf menguasai hatinya. Cucunya itu ibarat mood booster baginya. *** Sementara itu, Arjuna yang tinggal Ratih tiga hari didesa, terlihat begitu kacau dan uring-uringan. Karyawannya yang tidak becus dalam mengerjakan tugas, menjadi pelampiasan amarahnya. Tak terlihat lagi Arjuna Nayendra yang biasanya rapi. Penampilannya kini begit
Kereta yang ditumpangi oleh Ratih dan Reno sampai didesa pukul 11 malam. Reno yang diberi amanat untuk menjaga Ratih dan juga Althaf dengan siaga membawakan tas milik Ratih, lalu mengajak Ratih untuk mencari taxi online. Satu jam kemudian, Ratih telah sampai dirumah orangtuanya. Meski awalnya kaget, karna sebelumnya tidak memberi kabar. Namun akhirnya, orangtua Ratih menyambut hangat kedatangan anak dan cucunya. Karna capek, Ratih segera merebahkan diri ke atas ranjang disebelah anaknya. Tak butuh waktu lama, ia terlelap dengan memeluk Althaf. Setelah mengantar Ratih terlebih dahulu ke rumahnya. Reno berpamitan menuju rumah ibunya. Rumah Reno yang hanya berbeda gang dengan rumah orangtua Ratih, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. *** Adzan subuh berkumandang merdu. Ratih yang baru tidur selama dua jam, masih terlelap dibalik selimut hangatnya. Namun ketukan dipintu membuatnya mau tak mau terpaksa bangun.Tok tok tok "Ratih, bangun nak! Shalat subuh dulu, keburu waktunya ha
Arjuna tergesa-gesa memasuki rumah, lalu berteriak kencang memanggil Ratih. Kakinya melangkah lebar-lebar menuju lantai atas, dimana kamarnya dan Ratih berada. "Ratih Ratihh Ratihhh." Mendapati kamarnya kosong, ia beranjak keluar dengan masih berteriak kencang seperti orang kesurupan. "Ratih Ratihh Ratihhh, dimana kamu." Bu Prapti yang mendengar teriakan Arjuna, tergopoh-gopoh menghampiri. Heran sekali dengan kelakuan anaknya yang bar-bar itu. "Ada apa, Juna? kenapa teriak-teriak?"tanya Bu Prapti sedikit kesal. "Dimana Ratih, Ma?" "Loh, memangnya tidak pamit sama kamu? Ratih barusan ke stasian diantar sama sopir. Althaf ikut bersamanya."tutur Bu Prapti menjelaskan. "Memangnya Ratih membawa Althaf kemana, Ma?"tanya Arjuna gusar. "Tadi Ratih pamit sama Mama mau pulang ke desa. Orangtuanya sudah rindu katanya." "Oh shit! Ratih pergi karna salah paham padaku, Ma. Itu semua gara-gara Angela!" "Apa maksudmu, Juna? Jelaskan pada Mama!"titah Bu Prapti tegas. "Angela d
Baru beberapa jam berpisah dengan istri dan anaknya, Arjuna sudah dilanda rindu yang besar. Tak sabar menunggu sampai jam pulang, Arjuna menghubungi istrinya dan memintanya untuk membawakan makan siang ke kantor. Dengan cekatan, Ratih memasak makanan kesukaan suaminya. Satu jam kemudian, beberapa menu telah matang dan siap untuk dibawa ke kantor Arjuna. Selesai berganti pakaian dan berdandan ala kadarnya, Ratih meminta sopir untuk mengantarnya ke kantor Arjuna. Namun sebelumnya, Althaf telah ia titipkan pada ibu mertuanya. *** Sementara itu, Arjuna berulangkali melihat jam diponselnya. Merasa kesal karna waktu seolah bergerak lambat, padahal ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan istri cantiknya. Ketukan dipintu mengalihkan perhatian Arjuna. Setelah menyimpan ponselnya disaku jasnya, ia beranjak untuk membuka pintu. Dan begitu pintu terbuka, Arjuna terpaku menatap tamu yang ada dihadapannya. "Arjuna, aku sangat merindukanmu."ucap wanita cantik, tinggi semampai yang
Arjuna menatap kesal pada anaknya yang belum juga mau tidur. Mata bocah gembul itu malah terbuka lebar dan bersinar terang seperti lampu 100 watt. Bayi tampan itu sepertinya ingin mengerjai daddy nya. Bibir mungilnya dengan semangat masih saja menghisap ASI dari dada ibunya meski sudah kenyang. "Sayang, Mas sudah tidak tahan."ucap Arjuna memelas. Ia kesulitan menelan salivanya sendiri saat matanya menatap aset kembar milik istrinya yang terpampang di depannya karna sedang menyusui putranya. "Tunggu anak kita tidur dulu, Mas."sahut Ratih sembari menepuk-nepuk pantat anaknya supaya cepat tidur. Bahu Arjuna merosot mendengar jawaban istrinya. Dengan gelisah ia menggerakkan badannya ke kiri dan ke kanan untuk meredam hasratnya yang kian memuncak. *** Lega rasanya setelah bisa menyalurkan hasratnya. Istrinya yang kelelahan dan juga sudah sangat mengantuk tertidur lelap di sampingnya. Melongok ke box bayi, putra gembulnya tidur pulas. Arjuna membetulkan selimut yang bergeser