Seisi ruangan yang semula diselimuti oleh ketegangan mendadak senyap. Perhatian semua orang kini mengarah pada Liora yang berdiri dan dirundung oleh kebimbangan.
“Saya tidak pernah menipu orang,” ucapnya. “Apalagi menggunakan obat terlarang, Pak. Itu semua tidak benar!” “Jika memang begitu, Anda bisa menjelaskannya nanti di kantor,” jawab seorang petugas yang berdiri paling depan. “Sekarang lebih baik Anda ikut dengan kami.” Entah cerita seperti apa yang dibuat dan dilaporkan oleh Adrian dan Irina hingga dapat mempermalukan Liora seperti ini. “Mari!” ucap pria berseragam itu sekali lagi. Kaki yang tadinya terpancang dengan lantai marmer tempat ia berpijak akhirnya terangkat. Langkahnya terasa berat kala ia mengikuti ke mana polisi menggiringnya keluar dari hall, sepasang netranya berkabut oleh air mata kala menyaksikan pandangan orang-orang yang menghakiminya. Dengus napas mereka, atau lirikan yang penuh kebencian mengantarnya pergi meninggalkan pintu berdaun dua tempat itu. Sudut matanya menyaksikan tatapan Kayden yang tampak membencinya. Bukankah Liora tak perlu lagi mempertanyakan apa alasannya? Jelas karena Liora telah merusak pesta penyambutannya. Sekeluarnya dari hall, puluhan wartawan yang berada di luar mengambil fotonya. Kilatan kamera saling sambung tanpa henti, menangkap momen dirinya yang tengah digiring masuk ke dalam mobil polisi. Puluhan pertanyaan dari mereka diabaikan oleh Liora, tak ada satu pun yang dijawabnya. “Liora!” panggil sebuah suara tak asing yang membuat Liora sedikit lega karena setidaknya ia tak akan sendirian malam ini. Freya, manajernya itu berlari kepadanya seraya bertanya dengan menggebu pada petugas polisi, “Kenapa Liora tiba-tiba ditangkap, Pak? Anda tidak salah melakukan ini?” “Kami tidak akan sembarangan menangkap orang, Bu,” jawab salah seorang dari mereka. “Jadi tolong bersikap kooperatif!” Freya mendorong napasnya dengan kasar saat berjalan mengikuti Liora, “Jangan khawatir, aku akan ikut denganmu, Liora.” Liora mengangguk samar, “Terima kasih, Frey,” ucapnya dengan suara yang gemetar. Ia menjumpai seorang pria yang berada cukup jauh di belakang kerumunan wartawan, berdiri di sana dengan senyum penuh kemenangan seakan ia telah mewujudkan apa yang pernah ia katakan pada Liora perihal ‘membalas dendam.’ Adrian, ekspresi mantan pacarnya itu lebih banyak mengatakan bahwa ini adalah awal kehancuran seorang Liora Serenity. ‘Jahat sekali kamu Adrian,’ batin Liora saat air matanya seperti tak bisa terbendung setibanya ia di dalam mobil polisi. Ketakutan menderanya, benaknya mulai memikirkan kemungkinan paling buruk, bagaimana jika setelah malam ini ia tak akan bisa menghirup kebebasan lagi? *** Setelah menjalani proses pemeriksaan berjam-jam yang menguras tenaga dan menunggu hasil tes urine serta tes darah keluar, Liora benar-benar berakhir mendekam di dalam penjara. Duduk di lantainya yang dingin dan memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil. Freya hanya bisa menemaninya sebentar sebelum semalam Liora resmi ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik. Liora memikirkan bagaimana ibunya yang ada di rumah sakit jiwa jika ia terus di sini? Bagaimana kedepannya ia mengurus pengobatan sang Ibu? Keresahan menghantuinya sepanjang malam selagi ia yakin orang-orang yang tak suka padanya dan yang semalam melemparkan pandangan penuh kebencian saat ia digelandang polisi itu tengah berpesta di luar sana. Pagi ini setelah berusaha menelan makanan penjara yang hampir terasa hambar, Liora dibawa keluar dari balik sel sebab petugas mengatakan ia mendapatkan kunjungan. Ia lalu tiba di dalam sebuah ruangan di mana di dalam sana ia bisa melihat seorang pria dalam setelan jasnya. Tengah duduk bersedekap dan tatapan matanya yang tajam menyambut Liora masuk. Kayden. Seseorang yang mengunjunginya itu adalah Kayden. Meski bibirnya mengatup rapat dan tak ada kata yang keluar hingga Liora duduk berseberangan meja, tapi kediaman itu cukup membuat Liora merasa ciut. Perbedaan mereka bagai bumi dan langit, Kayden yang rapi dan menawan dalam balutan pakaian serba hitamnya sangat kontras dengan dirinya yang menyedihkan dalam baju tahanan. Keheningan memerangkap mereka hingga beberapa menit berlalu. Akhirnya, Liora lah memberanikan diri untuk lebih dulu membuka percakapan. “A-apa yang Tuan Kayden lakukan di sini?” tanya Liora dengan gugup. “Bukankah harusnya kamu berterima kasih karena ada orang yang datang menjengukmu?” balasnya dengan datar. Kalimatnya penuh kepedulian tetapi justru menusuk Liora dengan dingin dan kejam. “Terima kas—” “Aku datang untuk melihat orang yang semalam mengacaukan pestaku,” potong Kayden sebelum Liora selesai bicara. Liora menunduk, meremas jari-jarinya yang kebas di atas paha. Menelan rasa malu sebab apa yang dikatakan oleh Kayden itu adalah kebenaran. Bahwa memang dirinya mengacaukan pestanya semalam. “Maaf, Tuan Kayden.” Pria itu menyeringai, “Apa yang kamu rencanakan setelah ini, Liora?” tanyanya seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. “Freya sedang mencari pengacara untuk dapat membantu saya.” “Aku bisa membantu untuk membebaskanmu dari sini,” sahut Kayden. “Tapi ada syaratnya.” “Syarat?” “Ya, syarat. Saat aku membantumu, kamu juga harus melakukan sesuatu untukku sebagai gantinya.” Rahang kecil Liora mengetat, ia putuskan ia akan mendengar syarat apa yang diajukan oleh Kayden agar ia bisa bebas dari sini. “Apa syaratnya, Tuan Kayden?” “Menikah denganku.”SHIK SHAK SHOCK 🤯 🤣 jangan lupa tinggalkan komentar ulasan like vote, tidak lupa Thor ucapkan terima kasih sudah membaca ya akak semua 🤗
Setelah selesai mendapatkan asi mereka untuk pertama kali, si kecil Lysander dan Elmora dibawa oleh perawat untuk ditidurkan di dalam boks bayi milik mereka. Perawat menariknya untuk berada di dekat Liora karena ia tadi mengatakan ingin melihat wajah anak-anaknya. Sedangkan di tepi ranjangnya, Liora baru saja menyelesaikan makan. Kudapan yang dibawa masuk oleh perawat yang mengatakan bahwa ia perlu makan dan mendapat asupan setelah berjuang di antara hidup dan mati. Kayden yang menyuapinya hingga tandas tak bersisa, dan membawa trolinya pergi ke sudut ruangan. Liora meneguk minumannya sebelum bertanya pada Kayden yang kembali mendekat padanya. “Kayden?” “Yes, Love?” “Bisakah kamu memastikan kalau Lucca dan Elea sudah sampai rumah?” pintanya pada Kayden yang mengangguk tak keberatan. “Bisa, Sayang.” Tapi sebelum Kayden sempat meraih ponsel yang tadi ia letakkan di atas meja, mereka lebih dulu menoleh ke arah pintu yang terbuka dan muncullah Lucca serta Elea yang baru s
Dulu, pada Minggu ke empat belas yang disebutkan oleh Liora, mereka benar pergi untuk jadwal USG. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa kali ini kehamilan Liora adalah .... Kembar untuk kali ke dua. Anugerah dihadiahkan pada Liora dengan cara yang tak terduga. Menunggu dengan sabar dan penuh persiapan, serta melewati banyak waktu untuk tiba pada hari perkiraan lahir, rupanya air ketubannya sudah lebih dulu pecah tiga hari sebelum yang dikatakan oleh dokter. Pagi ini Liora masih beraktivitas seperti biasa. Ia masih sempat ikut Han untuk mengantar si kembar Lucca dan Elea serta pulang dan merangkai bunga bersama dengan Annie. Siang hari saat ia membuatkan smoothies seraya menunggu si kembar yang sedang dijemput, Liora merasa sakit di perutnya sudah semakin sering. Ia hendak meminta Annie untuk memasukkan smoothies itu ke dalam lemari pendingin sebelum ia merasakan kakinya yang basah. Saat Liora menunduk, ia tahu bahwa rasa sakit yang sedari tadi dirasakannya itu karena bayinya a
.... Waktu berjalan teramat cepat. Terhitung di kalender kehamilan Liora: Minggu ke sepuluh, lalu minggu ke empat belas. Minggu ke dua puluh, lalu minggu ke dua puluh empat. Minggu demi minggu berlalu ... dan tiba di Minggu ke tiga puluh sembilan. Waktu sempurna dan matang bagi bayi untuk melihat dunia. Hari perkiraan lahir anak ketiga Liora dan Kayden telah tiba. Mereka hanya sedang menunggu, jika bukan hari ini, maka besok, atau lusa. Siang ini, di dalam ruang meeting Evermore, Kayden sedang berdiri berkacak pinggang. Pandangannya terarah pada layar putih—interactive whiteboard—yang menunjukkan foto-foto Valency—salah satu artis milik Evermore—bersama dengan aktor seusia gadis itu yang tertangkap kamera paparazzi tengah melakukan dating. “Agensi harus memberi pernyataan,” kata Kayden, menoleh pada Valency dan Jason Park—nama aktor tersebut. “Jadi kalian harus jujur apakah ini benar atau salah, fakta atau sebatas rumor?” Mulanya tak ada yang menjawab, tapi tatapan Evan Lee
“Demam?” gumam Kayden, nyaris tak percaya. Tangan Liora mengarah kepadanya, menunjukkan termometer di mana angkanya cukup tinggi. “Ayo bangun, kamu harus ke rumah sakit,” pinta Liora sekali lagi dengan cemas. “Tidak perlu, Sayang,” balasnya. “Aku akan minum obat saja, kalau memang besok panasnya tidak turun baru aku akan pergi ke rumah sakit, bagaimana menurutmu?” Semula, Kayden berpikir idenya akan diterima. Tapi itu sebelum ia melihat bibir Liora tiada menunjukkan senyumnya. “Tidak ada kompromi, Tuan Kayden Baldwin!” pertegas Liora seraya menarik lengan Kayden agar ia bangun dari berbaringnya. “Kamu menggigil dan mengigau terus memanggilku. Kamu membuatku takut!” “Aku mimpi buruk,” akunya. “Mimpi buruk?” Liora yang sudah berjalan menjauh sekilas menoleh pada Kayden yang mengangguk sebagai jawaban. “Mimpi kamu meninggalkan aku, Sayang.” “Itu efek dari yang kita bicarakan sebelum tidur tadi,” kata Liora yang sudah tiba di ruang ganti. Mengambilkan coat panjang milik Kayden,
....Setelah mengantar si kembar kembali ke dalam kamarnya, Kayden memasuki kamar.Liora sudah mengganti pencahayaan di dalam sana menjadi yang nyaman di mata selagi Kayden turun tadi.“Terima kasih sudah mengantar anak-anak kembali ke kamar, Kayden,” ucap Liora pada prianya yang kemudian naik ke atas ranjang, duduk di samping Liora dan menggunakan selimut yang sama untuk menutupi kakinya.“Sama-sama, Sayangku,” jawabnya tak keberatan.“Harusnya aku saja. Aku tidak apa-apa, itu hanya sekadar mengantar tidur, 'kan ....”“Tapi jadinya kamu harus naik turun tangga, Sayangku, dan aku tidak tega melihatmu.”“Padahal aku menganggapnya sebagai olahraga.”“Nanti setelah USG, kita pindah ke kamar bawah biar kamu tidak perlu naik turun,” kata Kayden, mengusap pipi Liora sebelum memberinya kecupan.“Baiklah.”“Atau ... sebaiknya aku memasang lift? Biar kamu mudah naik turun tangga?”Liora menggeleng menjawabnya, seolah mencegah.“Aku suka dengan rumah kita yang memang seperti ini. Kalau kamu mem
Kayden terdiam di belakang kedua anak kembarnya, ia berusaha sekuat tenaga menahan air mata kala Elea kembali berucap, “Daddy akan selalu menjadi superhero kami sejak dulu, hari ini, besok dan selama-lama-lama-lamanya .....” “Terima kasih Daddy untuk semua yang sudah Daddy lakukan untuk Lucca, Elea, Mommy dan sebentar lagi adik kami,” imbuh Lucca, menoleh pada Kayden. Anak lelakinya itu meraih tangannya yang terasa dingin, menariknya ke depan, membuatnya berdiri di antara ia dan Elea. “Terima kasih untuk sudah menjadi Daddy yang paaaaling baik di dunia ini.” “Kami sayang Daddy.” Si kembar Lucca dan Elea memeluk Kayden saat ia menekuk kakinya sehingga bisa berlutut di antara keduanya. Kali ini, Kayden tak bisa membendung air matanya. Kejutan dari Lucca dan Elea sangat spesial hingga tak ada yang bisa dikatakannya selain, “Terima kasih, Sayang.” Kalimat singkat yang sampai ke hati semua orang yang ada di sana. Setelah jawaban yang diberikan oleh Lucca dan Elea atas tanya dari Ms