Belvina menelan ludahnya berkali-kali, tenggorokannya mendadak terasa kering. Tangannya juga dingin, sedingin es. Sudah hampir lima belas menit ia berada di situasi mencekam ini. Bahkan bernapas pun terasa susah untuknya saat ini.
Tatapan mematikan dari Naomi Abigail---ibu Dante, yang terus tertuju padanya adalah alasan kenapa semua fungsi organ tubuhnya mendadak tidak bekerja dengan baik. Lampu hijau yang tadinya sudah ia dapatkan dari Dante, rasanya mendadak berubah menjadi gelap. Janji yang sudah laki-laki itu ucapkan nyatanya hanya sebuah omong kosong belakang. Bagaimana tidak, Dante hanya diam dengan wajah datarnya, seolah tak terganggu sama sekali dengan sorot mata ibunya yang penuh intimidasi. Bibir laki-laki itu tertutup rapat, engan menjelaskan situasinya. Ia sungguh berharap laki-laki itu mau sedikit berbohong dan menjaga nama baiknya. “Jadi, siapa dia?” Satu pertanyaan yang lolos dari bibir Naomi, membuat Belvina meremas ujung kemeja yang dikenakannya semakin kuat. Jantungnya berdegup tak berirama, menantikan jawaban yang akan dikeluarkan oleh Dante. Ia berharap bahwa laki-laki itu benar-benar akan menepati janjinya. “Kekasihku!” jawab Dante dengan wajah tenang. Belvina memejamkan mata sesaat, menarik napas lega atas jawaban yang diberikan oleh Dante. Setidaknya jawaban itu bisa menjaga nama baiknya meski tidak benar-benar baik. Ditemukan di dalam kamar bersama seorang pria saja sudah mencoreng nama baiknya. Jadi dia seharusnya berterima kasih karena Dante membuat alasan seperti itu. Tapi melihat tatapan tajam dan raut wajah masam yang tidak luntur dari wajah Naomi membuat Belvina kembali menegang. “Kekasih ...?” ulang Naomi seolah tak puas akan jawaban yang diberikan oleh Dante---putranya. “Lalu Kimmy? Bagaimana dengan dia? Bukankah dia kekasihmu. Apa kamu berselingkuh?” Pertanyaan demi pertanyaan meluncur dari bibir Naomi. Apa yang dikatakan Dante, membuat berbagai macam pertanyaan berjejal minta diuraikan. Yang dia tahu, Dante menjalin hubungan dengan Kimmy. Alis Belvina mengkerut. Kepalanya menoleh menatap Dante meminta penjelasan. Jika benar seperti apa yang dikatakan oleh Naomi, bahwa Dante memiliki seorang kekasih, bukankah dia sama saja dengan Alethea? “Kami sudah putus! Dan itu terjadi sebelum aku memutuskan untuk bersama dengannya!” jelas Dante. “Putus?” ulang Naomi, kembali merasa tak puas dengan jawaban putranya. Naomi mengeram kesal. Matanya kini beralih menatap Belvina yang duduk di sisi Dante, sengit. Tidak ada kelembutan di sana, hanya ada kebencian dan rasa tak terima. Tentu ini bukan sesuatu yang bisa diterimanya dengan mudah. Ia hanya mengenal Kimmy sebagai calon pendamping putranya. Hubungan mereka terlalu sempurna. Kimmy adalah putri dari seorang petinggi di Barcelona. Sementara Dante---putranya itu adalah pengusaha sukses yang namanya banyak diperhitungkan di kalangan pebisnis. “Kami sudah tidak cocok! Tidak ada yang bisa dipertahankan dalam hubungan kami!” ungkap Dante yang tentunya merupakan sebuah kebohongan. Naomi tersenyum miring. “Lantas, apa bersama dengannya kamu merasa cocok?” komentar Naomi bernadakan cibiran. “Apa kamu benar-benar sudah mengenalnya. Siapa keluarganya? Bagaimana kehidupannya? Berasal dari mana keluarganya dan seperti apa status sosialnya?” cecar Naomi menambahkan. Dante menghembuskan napasnya kasar. Tangannya memijat pelipisnya yang mendadak terasa pening. Dia tidak suka dengan segala keriwehan ini, terutama sikap ibunya yang dianggapnya terlalu berlebihan. “Bu, jangan banyak tanya. Ibu membuat kekasihku tidak nyaman!” tanggap Dante, beralasan. Dia hanya ingin mengakhiri perbincangan ini dengan cepat. “Aku rasa Ibu lebih baik pulang!” lanjut Dante, memaksa ibunya untuk pergi. Naomi tersenyum miring. Hatinya mendengus kesal karena sikap kasar Dante. “Jadi kamu mengusir Ibu?” “Aku hanya tidak ingin Ibu terus membuat kekasihku tidak nyaman. Jika aku sudah memilih dia, bukankah itu artinya dia adalah wanita baik-baik?” sahut Dante menanggapi. Belvina menghela napasnya dalam-dalam. Hatinya seolah dikoyak akan perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Naomi serta senyum penuh ejekan dari wanita itu. Pertengkaran Naomi dan Dante juga membuatnya semakin terlihat buruk di mata Naomi. Mungkin Naomi, memang menemukan dia dalam keadaan tidak baik. Namun, itu tentu tidak bisa dijadikan sebagai patokan untuk menjatuhkan namanya. Dia tumbuh dan hidup di lingkungan yang layak. Ibu dan ayahnya adalah pemilik sebuah hotel bintang lima yang tersebar di beberapa kota. Mungkin status sosial mereka tidak bisa dianggap sama, jika dilihat dari penampilan Naomi dan segala benda yang wanita itu kenakan. Gelang, cincin, tas, sepatu serta baju yang wanita itu kenakan semuanya berasal dari brand ternama. Nominal ratusan juta melekat pada tubuh wanita itu, membuat setiap orang yang memandang bisa mengerti seberapa kaya wanita di depannya ini. “Maaf ..., mungkin pertemuan kita memang diawali dengan sesuatu yang kurang baik. Namun, ijinkan saya memperkenalkan diri!” Belvina berdiri dari duduknya. Wanita itu membungkuk sedikit, memberi hormat sebelum kembali berkata, “Saya adalah Belvina Sheila. Saya adalah pimpinan dari BELA Entertainment dan untuk latar belakang saya, saya adalah putri dari pemilik hotel bintang lima yang tersebar di seluruh Barcelona dan beberapa negara lainnya!” Belvina menekankan setiap kalimat yang diucapkannya. Meski mungkin tidak ada artinya bagi Naomi, tapi setidaknya dia masih memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan. Setidaknya dia tidak akan dianggap sebagai wanita rendahan. Menyadari akan ketegangan yang terjadi di ruang tengah, semakin memanas serta tanggapan dingin yang diberikan oleh sang ibu terhadap Belvina, setelah wanita itu memperkenalkan dirinya, Dante menarik tangan Belvina. Laki-laki itu menggenggam tangan wanita itu dan membuatnya kembali duduk di sisinya. “Aku rasa Ibu, sudah mendapatkan jawaban yang Ibu inginkan!” kata Dante dingin, “Ah ... dan satu lagi, aku tidak ingin Ibu ikut campur mengenai kehidupan pribadiku.” imbuh Dante. Naomi menggeram kesal. Tangannya mengepal hingga memperlihatkan buku-bukunya memutih. “Ibu tidak setuju kamu menjalin hubungan dengannya! Jika tidak dengan Kimmy, maka Ibu akan mencarikan wanita lain!” ujar Naomi menanggapi ucapan Dante, “Wanita baik-baik tidak akan pernah mau diajak tidur sebelum mereka resmi menjadi suami istri!” sambung Naomi sukses, membuat Belvina mati kutu. Tatapan mata Dante berubah tajam. Laki-laki itu menatap lurus ibunya penuh pemberontakan. “Sayangnya, aku akan menikahinya, Bu!” Baik Belvina maupun Naomi, kedua wanita itu tampak terkejut atas pernyataan yang baru saja diungkapkan oleh Dante. Belvina yang sama sekali tidak tahu menahu tentang hal ini, menatap penuh tanya Dante yang terlihat menyeringai seolah laki-laki itu memang berniat memanfaatkannya.“Apa lagi?” Belvina menghela napas jengah. Mereka baru sampai setelah mengendara hampir satu setengah jam. Apalagi masalahnya jika bukan Dante. Pria itu terus merengek minta pulang setelah godaan yang dilakukannya. Salahnya memang, tapi jika tidak begitu surat izin yang dikeluarkan oleh Dante pasti akan diikuti oleh banyak aturan. Menghadapi Alethea saja sudah cukup membuatnya pusing, apalagi jika ditambahi Dante. bisa gila dia. Saat ini dia hanya ingin menyelesaikan ini secepatnya lalu pulang untuk beristirahat.“Bagaimana kamu tahu jika Aldric ada di sini? Apa kamu sering kemari saat kalian masih pacaran?” cecar Dante seperti polisi yang sedang mengintrogasi tersangka.Belvina memutar matanya. Tangannya terlipat ke atas, jika sudah begini semuanya tidak akan berjalan dengan mudah. Dari semua sifat Dante, dia paling benci dengan yang satu ini.“Hanya menebak,” jawab Belvina sedikit berbohong.Menjalin hubungan yang cukup lama tentu membuat Belvina tahu kemana tempat-tempat yang mung
“El, kamu janji kan kalau setelah ini akan membawaku menemui Aldric?”Alethea menatap penuh harap pada sosok Belvina yang ada di sisinya. Saat ini mereka sedang ada di lokasi tempat dimana akan diadakannya acara peluncuran baju ibu hamil yang harusnya dilakukan oleh Amora.“Jika aku bisa menemukan Aldric, aku tidak akan meminta bantuanmu, El.” Alethea meremas ujung bajunya. “Aku tidak tahu harus mencarinya kemana,” imbuh Alethea.Belvina menghela napas panjang. Telinganya muak harus mendengar curhatan saudaranya ini. Alethea pikir dia tahu dimana keberadaan Aldric. Berhubungan saja tidak pernah. Jika bukan karena terdesak, tentu dia tidak akan pernah mau mengiyakan permintaan Alethea.“El, kamu mendengarku kan?” Alethea menggoyang-goyangkan tangan Belvina, memohon lagi dan lagi.“Hem…,” jawab Belvina singkat.Alethea tersenyum. Namun, saat ia memalingkan tubuhnya, matanya menyipit tajam.Bibirnya menyungging seolah menyiratkan sesuatu.***Acara peluncuran berjalan lancar. Penampilan A
“Eughh….” Lenguhan kecil keluar dari mulut Dante. Pria itu baru bangun, matanya belum benar-benar terbuka, tapi harum parfum Belvina serta suara hair dryer memaksanya untuk membuka matanya.“Mau kemana?” tanya Dante masih betah bergelung dibawah selimut. Tubuhnya tidak tertutup apapun kecuali selimut.Belvina melemparkan senyum. Ia mematikan hair dryer lalu menyisir rambutnya yang dibiarkan tergerai.“Ada sedikit masalah. Aku harus ke kantor untuk menyelesaikannya,” jawab Belvina tenang.Dante yang tadi bermalas-malasan langsung menegakkan punggungnya. Ia mendekat ke arah Belvina, tapi masih di atas kasur.“Ke kantor?” ulang Dante. Nadanya terdengar tak suka.“Apa tidak ada orang selain kamu yang bisa diandalkan di sana!” seru Dante, bersungut marah.Kebahagian yang dirasakan Dante semalam, rasanya mendadak lenyap seperti bulan yang menghilang digantikan matahari. Bukan kenapa-kenapa, dia hanya takut jika terjadi sesuatu yang buruk kepada Belvina. “Aldric entah kemana. Dia sama sekal
Dante menggenggam sambil mengecup beberapa kalli tangan Belvina. Saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil hendak kembali ke rumah. keberadaan Kimmy yang tak kunjung pulang serta sikap Naomi yang jelas sekali mengunggulkan Kimmy, membuat Dante memutuskan untuk mengajak Belvina pulang. Dia tidak ingin membuat Belvina merasa tertekan atau tidak nyaman jika harus terlalu lama di sana.“Mau pergi jalan-jalan?” tanya Dante mencoba memecah keheningan. Belvina memang terlihat tidak marah, tapi tidak ada yang tahu apa yang ada di otak perempuan. Bisa saja diamnya Belvina saat ini adalah bentuk dari kemarahannya.“Jalan-jalan? Kemana?” tanya Belvina mendongak menatap wajah Dante. Tadi dia sedang bersandar di dada Dante, sambil membuka sosial medianya. “Kemanapun yang kamu mau,” jawab Dante, menoel hidung Belvina.Mata Belvina berbinar. Ia menarik tubuhnya untuk menatap wajah Dante sepenuhnya. “Sungguh?”Dante menganggukkan kepalanya. Bibirnya lalu menyentuh bibir Belvina, melumatnya seben
“Apa kamu yakin ini saja sudah cukup?” tanya Belvina kembali melihat barang bawaannya yang akan dibawa ke rumah mertuanya. Di atas meja sudah ada buah-buahan kesukaan Naomi, kue dan juga bunga.“Apa kamu ingin mengambil hati ibuku?” Dante meletakkan dagunya di atas pundak Belvina. Tangannya memeluk erat pinggang sang istri.Belvina tersenyum simpul. Tubuhnya yang tadi menghadap ke depan, kini berputar menghadap Dante. Tangannya mengusap dada Dante sambil berkata, “Tidak akan ada cara untuk membuat orang yang tidak suka dengan kita, menjadi suka. Pembenci selamanya akan tetap menjadi pembenci.”“Lalu kenapa kamu terlihat begitu berusaha?” tanya Dante penasaran.Belvina menghela napas panjang. “Setidaknya aku harus berusaha menjadi menantu yang baik, meski tidak disukai.”Dante mengulum senyum. Tangannya mengusap surai Belvina yang dikuncir kuda. Melihat sikap lapang dada yang ditunjukkan oleh Belvina, membuat hatinya semakin dipenuhi rasa suka. “Berangkat sekarang?” tawar Dante yang d
“Tapi…?” tanya Belvina penasaran.Melihat raut wajah sekertaris Dante yang gelisah, pikiran Belvina mulai bercabang kemana-mana.Berita perselingkuhan dan pengalaman pribadi, membuat pikirannya semakin semrawut. Yang ada di otaknya saat ini Dante tengah bercumbu mesra dengan seorang wanita di dalam sana.Tak ingin semakin berpikiran liar, Belvina menerobos masuk ke dalam ruangan Dante, mengabaikan panggilan sekretaris suaminya tersebut.Mata Belvina mengerjap beberapa kali, tubuhnya membeku saat melihat sosok wanita menggunakan blazer dipadukan rok mini sedang berdiri di depan Dante. Tidak ada adegan yang panas seperti di otaknya. Dante terlihat diam dengan tatapan dinginnya, tapi entah kenapa hatinya tetap tak suka.“Sayang…? Kamu sendiri?”Dante yang tadi duduk di kursi kebesarannya, segera berdiri. Ia tersenyum lebar, tangannya merengkuh pinggang Belvina. Sebuah kecupan singkat mendarat indah di bibir sang istri. Membuat wajah yang tadinya masam itu kini tersenyum.“Kenapa tidak me