Share

Bab 7. Siasat Licik

Author: Anggun_sari
last update Huling Na-update: 2025-06-12 16:30:00

“El ....”

Panggilan yang menyapu indera pendengaran Belvina, membuat wanita itu mau tak mau menghentikan langkahnya. Ia menoleh dan melihat Amora, ibunya, bersama dengan Aldric.

Sudut bibir Belvina seketika tertarik ke atas.

Sore ini, wanita cantik itu mendapatkan pesan teks dari pihak hotel tempatnya melangsungkan pernikahan sehingga Belvina segera datang ke hotel setelah pulang kerja. Tapi tak disangka, ia justru kembali menemukan Aldric, setelah pagi tadi pria itu terkejut dengan ucapan Belvina dan pergi begitu saja.

Ia pikr, Aldric sudah menyerah. Tapi ternyata malah sibuk menempel pada ibunya, huh?

Belvina cukup sadar jika Aldric masih menginginkan hubungan mereka terus berlanjut. Namun, sampai menggunakan ibunya untuk bisa meloloskan keinginannya sungguh membuat Belvina merasa semakin jijik.

“Jadi Ibu yang mengatur semua ini?” ketus Belvina.

Ia masih diam di tempatnya, melihat Amora dengan tatapan kesal terlebih pada Aldric. Senyum tipis yang menghiasi wajah Aldric, membuat Belvina semakin tersulut emosi. Bagaimana bisa laki-laki itu terus bersikap seolah tidak terjadi apa-apa padahal saat ini ada seorang wanita yang membutuhkan tanggung jawabnya!

Amora tersenyum lebar. Wanita itu berjalan perlahan mendekat ke arah putrinya. “Apa maksudmu dengan mengatur semua ini, Sayang? Bukankah ini adalah sesuatu yang wajar? Pernikahan kalian sebentar lagi akan diselenggarakan di sini, jadi mengecek persiapan pihak hotel tentu bukan hal yang aneh.”

Belvina tersenyum miring. “Pernikahan ...?” ulang Belvina getir.

“Tidak akan ada pernikahan, bu! Kalaupun ada, pasti bukan Aldric pengantin prianya!” sambung Belvina penuh penekanan.

Amora mendengus kesal mendengar jawaban dari sang putri. Sebagai pemilik hotel tempat di mana putrinya akan melaksanakan pernikahannya tentu ini akan mencoreng nama baiknya jika pernikahan itu sampai gagal.

“Jaga ucapanmu, Belvina!” murka Amora, “Kita sudah membahasnya kemarin. Pernikahanmu akan tetap dilangsungkan seperti seharusnya!” lanjut Amora.

Amora menarik tangan Belvina, mengajak putrinya itu untuk mencari tempat yang lebih sepi. Tatapan beberapa staf hotel yang berlalu lalang membuat wanita itu tidak bisa bebas.

“Lepas! Ibu menyakitiku!” seru Belvina menghempaskan tangan ibunya dengan kasar.

Aldric menghela napas berat, matanya menatap iba pada Belvina yang mendapatkan perlakuan kurang baik dari ibunya. Sebuah kata maaf laki-laki itu rapalkan berkali-kali dalam hatinya. Jika bukan karena ingin mempertahankan hubungan mereka, tentu dia tidak akan bertindak sejauh ini dan menggunakan Amora sebagai tamengnya.

“Ibu tidak akan melakukannya jika kamu patuh, El!” tegas Amora menanggapi ucapan Belvina.

Belvina tersenyum miring. Matanya menatap Amora dan Aldric, bergantian. “Patuh? Patuh yang seperti apa maksud Ibu? Berusaha menutup mata dan mempertahankan pernikahan ini sementara ada seseorang yang membutuhkan tanggung jawab Aldric?”

“Aku rasa Ibu sama gilanya dengan Aldric!” geram Belvina.

Manik mata Belvina beralih, wanita cantik itu kini menatap Aldric dengan kilat kebencian serta kemarahan. “Jadi ini usaha yang bisa kamu lakukan? Mencari bantuan dan berlindung di bawah Ibuku?!”

Ungkapan penuh kesedihan tersirat dalam setiap ucapan yang keluar dari bibir Belvina. Mata wanita itu kini bahkan mulai memanas. Air mata serta keteguhan hatinya yang sejak tadi coba Belvina pertahankan seolah akan runtuh.

Menengadah ke atas, Belvina mencoba menghalau air matanya yang seakan memberontak ingin keluar. Dia tidak ingin terlihat lemah saat ini.

“Jangan memaksaku lagi!” pinta Belvina lirih. “Aku benar-benar tidak bisa melanjutkannya,” imbuh Belvina. Matanya menatap sendu sang ibu, berharap jika wanita itu bisa mengerti dan menerima keputusannya.

Melihat Amora yang hanya diam, Aldric mendekat. Laki-laki itu berusaha meraih tangan Belvina meski ditolak. Belvina lebih memilih bersedekap dada sebagai bentuk penolakannya.

“Beri aku kesempatan, aku mohon, ya? Aku akan menyelesaikan masalah ini sebelum tangal pernikahan kita, hem?” ucap Aldric memohon.

“Yang dikatakan Aldric benar. Biarkan dia menyelesaikan semuanya dan beri dia kesempatan. Seperti apa yang Ibu katakan saat itu, anggap saja ini sebagai ujian jelang pernikahan kalian! Ini bukan sesuatu yang besar yang tidak bisa diselesaikan!” Amora turut menimpali, mencoba meyakinkan putrinya lagi untuk tidak membatalkan pernikahan mereka.

Belvina tersenyum miring. Bukan sesuatu yang besar? Yang benar saja!

“Bukan sesuatu yang besar?” Belvina mengulang ucapan ibunya. Namun, dengan nada yang berbeda. Penuh emosi dan rasa tidak percaya.

“Apa Ibu sadar dengan apa yang Ibu ucapkan! Aldric tidur dengan wanita lain, bu, dan wanita itu hamil! Hamil!” lanjut Belvina. Wanita itu menekankan kata hamil berulang kali.

Amora memejamkan mata. Bukan tidak tahu, dia hanya sedang berusaha menutup matanya saja saat ini. Tangannya terkepal, menahan kekesalan atas pemberontakan yang terus dilakukan oleh putrinya. Bibirnya hendak berucap, menyuarakan pendapatnya kembali. Namun, kata-kata yang keluar dari bibir Belvina membuat mulutnya tertutup.

“Bu, wanita yang hamil itu Alethea! Dia Alethea, Bu! Tidakkah Ibu bisa berpikir apa yang harusnya kita lakukan! Kita tidak bisa menutup mata dan terus melanjutkan pernikahan ini.”

Belvina membuang wajahnya ke sembarang arah. Matanya kembali terasa panas. Kali ini jauh lebih buruk dari sebelumnya. Cairan bening itu bahkan sudah menumpuk di pelupuk matanya sampai sesosok orang yang begitu dikenalnya berjalan dari arah yang berlawanan dengannya, membuat cairan itu seakan tertarik kembali.

Pria tinggi, gagah, dan tampan dengan setelan jas berwarna biru navy itu terus menarik atensinya. Kata-kata yang pria itu ucapakan tentang kesepakatan pernikahan kontrak yang beberapa waktu lalu mereka tanda tangani terus menari-nari dipikirannya.

Dante Marquez---jika memang pria itu adalah cara untuk bisa lepas dari Aldric dan segala tekanan ibunya, maka dia akan menggunakannya.

“Aldric, bukankah aku sudah bilang kalau aku menemukan penggantimu?”

Aldric seketika menegang. Ia menggeleng-geleng.

“Kamu pasti hanya berbicara omong kosong.”

“Omong kosong?”

Belvina menyeringai kemudian menjauh dari sana. Sementara Aldric dan Amora, mereka menatap bingung akan tingkah aneh Belvina yang tiba-tiba berjalan menjauh.

Dengan senyum mengembang, Belvina berjalan penuh keyakinan, menghampiri pria itu dan menggamit tangannya, mengabaikan tatapan penuh kebingungan yang dilemparkan oleh Dante.

Belvina menarik pria itu untuk menghampiri sang ibu dan juga mantan kekasihnya. Ia lalu menghentikan langkah ketika sudah berdiri di depan Amora yang semakin bingung dan Aldric yang membelalakkan matanya.

“Inilah pria yang akan menggantikan Aldric sebagai suamiku!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 33. Semakin Panas

    “Aku baik-baik saja, sungguh.” Belvina mengatupkan kedua tangannya, memohon pada Dante untuk pulang. Sungguh demi apapun dia sama sekali tidak suka dengan yang namanya rumah sakit. Bau disinfektan yang menyengat, membuat perutnya mual.“Badanmu masih lemas. Kamu juga belum bisa makan dengan baik. Semua makanan yang kamu telan selalu keluar. Dan satu lagi, kamu sering mengalami sakit kepala. Keadaan seperti itu tentu tidak nyaman bagimu. Dan aku tidak mau kamu mengalami itu terus-menerus.”Belvina hanya bisa menghela napas panjang sambil memutar bola matanya jengah. Entah bagaimana bisa seorang Dante yang awalnya begitu cuek dan dingin, tiba-tiba saja berubah cerewet seperti nenek-nenek.“El…?”Alethea yang duduk di kursi tunggu bagian obgyn, menyapa. Ia tersenyum manis seperti biasanya. Di sisi Alethea ada Aldric yang tengah memainkan ponselnya.“Kamu juga akan periksa?” Belvina tersenyum tipis. Matanya melirik sebentar Aldric yang sama sekali tidak melihatnya. Tentu ini bukan masala

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 32. Rasa Iri

    Alis Alethea mendadak berubah mengkerut. Hatinya dibuat panas saat melihat tatapan Aldric yang terpaku pada Belvina dan suaminya yang juga baru turun dari mobil. Kedua pasangan itu terlihat bahagia. Buku-buku tangan Aldric terlihat memutih. Tanpa bertanya tentu dia tahu apa yang dirasakan oleh Aldric. Laki-laki itu pasti merasa cemburu. Siapa yang tidak tahu bagaimana cintanya Aldric pada Belvina. “Kamu tidak masuk?”Alethea menggelengkan kepalanya. “Kamu duluan saja. Aku ingin menelepon ibuku dulu. Mengabarkan kalau kita akan ke sana.”“Baiklah kalau begitu. Aku masuk duluan,” balas Aldric yang kemudian masuk ke dalam kantor.Alethea menarik napas panjang. Kakinya yang berbalut flatshoes, berjalan menghampiri Belvina. “Pagi…,” sapa Alethea. Ia tersenyum manis menyapa Dante dan Belvina. Namun, sayang Dante tidak meresponnya dengan baik. Pria itu memang wajah dingin sama seperti biasanya. Ia rasa senyum dan kebaikan pria itu hanya berlaku untuk Belvina.“Hubungi aku jika kamu merasa

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 30. Menyentuhnya Kembali

    Mata Belvina membulat, dia baru keluar dari kamar mandi dan mendapati Dante sudah duduk berselanjar di atas ranjangnya. Sepertinya laki-laki itu baru selesai mandi. Rambutnya terlihat masih basah. Pemandangan ini membuat Dante terlihat begitu menggoda di mata Belvina.Belvina menggelengkan kepala, mengenyahkan pikiran aneh yang baru saja menghinggapi otaknya. “Duduklah, apa kamu tidak lelah terus berdiri di sana?” Dante menepuk ranjang kosong di sampingnya, memerintah Belvina untuk segera naik.Belvina berdehem, pipinya terasa panas entah kenapa. Akhir-akhir ini bahasa tubuhnya memang suka sekali bereaksi aneh, terlebih jika itu menyangkut tentang Dante.“Aku masih harus mengeringkan rambutku.” Belvina berjalan ke arah meja rias. Tangannya dengan cepat mengambil hairdryer. Sebenarnya ini hanya alasan. Dia hanya tidak siap jika harus berada satu ranjang dengan Dante. Mereka masih tidur di kamar yang berbeda sampai detik ini.Dante menarik sudut bibirnya. Bunyi guncang di atas ranjang

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 30. Pulang

    Dante mengetuk-ngetukkan jari-jari tangannya. Wajahnya terlihat tenang, tapi sebenarnya pria itu tengah menahan gelisah. Jam yang berputar terasa begitu lama. Sudah tiga meeting yang dilewatinya hari ini, dan ini adalah meeting terakhir. Jika bukan karena penolakan dari Noah, tentu saat ini dia sudah duduk di atas pesawat, menanti waktu untuk mendarat di Barcelona. Menggeram kesal, dia menatap malas pada sosok pria di sebelahnya—Noah. Pria itu terlihat menjelaskan secara lengkap dan detail kepada klien mereka tentang kerja sama yang akan mereka lakukan. Keuntungan serta pinalti bila ada pelanggaran kontrak yang terjadi.Saat ini dia benar-benar ingin segera mengakhiri semua ini dengan cepat. Apalagi setelah dia mendapatkan lagi pesan teks dari Nora yang mengatakan bahwa Belvina kembali mengalami muntah. Helaan napas panjang menguar begitu saja. Rasa gelisah di dadanya semakin membuncah. Rasanya dia tidak akan tenang jika belum berada di sisi wanita si keras kepala itu.“Baiklah, saya

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 28. Menguji Kesabaran

    Belvina menatap hampa ponsel yang ada di depannya. Tepat pukul delapan malam ini, sudah dua belas jam ia berpisah dari Dante. Ada rasa kosong yang tidak bisa dijelaskan dalam hatinya. Menunggu sejak siang tadi, nyatanya tidak ada pesan atau pun panggilan masuk ke dalam ponselnya. Dante seolah pergi meninggalkannya tanpa kata. Hampa, sunyi, senyap, begitulah kiranya.Sekali lagi ia menghela napas panjang. Jari-jarinya yang dipoles dengan cat kuku berwarna merah kembali menyentuh benda pipih miliknya. Seperti sebelumnya, tidak ada notifikasi apa pun dari orang yang diharapkannya. Meski tidak begitu dekat, tapi Dante selalu mengirimkan pesan kepadanya sejak mereka bersama. Tidak adanya pesan serta kehadiran pria itu, kehampaan itu nyata adanya.“Nona, apa makanannya tidak cocok? Saya bisa kembali membuatkan anda menu baru. Sudah hampir satu jam anda berada di meja makan, tapi anda tidak menyentuh sama sekali makanan di meja makan.”Belvina mengulum senyum, selama itukah dia duduk dan ber

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 28. Kata-Kata Yang Mengusik

    “Tuan Dante sudah berangkat pagi-pagi sekali, Nona.”Perkataan Nora, menghentikan gerakan tangan Belvina yang hendak mengetuk pintu kamar tidur Dante. Rencananya pagi ini dia ingin meminta maaf pada pria itu. Semalam Dante pergi begitu saja setelah ditodong pertanyaan yang sama sekali tidak dijawabnya. Pria itu pergi berlalu dan mengabaikannya begitu saja. Kediamannya bahkan terus berlanjut hingga mereka sampai di rumah. Pria itu langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci diri. “Sepertinya aku benar-benar membuatnya marah,” gumam Belvina dengan wajah sendu.Belvina menghela napas panjang. Wanita itu lantas melangkahkan kakinya turun ke lantai satu. Pagi ini dia akan pergi ke kantor, meski enggan. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya hari ini, termasuk mengurus masalah yang ditimbulkan oleh Alethea. Hari ini sepupunya itu akan dimintanya untuk ke kantor menyelesaikan masalahnya.“Nona, tidak makan?” tanya Nora saat melihat Belvina hanya meminum susu yang dibuatkannya.“Aku mak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status