Share

Ch. 3 Dimanfaatkan

last update Huling Na-update: 2025-09-17 14:48:21

“Kamu bukannya temenan deket sama Sherly, Rey? Kok aku nggak pernah lihat dia lagi bareng kamu?”

Usai dari ruangan Gerrard, Sherly hendak menuju ke bangsal poli rawat jalan ketika ia mendengar obrolan tersebut. 

Saat ia mengintip di persimpangan koridor, Sherly melihat beberapa anak koas dan residen anestesi yang lain–departemen yang dipilih oleh Reynan. 

Apes betul nasibnya hari ini. 

Sherly berniat berbalik dan mengambil  jalan lain saat ia mendengar suara Reynan menjawab komentar sang kawan.

“Cuma temen satu SMA biasa. Nggak begitu deket kok.” Suara familier itu membuat Sherly berhenti melangkah.

“Nggak deket gimana, Rey? Aku sering lihat kalian bareng lho. Kadang kalian juga nugas bareng, bukannya?” Suara lain berkomentar. “Sampai kukira, Reynan dan Sherly pacaran.”

Reynan terdengar tertawa. "Ah! Pacaran apaan?" kilah suara itu yang seperti menghantam hati Sherly dengan begitu keras. 

Pria itu benar-benar lupa kalau waktu SMA dulu, justru Reynan-lah yang menyatakan cinta. 

Namun, memang Reynan ingin mereka berpacaran diam-diam agar tidak disuruh putus oleh orang tuanya yang disiplin dan galak. Dengan polosnya, Sherly tidak keberatan. 

Lebih bodohnya lagi, Sherly membantu semua tugas dan pekerjaan Reynan selama 10 tahun tersebut.

“Tapi, Rey. Bukannya dia sering bantuin kamu ya?” Salah seorang residen anestesi lain bertanya, membuat Sherly mengiakan dalam hati. “Aku denger dari anak-anak.”

Reynan menggelengkan kepalanya. “Yang ada, aku yang bantuin dia. Kasihan. Biasanya dia nggak ada uang buat jajan, jadi aku bayar dia buat urusin tugasku dikit. Tapi yang kelarin mah tetep aku.”

Sepasang mata Sherly membelalak. Kebohongan apa lagi ini!?

Sherly dibayar? Dia mengerjakan semuanya dengan sukarela! Demi mimpi keduanya, dan agar hubungan diam-diam mereka segera diumumkan. Bisa-bisanya … Reynan membual seperti itu. 

Tidak cukup sampai di sana, obrolan terus berlanjut.

“Lagian, Mas. Meski memang yang aku suka itu Berliana yang cantik, tapi sekarang ini cewek cantik aja nggak cukup kan?” Reynan melanjutkan. “Buat masa depan, kita harus realistis. Cantik doang nggak ada backingan buat apa? Aku butuh yang nggak cuma cantik, tapi bisa bantuin karier aku. Ijazah doang kalo nggak ada ordal juga sulit dapet tempat praktek. Produk jebolan program beasiswa kayak Sherly bisa apa?”

Ah.

Jadi seperti itu.

Itu sebabnya Reynan memutuskan hubungan mereka secara sepihak.

Tapi kenapa pria itu tidak mengakhiri hubungan mereka dulu, baru kemudian menyatakan cinta pada Berliana? Beberapa jam sebelum pesta itu pun, Sherly masih membantu persiapan Reynan untuk pesta.

Apakah Reynan sama sekali tidak merasa bersalah padanya? 

Air mata Sherly tiba-tiba turun. Sedih, marah, tidak terima … semua perasaan bercampur jadi satu.

Ia mempercepat langkahnya, hendak mencari tempat yang aman untuk menumpahkan air matanya. 

Sejak SMA, mereka berjuang bersama masuk fakultas kedokteran di kota yang sama, lanjut menjalani kuliah bahkan lulus berdua. Selama itu, sejak awal sampai akhirnya mereka diterima PPDS, Sherly selalu mendampingi dan bahkan membantu Reynan.

Bahkan laporan dan segala macam persiapan dan kebutuhan PPDS Reynan, Sherly yang mempersiapkan! 

Tak peduli saat itu ia tengah berdarah-darah memperjuangkan nasibnya sendiri. 

Sherly rela melakukannya karena baginya, Reynan memberikan harapan yang memantik semangat hidup Sherly, membuat hatinya berbunga-bunga dan merasa menemukan tempat yang bisa menerimanya, namun apa yang terjadi kemudian? 

Ia dibuang. 

Reynan memilih perempuan lain! Perempuan yang benar katanya tadi, punya latar belakang yang cukup kuat karena keturunan murni dokter, bukan seperti Sherly, bukan anak siapa-siapa, tidak punya siapa-siapa. Dan yang lebih menyakitkan Sherly, sejak malam itu, Reynan bahkan tidak berkomunikasi lagi dengannya. 

Bahkan sekadar minta maaf pun tidak!

Sherly akhirnya masuk ke salah satu toilet perempuan sekali lagi–tanpa menyadari bahwa sejak tadi, ada sepasang mata tajam yang mengamatinya. Wajah sosok itu mengeras, seakan tidak terima karena telah melihat Sherly menangis sekali lagi.

Cukup lama ia berdiri, hingga kemudian ia memutuskan melangkah pergi dari sana. 

Masih dengan wajahnya yang mengeras, Dokter Gerrard melangkah pergi, meninggalkan tempat itu. 

***

Sherly baru saja selesai visite beberapa pasien yang akan masuk ke ruang operasi nanti malam, ia sudah berdiri di meja nurse station ketika suara itu secara tiba-tiba mengejutkannya. 

"Pasien Dokter Gina sudah semua ya, Sus."

Sherly membeku, ia sengaja tidak menoleh saat mendengar suara Reynan. Perempuan itu berusaha tetap tenang sembari merapikan hasil visite yang baru dia selesaikan.

Bukan hal baru. Memang departemen bedah erat kaitannya dengan departemen anestesi. Tidak mengejutkan kalau Reynan ada di sana.

Ah, lebih baik ia pergi dari sana sekarang.  

“Kalo gitu saya tinggal dulu ya, Sus.” Sherly tersenyum tipis dan mengangguk, lalu memutar tubuhnya. Mengabaikan keberadaan Reynan seakan mereka tidak pacaran selama bertahun-tahun.

Kakinya melangkah dengan tergesa, sembari menahan air mata yang kembali menggenang. 

Ah, sial. Kenapa reaksinya masih seperti ini? Seharusnya ia bisa tampil tidak peduli–seakan dirinyalah yang membuang Reynan.

Tapi dirinya pun tahu, kenyataannya tidak seperti itu.

Saking terburu-burunya, Sherly sampai tidak sadar bahwa tubuh tinggi itu sudah berdiri di depannya. 

Tanpa bisa dicegah tubuh Sherly menubruk tubuh itu, hampir terhuyung jatuh kalau saja tubuh itu tidak menangkapnya. 

Seketika, indra penciuman Sherly menangkap wangi familier–campuran antara musk dan aroma alami sosok di hadapannya tersebut. Instan menenangkannya, seperti malam itu.

Sherly mendongak. Fokus Sherly beralih pada sepasang mata tajam yang tengah menatapnya. Wajah tampan itu tetap tampak memesona, seperti dalam ingatannya dari pagi yang kacau waktu itu.

Baru kemudian Sherly menyadari posisi tangan kokoh pria itu yang melingkari pinggangnya, menahannya agar tidak kehilangan keseimbangan.

Buru-buru Sherly menunduk dan menarik diri. “M-maaf, Pak. Tadi saya–”

"Menangis lagi?"

Pertanyaan itu terlontar dari mulut Dokter Gerrard tanpa dia duga, membuat Sherly kembali mendongak dan tenggelam dalam sepasang kolam hitam di mata pria itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 5 Pulang

    “Kamu sendiri kenapa, Dek? Kata Ibu kecelakaan? Kondisinya parah? Kok ada di rumah?” Sherly memberondong Sony dengan pertanyaan. Baru kemudian pandangannya jatuh pada pergelangan kaki sang adik yang terbungkus perban.Selain itu? Hanya lecet biasa di dua tiga tempat."Siapa, Son?"Belum sempat Sony menjawab pertanyaan Sherly, sang ibu muncul dari dalam rumah. Wanita paruh baya itu pun tampak terkejut dengan kepulangan Sherly.“Kamu kok nggak ngabarin kalau mau pulang?” kata Sari, ibu Sherly, dengan nada setengah menggerutu.“Aku nunggu kabar dari Ibu, tapi Ibu nggak balas ataupun angkat teleponku. Jelas aku khawatir,” jelas Sherly. “Tapi kata Ibu, kondisi Sony parah. Apa ini yang seperti ini yang Ibu maksud?”“Apa maksud kamu?” Ibunya tampak tidak terima. Nada suaranya langsung meninggi. “Jadi menurutmu, adikmu bonyok sampe begitu itu nggak parah? Kamu nggak bersyukur adikmu masih hidup? Maumu dia koma, sekarat di rumah sakit, begitu?"Sherly menghela napas. “Bukan begitu maksud aku,

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 4 Khawatir

    Otak Sherly langsung bertanya-tanya apa maksud dari pertanyaan itu. Memang sebelumnya Sherly menangis di depan Gerrard? Pun, matanya mungkin sempat berkaca-kaca, ia tidak menumpahkannya di hadapan pria itu.Akan tetapi, Sherly tidak bertanya lebih jauh.“Maaf, Dok. Tadi saya tidak lihat jalan,” ucapnya kemudian. “Matamu agak sembab,” balas Gerrard kemudian. “Kamu baik-baik saja?”Tanpa sadar, Sherly menggigit bibirnya. Kenapa pria ini terdengar begitu peduli? Apakah ini hanya kedok? Atau Dokter Gerrard murni mencemaskan kondisinya? Sherly akui, setelah satu hari ini, kondisi tubuh dan mentalnya tidak cukup baik. Mungkin itu bisa dilihat dari wajahnya yang kuyu dan lesu.Pendidikannya tahun ini tampaknya penuh cobaan. Tidak hanya dari Reynan dan pihak rumah sakit, melainkan juga dari konsulennya sendiri.“Sherly?” panggil Gerrard lagi saat Sherly tidak kunjung menjawab.“Baik-baik saja, Dok.” Sherly memaksakan sebuah senyum tipis. “Mungkin karena sudah sore, jadi agak capek. Saya per

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 3 Dimanfaatkan

    “Kamu bukannya temenan deket sama Sherly, Rey? Kok aku nggak pernah lihat dia lagi bareng kamu?”Usai dari ruangan Gerrard, Sherly hendak menuju ke bangsal poli rawat jalan ketika ia mendengar obrolan tersebut. Saat ia mengintip di persimpangan koridor, Sherly melihat beberapa anak koas dan residen anestesi yang lain–departemen yang dipilih oleh Reynan. Apes betul nasibnya hari ini. Sherly berniat berbalik dan mengambil jalan lain saat ia mendengar suara Reynan menjawab komentar sang kawan.“Cuma temen satu SMA biasa. Nggak begitu deket kok.” Suara familier itu membuat Sherly berhenti melangkah.“Nggak deket gimana, Rey? Aku sering lihat kalian bareng lho. Kadang kalian juga nugas bareng, bukannya?” Suara lain berkomentar. “Sampai kukira, Reynan dan Sherly pacaran.”Reynan terdengar tertawa. "Ah! Pacaran apaan?" kilah suara itu yang seperti menghantam hati Sherly dengan begitu keras. Pria itu benar-benar lupa kalau waktu SMA dulu, justru Reynan-lah yang menyatakan cinta. Namun,

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 2 Sosok Itu ....

    "Ikut ke ruangan saya, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan."DEG! Jantung Sherly rasanya seperti meloncat dari tempat. Tanpa menunggu jawaban Sherly, dokter Gerrard membalikkan badan, melangkah lebih dulu menuju ruangan pribadinya. Sementara Sherly, ia masih membeku di tempatnya berdiri. Ia didera ketakutan yang teramat sangat.Apa yang ingin laki-laki itu bicarakan padanya? Apakah ini tentang apa yang terjadi malam itu antara mereka? Dengan langkah berat, Sherly mulai mengikuti Dokter Gerrard ke ruangan.Jantung Sherly berdegup dua kali lebih cepat. Ia benar-benar tidak tahu, apa yang harus dia katakan nanti ketika benar malam panas itulah yang hendak dibahas Dokter Gerrard. Haruskah Sherly mengaku sebagai wanita itu? Atau dia berpura-pura Dokter Gerrard salah orang supaya hidupnya bisa tenang dan benar-benar melupakan malam laknat efek mabuknya dia kala itu? Tapi apakah lelaki itu akan percaya dan punya pemikiran yang sama dengan Sherly? Bagaimana kalau malah sebaliknya

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 1 Mimpi Buruk

    Tubuh Sherly terhuyung setiap kali dorongan keras itu menghantamnya dari belakang. Tangannya mencengkeram sprei, merasakan kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.“Ahh… hahh…!”Lenguhan terlontar dari bibir Sherly kala tangan kokoh pria itu menahan pinggangnya, menariknya lebih rapat, memaksa tubuhnya mengikuti irama yang kian liar.“Lihat aku…” bisikan berat itu menyusup, rendah namun tegas. Mata Sherly refleks terarah pada pantulan cermin rias di dalam kamar. Dirinya terguncang di sana, rambut berantakan, bibir ternganga, matanya basah oleh kenikmatan yang meluap.Lalu, sosok pria itu terlihat. Otot-ototnya menegang di bawah kulit yang berkilau oleh keringat, wajahnya dipahat tajam, rahang mengeras, dan yang terpenting sepasang mata hitam yang menenggelamkan.Bibir pria itu menempel di telinga Sherly dan berbisik, “Sebut namaku, aku–”TOK! TOK! TOK!“Sherly! Bangun atau aku akan dobrak pintu kamarmu ini!”Mendengar teriakan itu, Sherly langsung terbangun dengan napas t

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status