Share

Ch. 4 Khawatir

last update Huling Na-update: 2025-09-17 14:48:48

Otak Sherly langsung bertanya-tanya apa maksud dari pertanyaan itu. Memang sebelumnya Sherly menangis di depan Gerrard? Pun, matanya mungkin sempat berkaca-kaca, ia tidak menumpahkannya di hadapan pria itu.

Akan tetapi, Sherly tidak bertanya lebih jauh.

“Maaf, Dok. Tadi saya tidak lihat jalan,” ucapnya kemudian. 

“Matamu agak sembab,” balas Gerrard kemudian. “Kamu baik-baik saja?”

Tanpa sadar, Sherly menggigit bibirnya. 

Kenapa pria ini terdengar begitu peduli? Apakah ini hanya kedok? Atau Dokter Gerrard murni mencemaskan kondisinya? Sherly akui, setelah satu hari ini, kondisi tubuh dan mentalnya tidak cukup baik. Mungkin itu bisa dilihat dari wajahnya yang kuyu dan lesu.

Pendidikannya tahun ini tampaknya penuh cobaan. Tidak hanya dari Reynan dan pihak rumah sakit, melainkan juga dari konsulennya sendiri.

“Sherly?” panggil Gerrard lagi saat Sherly tidak kunjung menjawab.

“Baik-baik saja, Dok.” Sherly memaksakan sebuah senyum tipis. “Mungkin karena sudah sore, jadi agak capek. Saya permisi dulu, Dokter Gerrard. Selamat sore.”

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Sherly sudah memutar tubuhnya untuk pergi. Namun, suara Gerrard menghentikannya.

“Kamu mau kabur lagi? Saya belum selesai bicara, Dokter Sherly.”

Seketika, Sherly membeku mendengar nada datar nan dingin tersebut.

Perlahan Sherly kembali menghadap sang konsulen.

“Y-ya, Dok?”

Gerrard tidak langsung menanggapi jawaban Sherly. Pria itu menatap Sherly dalam diam selama beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas.

“Saya ingin minta maaf karena telah mengejutkan kamu. Maksud saya memanggilmu tadi bukan untuk menekan atau mengancam kamu,” ucap Gerrard kemudian. “Apa yang terjadi malam itu adalah sebuah kesalahan–dan saya minta maaf. Jika memang kamu membutuhkan kompensasi dalam bentuk apa pun, saya bersedia berikan.”

Sherly terkejut. Ia tidak menyangka konsulennya itu akan berkata demikian. Apalagi saat melihat bayangan penyesalan di mata pria itu, membuat Sherly berpikir bahwa mungkin ia sudah banyak berpikiran macam-macam mengenai konsulennya tersebut.

Diam-diam, Sherly menghela napas. Menenangkan debar jantungnya.

"Kejadian malam itu, bukan sepenuhnya salah Dokter,” ucap Sherly akhirnya. “Saya juga salah, Dok. Justru saya yang memulai semuanya–sampai sini saya ingat.”

Sherly merasa sudah tidak ada gunanya lagi berkelit.

“Karenanya saya minta maaf.”

"Kamu mabuk sampai hilang kontrol karena residen anestesi itu?"

Sepasang mata Sherly membelalak, tidak menyangka mendapatkan respons tersebut dari Gerrard. Ditatapnya pria itu dengan mulut sedikit terbuka. 

Residen anestesi? Reynan? Masa? Bagaimana konsulennya itu bisa tahu?

"Dokter tahu dari mana?" tanya Sherly yang tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak bertanya. 

"Tidak penting saya tahu dari mana.” Gerrard menjawab. “Berarti benar?”

Lidah Sherly mendadak kelu. Perlukah dia menjawab? Sepenting apa sampai konsulennya ini ingin tahu? Bukankah ini ranah pribadi? 

"Maaf tapi ini sedikit privasi, Dok." jawab Sherly dengan sisa keberanian yang dia miliki. “Lalu, saya sungguh-sungguh tidak menyalahkan dokter. Jadi Dokter tidak perlu–”

Dering ponsel Sherly memutus ucapan Sherly. Khawatir bahwa dirinya dipanggil oleh seniornya, Sherly meminta izin untuk mengecek panggilan tersebut.

Ternyata dari rumah.

Sherly tersenyum tipis karena sudah lama tidak mengobrol dengan orang rumah di perantauan. Jarang-jarang mereka telepon.

“Halo? Kenapa, Bu?”

Suara di seberang langsung nyerocos, terburu-buru. “Kenapa nggak balas pesan dari tadi sih, Sher? Punya hape tuh buat apa kalo nggak bisa dihubungi!?”

Sherly tergeragap. “M-maaf, Bu. Aku lagi di–”

“Udah, udah. Dengerin Ibu dulu,” potong Sari, sang ibu. “Ibu perlu uang. Adikmu kecelakaan. Ibu nggak punya biaya buat bayar rumah sakit.”

“Apa? Kecelakaan?!” Sherly tercekat. “Kondisi Sony gimana, Bu?”

“Iya parah, Sher! Makanya Ibu perlu uang.” Suara itu meninggi. “Jangan banyak tanya. Kalau nggak ditransfer sekarang, mereka nggak mau tangani. Paling nggak sekitar 3 juta, katanya. Cepat!”

Karena gugup, dengan jari gemetar, Sherly tetap membuka aplikasi mobile banking. Air matanya hampir jatuh. Ia mengetik nominal yang cukup besar, menekan tombol transfer, lalu menarik napas panjang.

“Sudah aku transfer, Bu,” lapor Sherly kemudian. “Nanti kabari–”

“Oh, ya sudah. Ibu tutup ya.”

Tut.

Panggilan itu berakhir sepihak, membuat Sherly tidak bisa mengatakan apa-apa.

“Keluarga kamu?” Suara dalam itu membuat Sherly mendongak dan bertatapan dengan Dokter Gerrard.

“Iya, Dok. Katanya kecelakaan.” jawab Sherly sedikit linglung, pikirannya mendadak kalut.

"Siapa yang kecelakaan?"

"Adik saya, Dokter."

Sosok di hadapannya menghela napas kasar, suasana seketika hening sampai kemudian pertanyaan itu keluar dari mulut dokter Gerrard. 

"Kamu ingin pulang? Lihat kondisi adikmu?"

***

Begitu turun dari ojek online yang membawa Sherly dari stasiun sampai ke rumah, Sherly langsung berlari dengan terburu-buru.

Sesungguhnya, adalah sebuah keajaiban Sherly bisa pulang seperti ini di awal pendidikannya. Mungkin Dokter Gerrard kasihan melihat Sherly tampak cemas dan linglung setelah mendapatkan kabar tersebut. Pun, ibunya tidak bisa dihubungi setelahnya.

Mungkin memang ibunya sedang ribet di rumah sakit. Bukankah kondisi Sony cukup parah? Jadi mungkin saja– 

Mata Sherly membulat ketika mendapati adiknya tengah duduk di depan rumah. 

Sama seperti Sherly, adiknya itu tampak terkejut saat melihat sang kakak berdiri di hadapan.

"Loh, Mbak?" kata Sony. Ia meletakkan ponselnya yang menampilkan papan laporan hasil push rank. “Kok ada di sini?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 5 Pulang

    “Kamu sendiri kenapa, Dek? Kata Ibu kecelakaan? Kondisinya parah? Kok ada di rumah?” Sherly memberondong Sony dengan pertanyaan. Baru kemudian pandangannya jatuh pada pergelangan kaki sang adik yang terbungkus perban.Selain itu? Hanya lecet biasa di dua tiga tempat."Siapa, Son?"Belum sempat Sony menjawab pertanyaan Sherly, sang ibu muncul dari dalam rumah. Wanita paruh baya itu pun tampak terkejut dengan kepulangan Sherly.“Kamu kok nggak ngabarin kalau mau pulang?” kata Sari, ibu Sherly, dengan nada setengah menggerutu.“Aku nunggu kabar dari Ibu, tapi Ibu nggak balas ataupun angkat teleponku. Jelas aku khawatir,” jelas Sherly. “Tapi kata Ibu, kondisi Sony parah. Apa ini yang seperti ini yang Ibu maksud?”“Apa maksud kamu?” Ibunya tampak tidak terima. Nada suaranya langsung meninggi. “Jadi menurutmu, adikmu bonyok sampe begitu itu nggak parah? Kamu nggak bersyukur adikmu masih hidup? Maumu dia koma, sekarat di rumah sakit, begitu?"Sherly menghela napas. “Bukan begitu maksud aku,

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 4 Khawatir

    Otak Sherly langsung bertanya-tanya apa maksud dari pertanyaan itu. Memang sebelumnya Sherly menangis di depan Gerrard? Pun, matanya mungkin sempat berkaca-kaca, ia tidak menumpahkannya di hadapan pria itu.Akan tetapi, Sherly tidak bertanya lebih jauh.“Maaf, Dok. Tadi saya tidak lihat jalan,” ucapnya kemudian. “Matamu agak sembab,” balas Gerrard kemudian. “Kamu baik-baik saja?”Tanpa sadar, Sherly menggigit bibirnya. Kenapa pria ini terdengar begitu peduli? Apakah ini hanya kedok? Atau Dokter Gerrard murni mencemaskan kondisinya? Sherly akui, setelah satu hari ini, kondisi tubuh dan mentalnya tidak cukup baik. Mungkin itu bisa dilihat dari wajahnya yang kuyu dan lesu.Pendidikannya tahun ini tampaknya penuh cobaan. Tidak hanya dari Reynan dan pihak rumah sakit, melainkan juga dari konsulennya sendiri.“Sherly?” panggil Gerrard lagi saat Sherly tidak kunjung menjawab.“Baik-baik saja, Dok.” Sherly memaksakan sebuah senyum tipis. “Mungkin karena sudah sore, jadi agak capek. Saya per

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 3 Dimanfaatkan

    “Kamu bukannya temenan deket sama Sherly, Rey? Kok aku nggak pernah lihat dia lagi bareng kamu?”Usai dari ruangan Gerrard, Sherly hendak menuju ke bangsal poli rawat jalan ketika ia mendengar obrolan tersebut. Saat ia mengintip di persimpangan koridor, Sherly melihat beberapa anak koas dan residen anestesi yang lain–departemen yang dipilih oleh Reynan. Apes betul nasibnya hari ini. Sherly berniat berbalik dan mengambil jalan lain saat ia mendengar suara Reynan menjawab komentar sang kawan.“Cuma temen satu SMA biasa. Nggak begitu deket kok.” Suara familier itu membuat Sherly berhenti melangkah.“Nggak deket gimana, Rey? Aku sering lihat kalian bareng lho. Kadang kalian juga nugas bareng, bukannya?” Suara lain berkomentar. “Sampai kukira, Reynan dan Sherly pacaran.”Reynan terdengar tertawa. "Ah! Pacaran apaan?" kilah suara itu yang seperti menghantam hati Sherly dengan begitu keras. Pria itu benar-benar lupa kalau waktu SMA dulu, justru Reynan-lah yang menyatakan cinta. Namun,

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 2 Sosok Itu ....

    "Ikut ke ruangan saya, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan."DEG! Jantung Sherly rasanya seperti meloncat dari tempat. Tanpa menunggu jawaban Sherly, dokter Gerrard membalikkan badan, melangkah lebih dulu menuju ruangan pribadinya. Sementara Sherly, ia masih membeku di tempatnya berdiri. Ia didera ketakutan yang teramat sangat.Apa yang ingin laki-laki itu bicarakan padanya? Apakah ini tentang apa yang terjadi malam itu antara mereka? Dengan langkah berat, Sherly mulai mengikuti Dokter Gerrard ke ruangan.Jantung Sherly berdegup dua kali lebih cepat. Ia benar-benar tidak tahu, apa yang harus dia katakan nanti ketika benar malam panas itulah yang hendak dibahas Dokter Gerrard. Haruskah Sherly mengaku sebagai wanita itu? Atau dia berpura-pura Dokter Gerrard salah orang supaya hidupnya bisa tenang dan benar-benar melupakan malam laknat efek mabuknya dia kala itu? Tapi apakah lelaki itu akan percaya dan punya pemikiran yang sama dengan Sherly? Bagaimana kalau malah sebaliknya

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 1 Mimpi Buruk

    Tubuh Sherly terhuyung setiap kali dorongan keras itu menghantamnya dari belakang. Tangannya mencengkeram sprei, merasakan kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.“Ahh… hahh…!”Lenguhan terlontar dari bibir Sherly kala tangan kokoh pria itu menahan pinggangnya, menariknya lebih rapat, memaksa tubuhnya mengikuti irama yang kian liar.“Lihat aku…” bisikan berat itu menyusup, rendah namun tegas. Mata Sherly refleks terarah pada pantulan cermin rias di dalam kamar. Dirinya terguncang di sana, rambut berantakan, bibir ternganga, matanya basah oleh kenikmatan yang meluap.Lalu, sosok pria itu terlihat. Otot-ototnya menegang di bawah kulit yang berkilau oleh keringat, wajahnya dipahat tajam, rahang mengeras, dan yang terpenting sepasang mata hitam yang menenggelamkan.Bibir pria itu menempel di telinga Sherly dan berbisik, “Sebut namaku, aku–”TOK! TOK! TOK!“Sherly! Bangun atau aku akan dobrak pintu kamarmu ini!”Mendengar teriakan itu, Sherly langsung terbangun dengan napas t

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status