Share

Ch. 5 Pulang?

last update Huling Na-update: 2025-09-17 14:48:48

Otak Sherly langsung bertanya-tanya apa maksud dari pertanyaan itu. Memang sebelumnya Sherly menangis di depan Gerrard?

Akan tetapi, Sherly tidak bertanya lebih jauh.

“Maaf, Dok. Tadi saya tidak lihat jalan,” ucapnya kemudian. 

“Kamu baik-baik?” Gerrard justru bertanya. Mungkin karena melihat matanya yang sembab.

Tanpa sadar, Sherly menggigit bibirnya. 

Kenapa pria ini terdengar begitu peduli? Apakah ini hanya kedok? Atau Dokter Gerrard murni mencemaskan kondisinya? Sherly akui, setelah satu hari ini, kondisi tubuh dan mentalnya tidak cukup baik. Mungkin itu bisa dilihat dari wajahnya yang kuyu dan lesu.

Pendidikannya tahun ini tampaknya penuh cobaan. Tidak hanya dari Reynan dan pihak rumah sakit, melainkan juga dari konsulennya sendiri.

“Sherly?” panggil Gerrard lagi saat Sherly tidak kunjung menjawab.

“Baik-baik saja, Dok.” Sherly memaksakan sebuah senyum tipis. “Mungkin karena sudah sore, jadi agak capek. Saya permisi dulu, Dokter Gerrard. Selamat sore.”

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Sherly sudah memutar tubuhnya untuk pergi. Namun, suara Gerrard menghentikannya.

“Kamu mau kabur lagi? Saya belum selesai bicara, Dokter Sherly.”

Seketika, Sherly membeku mendengar nada datar nan dingin tersebut.

Perlahan Sherly kembali menghadap sang konsulen.

“Y-ya, Dok?”

Gerrard tidak langsung menanggapi jawaban Sherly. Pria itu menatap Sherly dalam diam selama beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas.

“Apa yang terjadi malam itu adalah sebuah kesalahan–dan saya minta maaf,” ucap Gerrard kemudian. “Jika memang kamu membutuhkan kompensasi dalam bentuk apa pun, saya bersedia berikan.”

Sherly terkejut. Ia tidak menyangka konsulennya itu akan berkata demikian. Apalagi saat melihat bayangan penyesalan di mata pria itu, membuat Sherly berpikir bahwa mungkin ia sudah banyak berpikiran macam-macam mengenai konsulennya tersebut.

Diam-diam, Sherly menghela napas. Menenangkan debar jantungnya.

"Kejadian malam itu, bukan sepenuhnya salah Dokter,” ucap Sherly akhirnya. “Saya juga salah, Dok. Justru saya yang memulai semuanya–sampai sini saya ingat.”

Sherly merasa sudah tidak ada gunanya lagi berkelit.

“Karenanya saya minta maaf.”

"Kamu mabuk sampai hilang kontrol karena residen anestesi itu?"

Sepasang mata Sherly membelalak, tidak menyangka mendapatkan respons tersebut dari Gerrard. Ditatapnya pria itu dengan mulut sedikit terbuka. 

Residen anestesi? Reynan? Masa? Bagaimana konsulennya itu bisa tahu?

"Dokter tahu dari mana?" tanya Sherly yang tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak bertanya. 

Gerrard menatap Sherly. “Berarti benar?” tanyanya.

Lidah Sherly mendadak kelu. Perlukah dia menjawab? Sepenting apa sampai konsulennya ini ingin tahu? Bukankah ini ranah pribadi? 

"Maaf tapi ini sedikit privasi, Dok." jawab Sherly dengan sisa keberanian yang dia miliki. “Lalu, saya sungguh-sungguh tidak menyalahkan dokter. Sayalah yang memulai semuanya. Pun, terjadi sesuatu, saya tidak akan berani–”

Dering ponsel Sherly memutus ucapan Sherly. Khawatir bahwa dirinya dipanggil oleh seniornya, Sherly meminta izin untuk mengecek panggilan tersebut.

Ternyata dari rumah.

Sherly tersenyum tipis karena sudah lama tidak mengobrol dengan orang rumah di perantauan. Jarang-jarang mereka telepon.

“Halo? Kenapa, Bu?”

Suara di seberang langsung nyerocos, terburu-buru. “Kenapa nggak balas pesan dari tadi sih, Sher? Punya hape tuh buat apa kalo nggak bisa dihubungi!?”

Sherly tergeragap. “M-maaf, Bu. Aku lagi di–”

“Udah, udah. Dengerin Ibu dulu,” potong Sari, sang ibu. “Ibu perlu uang. Adikmu kecelakaan. Ibu nggak punya biaya buat bayar rumah sakit.”

“Apa? Kecelakaan?!” Sherly tercekat. “Kondisi Sony gimana, Bu?”

“Iya parah, Sher! Makanya Ibu perlu uang.” Suara itu meninggi. “Jangan banyak tanya. Kalau nggak ditransfer sekarang, mereka nggak mau tangani. Paling nggak sekitar 3 juta, katanya. Cepat!”

Karena gugup, dengan jari gemetar, Sherly tetap membuka aplikasi mobile banking. Air matanya hampir jatuh. Ia mengetik nominal yang cukup besar, menekan tombol transfer, lalu menarik napas panjang.

“Sudah aku transfer, Bu,” lapor Sherly kemudian. “Nanti kabari–”

“Oh, ya sudah. Ibu tutup ya.”

Tut.

Panggilan itu berakhir sepihak, membuat Sherly tidak bisa mengatakan apa-apa.

“Keluarga kamu?” Suara dalam itu membuat Sherly mendongak dan bertatapan dengan Dokter Gerrard.

“Iya, Dok. Katanya kecelakaan.” jawab Sherly sedikit linglung, pikirannya mendadak kalut.

"Siapa yang kecelakaan?"

"Adik saya, Dokter."

Sosok di hadapannya menghela napas kasar, suasana seketika hening sampai kemudian pertanyaan itu keluar dari mulut dokter Gerrard. 

"Kamu ingin pulang?"

***

Begitu turun dari ojek online yang membawa Sherly dari stasiun sampai ke rumah, Sherly langsung berlari dengan terburu-buru.

Sesungguhnya, adalah sebuah keajaiban Sherly bisa pulang seperti ini di awal pendidikannya. Mungkin Dokter Gerrard kasihan melihat Sherly tampak cemas dan linglung setelah mendapatkan kabar tersebut. Pun, ibunya tidak bisa dihubungi setelahnya.

Mungkin memang ibunya sedang ribet di rumah sakit. Bukankah kondisi Sony cukup parah? Jadi mungkin saja– 

Mata Sherly membulat ketika mendapati adiknya tengah duduk di depan rumah. 

Sama seperti Sherly, adiknya itu tampak terkejut saat melihat sang kakak berdiri di hadapan.

"Loh, Mbak?" kata Sony. Ia meletakkan ponselnya yang menampilkan papan laporan hasil push rank. “Kok ada di sini?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 116 Di Depan Mata!

    "Fix ya, jumat langsung masuk, nanti tindakan sab--.""Nggak bisa jumat sekalian?" potong Gerrard mencoba nego. Yanu nampak serius menatap layar monitor, sesekali ia mengentuk pulpen ke meja, tanpa melepaskan pandangan dari layar monitor. "Jumat full. Kalau mau malam, Ge." jawab Yanu memulai negosiasi. "Malamnya jam berapa?""Sembilan."Gerrard mendesah, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Sungguh pilihan yang sulit! Ia ingin anaknya segera lahir, kekhawatiran Gerrard akan pendarahan yang selama ini berulang terjadi bisa segera usai dan jangan lupa ... Gerrard bisa segera meluapkan semua yang selama ini dia pendam pada ibunya. "Pas kamu udah loyo-loyonya itu!" desis Gerrard dengan mata terpejam dan tubuh bersandar di kursi. "Sabtu pagi jam lima!"Kini obsgyn itu yang nampak memejamkan mata sembari menghela napas panjang. "Jam segitu tindakan, obsgyn-nya nggak boleh tidur, Ge?" protes Yanu dengan wajah memelas. "Kalo ada cito, obsgyn-nya juga masih mau tidur?" Gerrard kekeuh, ia i

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 115 Besok Mama Pulang

    Gerrard menatap nanar layar ponsel, ia mendesah panjang dan membiarkan ponsel itu jatuh ke pangkuannya. Room chat itu masih disana, dan Gerrard tidak tahu harus membalas apa. Nirina mengabarkan bahwa besok dia sudah sampai dan minta dijemput di bandara. Pada akhirnya, waktu itu akan tiba! Gerrard sudah mempersiapkan diri, bukan hanya untuk menjadi ayah, tetapi juga untuk membela istrinya dan mempertahankan Sherly agar tetap berada di sisinya. Apakah besok dia akan berhasil? Kenapa dia tanyakan ini? Bukankah Gerrard sudah bertekad bahwa apapun itu akan dia lakukan? "Mas, kenapa?"Gerrard tersentak, entah sejak kapan Sherly duduk di sebelahnya, dia tidak tahu. Yang jelas, akhir-akhir ini gerak Sherly benar-benar terbatas. Ia sudah kesulitan beraktivitas, susah tidur dan masih banyak lagi. "Besok mama udah sampai, nggak apa-apa, kan?"Gerrard bisa lihat wajah itu berubah. Senyum itu terlihat kaku, begitu dipaksa sampai kemudian kepalanya terangguk. "Tentu nggak apa-apa, memang kena

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 114 Teman Kakakku!

    "Istri lahiran sama siapa besok, Ge?"Ibra menyeruput americano miliknya, mereka sedang beristirahat di cafe yang merupakan salah satu fasilitas di lapangan golf langganan mereka. "Yanu, akhir bulan nanti sudah harus operasi." jawab Gerrard ikut menyeruput kopinya. Tiga bapak-bapak ini sebenarnya tidak benar-benar bermain dan bertaruh skor. Mereka hanya datang, bermain sebentar dan berakhir nongkrong di salah satu meja cafe. Efek lelah sepulang praktek dan tentu saja hari yang sudah mulai menggelap. "Banyak pasien dia kulihat." ucap Bastian ikut nimbrung, tentu dia kenal dengan Yanu, mereka satu kampus dulu! "Kamu sih, kenapa dulu nggak ambil obsgyn? Dengan bentukan kamu yang begini, laris kamu!" kelakar Gerrard yang kontan membuat Bastian mencebik. "Kamu tentu tidak lupa aku yang harus mengulang tiga minggu di stase obsgyn dulu, kan? Dan kamu menyuruhku jadi ahli kandungan?" omel Bastian yang entah mengapa begitu payah selama stase itu. Gerrard sontak terbahak-bahak, membuat I

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 113 Tekad

    "Kalau ada yang ingin kamu tanyakan, jangan sungkan. Oke?"Evelyn tersenyum, mengangguk pelan tanda bahwa dia mengerti dan paham dengan pesan yang Bastian berikan. "Aku benar-benar berharap kamu yang bakalan temenin aku sampai akhir hayat, Lyn."Evelyn tertegun, jujur dia masih belum bisa menerima semua itu. Meskipun beberapa kali meminta bahwa ia ingin Bastian untuk seumur hidupnya, namun bagaimana pun ia tetap syok dan terkejut Bastian akan secepatnya ini mengajaknya menikah! "Aku pun sama, semoga Tuhan dan semesta merestui ya, Mas." jawab Evelyn sembari tersenyum. "Terimakasih untuk hari ini, aku pamit pulang, ya?"Bastian menarik tangan Evelyn, mencegah tangan itu membuka pintu mobil, toh ia belum membuka kuncinya, namun ia melakukan itu bukan hanya agar Evelyn tidak membuka kunci pintu, namun juga untuk mendekatkan wajah Evelyn agar ia bisa kembali meraup bibirnya. Dengan sedikit liar, Bastian melumat bibir itu. Suhu tubuhnya meningkat seketika, ciuman itu bahkan bisa membangu

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 112 DILAMAR!

    "Apa ini, Mas?" tanya Evelyn ketika Bastian menyodorkan ponsel ke depan wajahnya. "Liat dulu!" paksa Bastian sembari menjejalkan ponsel ke tangan Evelyn. Evelyn menatap ponsel Bastian, sebuah katalog tapi .... "List wedding dream kamu!" titah Bastian yang sukses membuat Evelyn membelalak terkejut. "Kurang beberapa bulan aja, kan? Kita bahas mulai sekarang!"Astaga! Evelyn tertegun, pacaran dengan duda apakah memang sedramatis ini? Langsung sat-set diajak menikah? Evelyn benar-benar syok, Bastian benar-benar tidak membiarkan dia beristirahat barang sebentar. "Ta-tapi kita belum bahas sama keluarga, Mas!" desis Evelyn lirih. "Yaudah ayo kita bahas!" sahutnya santai, "Besok ketemu orang tua kamu, ya? Kita bahas!"Evelyn terkesiap, ia begitu gemas pada Bastian. Segampang itukah? Apakah dia tidak tahu bagaimana peragai ibunya? Kemungkinan apa yang terjadi jika Evelyn membawa Bastian pulang dan meminta izin hendak menikah? "Mas!" desis Evelyn lemas. "Buru-buru amat sih?"Bastian meng

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 111 Pergolakan

    "Mbak duluan, ya!" pamit Evelyn pada para perawat IGD, lirikannya berubah sinis pada lelaki itu, siapa lagi kalau bukan Fendi? Bahkan Evelyn tidak menyalami lelaki itu, melengos dan melewatinya begitu saja tak peduli sejak masuk tadi, tatapan Fendi sudah tertuju kepadanya. Dari sudut mata, Evelyn bisa melihat dia bangkit dan hendak mengejar langkah Evelyn, namun secara tidak terduga, ada pasien datang dibopong masuk ke dalam. Evelyn tersenyum lebar, agaknya semesta memang benar-benar tidak merestui mereka. Dengan santai, Evelyn melangkah menyusuri koridor rumah sakit. Satu tangannya merogoh ponsel, baru akan menelepon Bastian ketika panggilan lembut itu sudah lebih dulu menyapanya. "Jadi ngopi, Yang?" Ah! Hampir Evelyn melonjak ketika tangan itu meraih dan menggenggam tangannya, matanya membelalak, membuat Bastian tertawa dan menyeret Evelyn dengan segera sebelum ada yang memergoki mereka. Bukan ke tempat sepi, Bastian membawa Evelyn ke tempat parkir. Segera membuka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status