Share

Ch. 2 Sosok Itu ....

last update Huling Na-update: 2025-09-17 14:46:37

"Ikut ke ruangan saya, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan."

DEG! 

Jantung Sherly rasanya seperti meloncat dari tempat. Tanpa menunggu jawaban Sherly, dokter Gerrard membalikkan badan, melangkah lebih dulu menuju ruangan pribadinya. 

Sementara Sherly, ia masih membeku di tempatnya berdiri. Ia didera ketakutan yang teramat sangat.

Apa yang ingin laki-laki itu bicarakan padanya? Apakah ini tentang apa yang terjadi malam itu antara mereka? 

Dengan langkah berat, Sherly mulai mengikuti Dokter Gerrard ke ruangan.

Jantung Sherly berdegup dua kali lebih cepat. Ia benar-benar tidak tahu, apa yang harus dia katakan nanti ketika benar malam panas itulah yang hendak dibahas Dokter Gerrard. 

Haruskah Sherly mengaku sebagai wanita itu? Atau dia berpura-pura Dokter Gerrard salah orang supaya hidupnya bisa tenang dan benar-benar melupakan malam laknat efek mabuknya dia kala itu? 

Tapi apakah lelaki itu akan percaya dan punya pemikiran yang sama dengan Sherly? 

Bagaimana kalau malah sebaliknya? Bagaimana kalau hal ini malah dijadikan senjata lelaki itu untuk terus mengusik dan mengganggunya?

"Silakan masuk." 

Lelaki itu berucap sembari menahan pintu. Gerrard membiarkan Sherly masuk lebih dulu. Baru setelahnya, pria itu masuk. Beliau menarik kursi duduk yang ada di depan meja untuk Sherly. Baru setelah Sherly duduk, Gerrard lalu menyusul dan duduk tepat di depan Sherly, di kursi kekuasaan miliknya sendiri. 

"Wajahmu pucat. Kamu baik-baik saja?"

Sherly tersentak.

Sepasang mata itu masih menatapnya lekat, cenderung seperti tengah menimbang atau menilai Sherly, membuat keringat dingin mengucur di dahi Sherly. 

Sherly menelan ludah dengan susah payah, ia mencoba tenang, meskipun ia tidak tahu bagaimana caranya supaya dia bisa tenang dalam kondisi saat ini. 

"Saya tidak apa-apa, Dok. Cuma sedikit kurang enak badan." kilah Sherly kemudian. Ia berusaha untuk tidak tampak gugup, meskipun ia yakin aktingnya ini tidak bagus. 

Gerrard mengernyit. "Sakit?” tanyanya. Tangannya terulur untuk menyentuh dahi Sherly. “Sebentar, saya periksa–”

"Ah, nggak-nggak. Nggak usah," tukas Sherly cepat. Sepasang matanya bergerak panik saat ia menjauhkan dirinya dari jangkauan Gerrard. "Nggak perlu, Dokter." 

Gerrard terdiam dan menarik kembali tangannya. Namun, sepasang matanya yang tajam masih saja menatap Sherly, sementara perempuan itu sibuk melihat apa pun selain melakukan kontak mata dengan Gerrard. Ia merasakan jantungnya yang berdebar tidak karuan–sementara dadanya mulai sesak.

Tidak. Tidak lucu kalau ia kena serangan jantung di sini.

“Tidak perlu gugup. Apa kata seniormu, saya galak?” tanya Gerrard kemudian. Pria itu berdiri dan berjalan ke arah dispenser di ujung ruangan. “Mau minum apa?”

“Ti-tidak usah, Dok. Saya nggak enak sama Dokter kalau mengganggu lama-lama, hehe,” balas Sherly setelah susah payah memutar otaknya untuk mencari jawaban. “Udah ditunggu sama yang lain juga, Dok, buat atur jadwal jaga.”

Gerrard menggumam pelan. Tangannya menuang air putih hangat ke dalam dua cangkir kecil tanpa mengatakan apa pun. Hanya ada suara air mengucur ke dalam cangkir dan itu membuat Sherly makin gugup.

“Um … ja-jadi apa yang ingin Dokter bicarakan?” tanya Sherly kemudian. Gila, ini lebih menegangkan dari ujian kelulusannya!

Gerrard meletakkan salah satu cangkir berisi air hangat di depan Sherly sebelum ia kemudian memutari meja dan duduk di hadapan perempuan itu lagi. Pria itu perlu beberapa saat lebih lama sebelum akhirnya bertanya.

“Apakah kamu adalah perempuan malam itu?”

Deg!

Sekujur tubuh Sherly langsung membeku. Namun, ia berusaha keras untuk menampilkan sikap biasa saja–bahkan cenderung berpura-pura bodoh.

“Perempuan … yang mana, Dok?”

Gerrard mengernyit. “Ini bukan pertemuan pertama kita. Bukan begitu, Sherly?” tanyanya. Suaranya yang rendah dan serius mengingatkan Sherly pada malam itu. “Waktu itu, di bar. Kita–”

“Di bar? Astaga, Dokter. J-jelas itu bukan saya!” Sherly langsung memotong. Kebohongan itu meluncur begitu saja.

Bagaimana pandangan konsulennya ini padanya jika tahu anak didiknya berkeliaran di bar dalam kondisi mabuk, dan memohon untuk tidur dengan seorang pria asing? Reputasinya akan hancur.

Tapi ia tidak punya pilihan lain selain berkelit! 

“Saya memang pernah melihat dokter–waktu bareng dengan rekan saya, Dokter Antika,” lanjut Sherly. “Tapi ini adalah kali pertama kita mengobrol. Mana mungkin saya adalah–”

"Kamu punya tanda lahir berbentuk hati!" potong suara itu datar, membuat Sherly tercekat. “Di atas dada, sebelah kiri.” 

Sontak, Sherly bagian atas dadanya, refleks menutupi tanda lahirnya yang ada di balik scrub. Hal itu justru makin memperjelas semuanya.

Gerrard tersenyum tipis. “Aktingmu sangat buruk, Sherly,” komentarnya.

Bibir Sherly terbuka, tapi tidak ada suara yang keluar.

Tamat. Sungguh, riwayatnya sudah tamat.

“Malam itu, saya tidur dengan seorang gadis. Kami bertemu di bar dan ia tampak mabuk berat,” tutur Gerrard perlahan. “Saat itu ia mengatakan bahwa dirinya sedang patah hati karena–”

“Cukup!” sela Sherly, tiba-tiba menemukan suaranya. Matanya sudah berkaca-kaca saat ia akhirnya mendongak. Perempuan itu buru-buru berdiri dan melanjutkan dengan suara bergetar, “Maaf, Dok. Saya benar-benar minta maaf karena sudah tidak sopan dan kurang ajar. Saya berjanji tidak akan mabuk lagi, ataupun tidur sembarangan dengan pria asing tadi. Mohon jangan ungkit lagi masalah ini, Dok.”

Sherly tidak ingin mengingat kembali malam kehancurannya waktu itu. Patah hatinya karena Reynan–lalu penghinaan mantan kekasihnya itu secara tidak langsung.

Membuatnya mual!

“Jika tidak ada yang ingin Dokter katakan lagi, saya permisi, Dok.”

"Sherly! Tunggu–”

Sherly mengabaikan suara Gerrard tersebut dan segera berlari keluar ruangan. Panik, perempuan itu kemudian bersembunyi di toilet.

Tangisnya pecah di sana. Bahu Sherly naik-turun, dadanya sesak. 

Seketika semua rasa sakit, penghinaan dan rasa tidak berguna itu menyeruak dan memporak-porandakan Sherly bersamaan dengan air matanya yang membanjir. 

Kisah cintanya sudah hancur, hatinya sakit. Kali pertamanya sudah ia serahkan karena mabuk.

Apakah sekarang … Sherly harus merelakan pendidikan dan beasiswanya?

***

Gerrard mengeram begitu ruang pribadinya kembali sunyi. Matanya terpejam dengan ekspresi kesal. 

Ia akhirnya menemukan gadis yang menghabiskan malam bersamanya waktu itu.

Namun, tampaknya, sekalipun mereka berdua berbagi malam panas yang sulit terlupakan, gadis itu justru ingin menghapusnya dari ingatan.

Meski memang merasa kesal, jelas Gerrard tidak menyalahkannya.

Andai saja malam itu ia tidak mabuk, malam panas itu tidak akan terjadi. Sebagai orang yang lebih tua, pengambilan keputusannya lebih baik. Apalagi memang Gerrard bukanlah orang yang akan tidur sembarangan–apalagi tanpa pengaman!

Malam itu jadi begitu panas. Gerrard yang sudah lama mengabaikan gelora yang sesekali muncul, seolah-olah mendapatkan pelampiasan atas puasanya selama ini. Gerrard melampiaskan semuanya pada tubuh yang entah siapa namanya, tubuh yang membuat Gerrard seperti kembali lagi menjadi seorang laki-laki sejati! 

Namun, saat pagi tiba, bak kisah Cinderella, gadis itu sudah lenyap tanpa sepatah kata, meninggalkan Gerrard yang masih lemas efek pergumulan panas semalam. Jika Cinderella meninggalkan sebelah sepatu kacanya, maka gadis yang entah siapa namanya itu hanya meninggalkan noda darah di sprei yang membuat Gerrard sama sekali tidak bisa tenang memikirkannya.

Pemandangan pagi itu masih saja ada di dalam kepala Gerrard. Membuatnya merasa bersalah.

Ialah yang mendapatkan kali pertama Sherly dan Gerrard yakin, sebenarnya pun Sherly tidak menginginkan malam itu berakhir dengan percintaan mereka. Mengingat bagaimana gadis itu menggodanya dengan wajah sembab dan racauannya malam itu.

Karenanya, Gerrard ingin bertanggung jawab. 

Namun, sebelum ia mengutarakan maksudnya, Sherly sudah salah sangka dan justru kabur.

Pria itu kemudian menghela napas. 

Pandangannya beralih dari pintu ke layar komputer. Berusaha mencari sesuatu di sana. Cukup lama ia fokus pada layarnya sampai kemduian ia menemukan apa yang dia cari. 

"Sherly Ananda Putri." gumam Gerrard lirih sembari terus membaca informasi yang dia dapatkan. 

Keningnya mengernyit tipis saat mengetahui bahwa Sherly adalah penerima beasiswa?

Gerrard tidak yakin apakah ini ada hubungannya atau tidak, tapi apakah mungkin kalau ketakutan Sherly bertemu dengannya tadi ada sangkut pautnya dengan beasiswa yang dia terima untuk bisa melanjutkan pendidikan spesialis?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 5 Pulang

    “Kamu sendiri kenapa, Dek? Kata Ibu kecelakaan? Kondisinya parah? Kok ada di rumah?” Sherly memberondong Sony dengan pertanyaan. Baru kemudian pandangannya jatuh pada pergelangan kaki sang adik yang terbungkus perban.Selain itu? Hanya lecet biasa di dua tiga tempat."Siapa, Son?"Belum sempat Sony menjawab pertanyaan Sherly, sang ibu muncul dari dalam rumah. Wanita paruh baya itu pun tampak terkejut dengan kepulangan Sherly.“Kamu kok nggak ngabarin kalau mau pulang?” kata Sari, ibu Sherly, dengan nada setengah menggerutu.“Aku nunggu kabar dari Ibu, tapi Ibu nggak balas ataupun angkat teleponku. Jelas aku khawatir,” jelas Sherly. “Tapi kata Ibu, kondisi Sony parah. Apa ini yang seperti ini yang Ibu maksud?”“Apa maksud kamu?” Ibunya tampak tidak terima. Nada suaranya langsung meninggi. “Jadi menurutmu, adikmu bonyok sampe begitu itu nggak parah? Kamu nggak bersyukur adikmu masih hidup? Maumu dia koma, sekarat di rumah sakit, begitu?"Sherly menghela napas. “Bukan begitu maksud aku,

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 4 Khawatir

    Otak Sherly langsung bertanya-tanya apa maksud dari pertanyaan itu. Memang sebelumnya Sherly menangis di depan Gerrard? Pun, matanya mungkin sempat berkaca-kaca, ia tidak menumpahkannya di hadapan pria itu.Akan tetapi, Sherly tidak bertanya lebih jauh.“Maaf, Dok. Tadi saya tidak lihat jalan,” ucapnya kemudian. “Matamu agak sembab,” balas Gerrard kemudian. “Kamu baik-baik saja?”Tanpa sadar, Sherly menggigit bibirnya. Kenapa pria ini terdengar begitu peduli? Apakah ini hanya kedok? Atau Dokter Gerrard murni mencemaskan kondisinya? Sherly akui, setelah satu hari ini, kondisi tubuh dan mentalnya tidak cukup baik. Mungkin itu bisa dilihat dari wajahnya yang kuyu dan lesu.Pendidikannya tahun ini tampaknya penuh cobaan. Tidak hanya dari Reynan dan pihak rumah sakit, melainkan juga dari konsulennya sendiri.“Sherly?” panggil Gerrard lagi saat Sherly tidak kunjung menjawab.“Baik-baik saja, Dok.” Sherly memaksakan sebuah senyum tipis. “Mungkin karena sudah sore, jadi agak capek. Saya per

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 3 Dimanfaatkan

    “Kamu bukannya temenan deket sama Sherly, Rey? Kok aku nggak pernah lihat dia lagi bareng kamu?”Usai dari ruangan Gerrard, Sherly hendak menuju ke bangsal poli rawat jalan ketika ia mendengar obrolan tersebut. Saat ia mengintip di persimpangan koridor, Sherly melihat beberapa anak koas dan residen anestesi yang lain–departemen yang dipilih oleh Reynan. Apes betul nasibnya hari ini. Sherly berniat berbalik dan mengambil jalan lain saat ia mendengar suara Reynan menjawab komentar sang kawan.“Cuma temen satu SMA biasa. Nggak begitu deket kok.” Suara familier itu membuat Sherly berhenti melangkah.“Nggak deket gimana, Rey? Aku sering lihat kalian bareng lho. Kadang kalian juga nugas bareng, bukannya?” Suara lain berkomentar. “Sampai kukira, Reynan dan Sherly pacaran.”Reynan terdengar tertawa. "Ah! Pacaran apaan?" kilah suara itu yang seperti menghantam hati Sherly dengan begitu keras. Pria itu benar-benar lupa kalau waktu SMA dulu, justru Reynan-lah yang menyatakan cinta. Namun,

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 2 Sosok Itu ....

    "Ikut ke ruangan saya, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan."DEG! Jantung Sherly rasanya seperti meloncat dari tempat. Tanpa menunggu jawaban Sherly, dokter Gerrard membalikkan badan, melangkah lebih dulu menuju ruangan pribadinya. Sementara Sherly, ia masih membeku di tempatnya berdiri. Ia didera ketakutan yang teramat sangat.Apa yang ingin laki-laki itu bicarakan padanya? Apakah ini tentang apa yang terjadi malam itu antara mereka? Dengan langkah berat, Sherly mulai mengikuti Dokter Gerrard ke ruangan.Jantung Sherly berdegup dua kali lebih cepat. Ia benar-benar tidak tahu, apa yang harus dia katakan nanti ketika benar malam panas itulah yang hendak dibahas Dokter Gerrard. Haruskah Sherly mengaku sebagai wanita itu? Atau dia berpura-pura Dokter Gerrard salah orang supaya hidupnya bisa tenang dan benar-benar melupakan malam laknat efek mabuknya dia kala itu? Tapi apakah lelaki itu akan percaya dan punya pemikiran yang sama dengan Sherly? Bagaimana kalau malah sebaliknya

  • Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku   Ch. 1 Mimpi Buruk

    Tubuh Sherly terhuyung setiap kali dorongan keras itu menghantamnya dari belakang. Tangannya mencengkeram sprei, merasakan kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.“Ahh… hahh…!”Lenguhan terlontar dari bibir Sherly kala tangan kokoh pria itu menahan pinggangnya, menariknya lebih rapat, memaksa tubuhnya mengikuti irama yang kian liar.“Lihat aku…” bisikan berat itu menyusup, rendah namun tegas. Mata Sherly refleks terarah pada pantulan cermin rias di dalam kamar. Dirinya terguncang di sana, rambut berantakan, bibir ternganga, matanya basah oleh kenikmatan yang meluap.Lalu, sosok pria itu terlihat. Otot-ototnya menegang di bawah kulit yang berkilau oleh keringat, wajahnya dipahat tajam, rahang mengeras, dan yang terpenting sepasang mata hitam yang menenggelamkan.Bibir pria itu menempel di telinga Sherly dan berbisik, “Sebut namaku, aku–”TOK! TOK! TOK!“Sherly! Bangun atau aku akan dobrak pintu kamarmu ini!”Mendengar teriakan itu, Sherly langsung terbangun dengan napas t

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status