Hari ini libur, Mona sedikit pusing dan badannya panas. Ia hanya mencuci wajah lalu mengosok gigi saja, melihat ke dalam kulkas ternyata tidak ada bahan untuk di masak. Melangkah dengan ragu menuju kamar Arka, baru saja hendak diketuk pintu itu sudah terbuka.
"Mau ngapain," tanya Arka dingin."I-itu, bahan makanan sudah habis," seloroh Mona dengan gugup lalu ia bersin."Kamu sakit?" tanya Arka masih dengan nada dingin.Mona menggeleng dengan cepat. "Tidak Mas, Mona tidak sakit," sahut Mona dengan suara gemetar."Bahan untuk sarapan tidak ada?" tanya Arka lagi dibalas gelengan oleh Mona."Ya sudah, ayo kita belanja," lanjut Arka masuk ke kamar lagi untuk mengambil kunci mobil.Arka mengendarai mobil di kecepatan rata-rata, perutnya sudah bergejolak minta diisi. Akhirnya mampir ke tukang bubur ayam dulu untuk makan. Alis Mona mengeryit saat Arka bukan pergi ke minimarket tetapi dia takut bertanya."Turun! Kita makan bubur dulu," seru Arka lalu melangkah meninggalkan Mona, gadis itu langsung turun karena ia juga lapar."Bubur dua," pinta Arka dibalas anggukan pelayan.Pelayan langsung menghidangkan bubur di meja saat telah siap. Dia memandang wajah Mona yang pucat, sesekali gadis itu bersin. Ia menyodorkan air hangat untuk Mona membuat Mona mendongak."Apa Adek sakit? Mukanya pucet banget, ini air hangat buat minum," ucap pelayan itu."Makasih Bang, enggak kok." Mona menunduk lagi saat mendapatkan tatapan tajam dari Arka.Setelah bubur mereka habis, Arka langsung membayar dan bergegas ke mobil melanjutkan perjalanan. Akhirnya sampai juga di pasar, lelaki itu bukan membawa ke minimarket. Arka telah memakai masker lalu memerintahkan Mona keluar."Beli bahan makanan untuk sebulan," perintah Arka dibalas anggukan Mona, gadis itu langsung melangkah dan memilih bahan makanan lalu lelaki tersebut yang membayar.Setelah membeli semua bahan, Arka lekas menuju mobil meninggalkan Mona yang kesusahan membawa belanjaan. Jalannya mulai oleng, kepala gadis itu semakin berdenyut nyeri. Kaki sudah tak kuat menahan bobot, ia langsung ambruk membuat Arka menoleh dan berlari melihat Mona yang tergeletak tak sadarkan diri."Ishhh, kamu menyusahkan saja," gerutu Arka pelan lalu membopong masuk ke mobil, tak lupa mengambil belanjaan.Setelah itu ia langsung menelepon dokter pribadi dan menyuruh ke rumah. Dia melajukan mobil untuk pulang, sehabis sampai menaruh Mona di kamarnya. Arka langsung menyuruh Hans yang baru sampai memeriksa adik ipar."Dia kenapa, Hans?" tanya Arka langsung setelah Hans selesai memeriksa Mona."Dia demam, ini obat Tuan berikan saat dia sudah bangun. Kompres juga agar panasnya agak turun," ujar Hans menyodorkan beberapa obat dan sudah ia tulis berapa kali harus di minum."Saya pamit pulang, Tuan," kata Hans dibalas anggukan Arka, lelaki itu langsung mengantar Hans keluar. Arka lekas ke dapur mengambil air untuk mengompres Mona. Melangkah menuju kamar dan duduk disamping adik ipar yang berbaring. Dengan telaten ia menempelkan kain ke kening Mona lalu mengambil laptop untuk mengerjakan pekerjaan di sini, sambil merawat gadis tersebut."Eughhhhh," erang Mona lalu perlahan membuka kelopak mata, tatapannya langsung beradu dengan manik tajam Arka."Mas kok kita ada di sini?" tanya Mona dengan suara lemah."Terus di parkiran gitu! Ninggalin kamu di sana, terus Mas langsung viral karena ninggal kamu," sinis Arka membuat Mona terdiam."Ini minum obatmu, menyusahkan saja!" Arka langsung pergi meninggalkan Mona sendiri di kamar.Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran. "Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k