Tiga hari berlalu akhirnya Mona sudah sembuh total, ia langsung bebenah. Rencana besok baru mau masuk sekolah, hari ini harus melakukan pekerjaan rumah tangga terlebih dahulu. Menata makanan di meja, membuatkan kopi seperti biasa. Setelah dilihat telah beres semua, dia melangkah menuju kamar Arka untuk memberitahu waktunya sarapan.
"Massss, sudah waktunya sarapan," panggil Mona sambil mengetuk pintu."Kamu sudah sembuh?" tanya Arka saat membuka pintu membuat Mona terkejut dan mengelus dadanya."Su-sudah Mas, ayo sarapan sudah aku buatkan, kopi juga udah ada," terang Mona hanya dibalas deheman oleh Arka.Lelaki itu duduk mulai menikmati sarapan, ia memandang Mona yang sehabis makan langsung beberes lagi membuat ia mengeryitkan alis. "Apa kamu tidak masuk sekolah?" tanya Arka tanpa basa-basi membuat pekerjaan Mona terhenti dan menoleh membalas tatapan Arka yang sangat tajam."Tidak, Mas. Mona mau sekolah besok saja, sekarang mau bebenah dulu," sahut Mona hanya dibalas anggukan Arka lalu laki-laki itu pergi bekerja.***Seminggu berlalu Mona tengah di sekolah, hari ini tidak ada pelajaran. Mereka pulang cepat, gadis itu masih berkumpul berbincang-bincang untuk mengerjakan tugas kelompok. Mona duduk disamping Raka, lelaki tersebut tak melepaskan genggaman tangan semenjak bel bunyi."Gimana, kita kerja kelompok di rumah siapa?" tanya Mirna sambil menyeruput pop ice rasa stoberi."Gue gak bisa ke mana-mana," kata Mona membuat semua temannya memandang dia."Ya sudah, di rumah kamu aja," usul Raka membuat semua melotot."Gak ah, gue takut ama Omnya, auranya serem banget," tolak Dimas sambil bergidig ngeri."Tapi dia ganteng, Dim." Mirna sambil membayangkan wajah tampan Arka."Ya sudah, tapi gue izin dulu ya," ucap Mona dibalas anggukan semuanya.Mona merogoh handphone di saku. Mengetik setiap huruf menjadi kata. Lalu mengirim pada kakak iparnya.[Mas, Mona izin bawa temen ke rumah, buat ngerjain tugas kelompok,] - MonaMona masih menatap layar ponsel, menunggu jawaban sang kakak ipar. Ia tak berani mengajak teman-temannya sebelum di izinkan pemilik kediaman. Dengan gelisah dia menunggu jawaban, saat bunyi pesan masuk Mona langsung cepat mengecek.[Boleh,] - ArkaMona tersenyum senang saat diperbolehkan oleh kakak iparnya, ia langsung menunjukan pada teman-temannya. Mirna bersorak bahagia, dia lekas mengajak mereka ke minimarket dulu untuk membeli cemilan.Sehabis belanja, semua lekas menuju kediaman Arka."Om lo ada di rumah gak?" tanya Dimas saat menaiki motor masing-masing."Jangan lupa pake halm," kata Raka menyerahkan halm pada Mona."Mas Arka lagi kerja. Oke aku pake halmnya ayoooo! Biar cepat selesai tugasnya," seru Mona menaiki motor Raka."Ngapain buru-buru, Mon?" tanya Raka mulai melajukan motornya."Gue'kan harus bebenah Ka, gue harus tau dirilah numpang di rumah kakak ipar gue," balas Mona dibalas anggukan Raka."Bukanya lo dulu selalu dianterin Om, Lo? kok sekarang enggak sih?" tanya Mirna karena motor dimas berlaju sejajar dengan Raka."Mungkin Mas Arka lagi sibuk, Mir. Jadi gak sempet anter gue," sahut Mona lalu memandang jalanan di depan."Itu karena Kak Dinda yang berkhianat," geram Mona dalam hati tanpa sadar tangannya mengepal.Sehabis sampai kediaman Arka, mereka langsung memarkirkan motor. Sedangkan Mona cepat membuka pintu lalu mengajak Mirna agar membantu menyiapkan minuman dan cemilan. Mirna menatap dapur minimalis itu dengan mata berbinar."Kalau Om lo masih lajang mah, gue mau jadi istrinya deh," ucap Mirna membuat Mona menoleh menatap sahabatnya.Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran. "Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k