Ponsel Amar terus berdering dari tadi.
Amar yang sedang gundah menolak panggilan itu. Sampai akhirnya ponsel itu kembali bergetar tapi tak sehebat tadi. Sebuah notif muncul di jendela ponselnya. 'Kamu kemana sih sayang?' 'Ngomong-ngomong tadi aku menghubungi pengacaramu.. selamat ya.. kamu sudah resmi bercerai..' 'Aku sudah tidak sabar lagi menanti hari pernikahan kita!!' Pesan berantai itu masuk ke ponsel Amar. Amar hanya membacanya dari jendela ponsel, sudah pasti pengirimnya dari Ditha. Wanita yang sudah menjalani hubungan kurang lebih tiga bulan dengannya. Amar mengatakan kepada Raina bahwa Ditha itu kekasihnya. Sebenarnya tujuan Amar mengencani Ditha hanya untuk melihat reaksi Raina saja. Tidak lebih. Tapi karena Ditha memang terobsesi kepadanya semenjak lama, mau tak mau Amar menyambut gayung cinta darinya. Walaupun hatinya ragu apakah dia benar-benar mencintai Ditha.. atau wanita itu hanya dijadikan pelariannya saja. Amar kembali gusar. Pikirannya kembali kepada Raina. Amar memandang tempat tidur dimana dia mengambil haknya dengan kasar semalam. Masih terdapat noda bercak merah di seprai kasur berwarna putih. Seketika Amar merasa hatinya menjadi pedih. Tangisan Raina semalam begitu lirih. Harga dirinya sudah pastikan tercobak cabik karena perlakuan Amar. "Dia masih perawan..," gumam Amar. "Apa mungkin selama ini aku hanya salam paham.. dia tidak berselingkuh dengan lelaki lain.." Amar masih ingat betul kejadian semalam. Dia memang belum pernah melakukan hubungan dengan wanita lain, tapi dia yakin Raina masih perawan. Dia merasa sedikit menyesal telah memperlakukan Raina dengan kasar, oleh karena itu dia melembutkan sentuhan yang ia berikan saat mengetahui Raina yang memang belum pernah terjamah sama sekali. Setelah selesai, Raina membalikan tubuhnya. Menangis terisak. Amar lalu menyelimuti tubuh istrinya itu dengan selimut. Beberapa kali tangannya mengambang di udara untuk memberikan sentuhan menenangkan. Bahu Raina naik turun, isakannya makin hebat disembunyikannya di dalam bantal. Amar hanya bisa menatap punggung wanita itu dengan sedih. Tubuhnya penuh memar karena perbuatan Amar, tangan dan pahanya apalagi. Selama pernikahan, Amar tak pernah bersikap baik padanya. Raina selalu disiksanya lahir dan bathin. Tidak mendapatkan hak nya sebagai seorang istri. Diperlakukan tak lebih seperti budak. Semalaman Amar menatap punggung Raina dari belakang sampai menjelang subuh wanita itu akhirnya tak lagi bersuara. Sepertinya dia sudah tertidur. Setelah tak mendengar lagi suara tangisan barulah Amar memejamkan matanya. Ikut larut dalam mimpinya. Dan ketika ia membuka matanya, Raina sudah tak ada lagi di sisinya. Dia benar-benar pergi sesuai perintah Amar. Pergi menjauh dan menghilang selama-lamanya. *** Flashback.. Ranti dan Erina berteman dengan baik dari kecil hingga dewasa. Sampai akhirnya mereka menikah dengan pasangan masing-masing. Ranti yang dikaruniai anak perempuan bernama Raina dan Erina yang memiliki anak laki-laki bernama Amar dengan usia 2 tahun lebih tua. Raina dan Amar kecil memang sudah dekat, apalagi kedua ibunya bersahabat. Namun malang nasib Ranti, ia harus kehilangan suaminya di usia anaknya yang masih kecil. Memaksanya untuk bekerja keras dan hidup mandiri padahal ia tak memiliki keahlian apapun kecuali memasak. Dia pontang panting bekerja berjualan sarapan pagi dekat rumahnya. Hal itu terus dilakukannya sampai Raina remaja. Raina yang terbiasa membantu ibunya sedari kecil, mewarisi kepandaian memasak ibunya. Bahkan dia tak malu untuk ikut berjualan bersama ibunya. Atau menitipkan gorengan ke kantin tempat dia sekolah. Berbanding terbalik dengan kehidupan Ranti dan Raina. Erina sangat bahagia dengan kehidupan rumah tangganya. Erina, wanita yang berpendidikan tinggi memiliki suami yang selalu mencukupi kebutuhannya. Apalagi hidupnya terasa sempurna karena memiliki anak lelaki yang setampan dan juga secerdas Amar. Namun perbedaan itu tak membuat Erina dan Ranti berjauhan. Keduanya sangat akrab. Erina juga sering membantu mempromosikan dagangan Ranti. Tak hanya kedua ibunya, Amar dan Raina juga sama dekatnya. Saat mereka satu sekolah di SMA, Amar yang merupakan kakak tingkat Raina sangat perhatian padanya. Ia sering membantu Raina menjajakan dagangannya di sekolah. Amar juga sering meminjamkan buku dan catatan sekolahnya kepada Raina. Alasannya supaya Raina tak perlu membeli lagi ketika naik tingkat nanti. Hubungan mereka juga masih berlanjut saat mereka sama-sama menamatkan sekolah. Amar masuk ke universitas negeri dan berkuliah di jurusan bisnis. Sedangkan Raina memilih tidak kuliah karena keterbatasan biaya. Dia akhirnya bekerja sebagai karyawan di salah satu toko bunga di kota itu. Namun sayang, Raina harus menerima kenyataan pahit. Ibu yang disayanginya harus meninggal tak lama ia lulus dari SMA karena sakit kanker otak. Tapi, sebelumnya Ranti sempat bertitip pesan kepada Erina untuk menjaga putri semata wayangnya jika ajal nanti sudah menjemputnya. Setelah Ranti meninggal, Raina tinggal sendiri di rumah kecilnya. Erina seringkali mengajak gadis itu untuk tinggal bersamanya, tapi Raina selalu menolaknya secara halus. Ia takut merepotkan. Hari demi hari berlalu, Raina tumbuh menjadi gadis yang semakin mandiri. Berparas cantik dengan kelembutan hati yang luar biasa. Wajahnya yang oval, bibir kecil dengan hidung mancung yang tinggi. Membuat lelaki ingin selalu mencoba peruntungan dengan gadis yang selalu berhijab itu. Tapi sayangnya tak pernah berhasil. Karena Amar selalu berada di samping Raina. Setelah berhasil menamatkan kuliahnya, Amar memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Bahwa selama ini lelaki itu sebenarnya menyukai Raina. Bahkan Raina adalah cinta pertamanya. Memang betul, karena Amar tak pernah dekat dengan wanita kecuali Raina. Bak gayung bersambut, Raina menerima ungkapan hati Amar. Dia juga harus jujur mengatakan bahwa dia menyukai lelaki itu. Amar yang tampan dengan kesempurnaan yang ia miliki. Tubuh tinggi dan atletis, memiliki rahang tegas dengan hidung mancung yang tinggi. Tak lupa dihiasi dengan mata yang coklat serta alis tebal yang terlukis indah. Tapi bukan itu yang membuat Raina jatuh hati. Dia menyukai kepribadian Amar yang hangat, lembut dan santun. Amar juga terkenal sangat religius. Setelah saling menautkan hati dalam satu hubungan. Amar mencoba melangkah ke jenjang yang lebih serius. Apalagi kedua orangtuanya juga sangat menyetujui hubungan Amar dan Raina. Hingga akhirnya setelah tiga tahun berpacaran, Amar melamar Raina. Menginginkan gadis cantik itu untuk menjadi istrinya. Tepat di saat ia berusia 25 tahun dan Raina 23 tahun. Usia yang cukup matang untuk menikah. Segala persiapan sudah dilakukan. Dua minggu lagi hari pernikahan mereka.. Tapi malapetaka terjadi.. Amar melihat wanita yang ia cintai itu diam-diam pergi ke sebuah hotel bersama seorang pria. Pria yang mungkin usianya tertaut 10 tahun lebih tua darinya. Berbadan tegap dan memakai jaket kulit hitam. Keduanya tampak mengobrol intens di loby hotel. Amar yang jeli terus mengikuti calon istrinya itu. Sampai akhirnya ia dibuat syok karena sesuatu. Pria itu mengajak Raina masuk ke sebuah kamar hotel dan menghabiskan waktu cukup lama disana. Amar menunggu Raina dengan hati yang hancur.. Ternyata gadis polosnya ini tak sepolos kelakuannya.. Semuanya palsu! Raina telah berselingkuh dibelakangnya! #bersambungSenin sampai Jum'at bekerja maka weekend Amar milik keluarganya seutuhnya. Tak ada lagi Amar yang gila kerja atau selalu mencari alasan untuk meninggalkan rumah.Secepat mungkin dia selalu pulang, menjemput kekasih hatinya dan menghabiskan waktu bersama keluarga kecilnya.Tiada hari minggu yang dilewatkan tanpa pergi keluar. Ah, ini seperti balas dendam karena Amara selama ini tak mengenal apa itu dunia luar, bagaimana serunya bermain di wahana permainan anak-anak, berinteraksi dengan teman sebayanya serta membeli mainan yang disukainya."Mas.. ini kamar bukan toko mainan."Amar terkeleh geli. "Iya tahu..""Baru minggu kemarin Amara beli mainan.." protes Raina.Tapi Amar dan Amara terlihat tak perduli sampai Raina harus geleng-geleng kepala. Jika keduanya sudah bersama maka tak ada yang bisa mencegahnya.Mainan sudah bertumpuk di kamar Amara. Lebih mirip toko mainan dibanding kamar tidur.Buk
Raina menggigil kedinginan. Angin laut ini begitu dingin menusuk hingga ke tulangnya. Padahal tadinya Amar ingin mengajak istrinya itu berwisata tapi diurungkan niatnya.Mereka pun memutuskan untuk pulang."Aku sudah memesan jeruk hangat untukmu." Amar memberikan segelas jeruk hangat untuk istrinya."Minumlah dulu.""Terima kasih." Dengan perlahan Raina menyesap jeruk hangat itu."Apa lagi yang terasa?"Raina menggeleng. "Cuma mau flu aja kayaknya, mas.""Ya sudah istirahatlah."Raina berbaring diikuti oleh Amar disampingnya."Jam berapa kita pulang besok, mas?" Tanya Raina sambil merebahkan dirinya."Agak siang aja." Amar sibuk memperhatikan gambar dari galeri ponselnya. Raina mengernyitkan dahinya. Ternyata Amara yang sedang mengalihkan perhatian Amar darinya."Gak kerasa dia udah tiga tahun."Raina tersenyum. "Bena
"Hah?"Raina terperangah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Amar."Iya, Pacaran." Ucap Amar lagi dengan penuh penekanan.Amar menggenggam erat tangan Raina dan kembali membimbingnya berjalan di sepanjang bibir pantai."Cepet banget." Gumam Raina.Padahal belum ada satu jam mereka memutuskan untuk mengulang semuanya dari awal dengan berteman. Tapi tiba-tiba Amar menaikan status mereka."Bukannya dosa ya kalau pacaran sambil pegang-pegang tangan?" Jebak Raina."Kita kan pacaran halal. Pacaran setelah menikah." Amar mengulum senyumnya.Raina memalingkan wajahnya. Dia tersipu. Terserahlah Amar mau menganggap status mereka apa. Raina terima saja. Yang penting Amar senang.Amar lalu membawa Raina duduk di bawah pohon tak jauh dari bibir pantai. Menikmati sinar matahari yang mulai meninggi. Ada untungnya tak mengajak Amara, jadi mereka bisa mengambil waktu untuk berdu
"Aku mau keluar!!" Raina memakai hijab dan mengambil tasnya. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu kamar."Raina.." tegur Amar. "Tadi kamu bilang mau istirahat.""Aku mau cari udara segar.""Tunggu. Aku ikut." Amar segera bangun dari tempat tidur."Nggak usah. Aku mau pergi sendiri." Ketus Raina"Raina.." tegur Amar lembut. Ia tahu kalau suasana hati istrinya sedang tidak baik.Raina berbalik menatap Amar yang juga menatapnya. Ada rasa marah di balik tatapan mata itu. Emosi membuncah di dada Raina. Sebenarnya Amar tahu tidak sih kalau dia sedang kesal saat ini."Aku tahu kamu marah. Tidak baik kamu keluar dalam keadaan seperti itu." Amar menasihati."Aku benci padamu." Ucap Raina. Dia lalu keluar dan membanting pintu agak keras.Tersentak Amar karena ucapan Raina. Sakit sekali rasanya. Kata benci itu keluar juga dari mulut manisnya.Amar terduduk
"Izin lagi? Mau kemana?" Tanya Dini.Raina jadi tak enak hati. Rasanya menyesal mengatakan ini ke Dini. Dia terlalu banyak merepotkan pemilik toko bunga ini."Mas Amar ngajak ke Palembang. Di resto lagi sedikit ada masalah, mbak. Jadi mereka mau banding dan belajar rasa dengan restoran yang ada disana." Jawab Raina jujur."Ooo begitu.." Dini mengangguk. Kurang lebih dia memahami apa yang terjadi pada bisnis Amar karena dia juga berkecimpung di dunia bisnis."Tapi kalau gak diizinkan gak apa kok, mbak. Aku juga gak enak merepotkan mbak terus." Ucap Raina merasa bersalah Mendengar itu si Dini malah tertawa. "Ku izinkan. Tapi, ingat! Ini yang terakhir ya, Raina." Tegas Dini dengan penyampaian yang lembut. "Rencana berapa hari?"Raina tersenyum. "Mungkin sekitar tiga hari." Ya Raina tak akan cerita kalau mereka sekalian jalan-jalan ke Lampung."Kalian pergi berdua aja? Atau ajak Amara?" En
Amara sudah terlebih dulu berlayar ke pulau mimpi dengan dijaga oleh dua malaikat tanpa sayap di sisi kanan dan kirinya.Keduanya masih setia melakukan perintah Amara meski gadis kecil itu sudah tertidur lelap.Raina masih mendekatkan kepalanya di tubuh anaknya itu sambil memandangi dada anak yang ia tepuk dengan penuh kasih sayang. Sedang Amar membenamkan wajahnya ditengah bantal dengan tangan yang sedang mengelus pucuk kepala anaknya.Amar mengintip dari selipan bantalnya. Ya, mata Raina ikut terpejam. Tapi tangannya masih bergerak. Sampai akhirnya tangan itu melambat dan berhenti di atas dada Amara.Kepala Amar tegak kembali, dengan jelas dia melihat kedua wajah itu. Dua perempuan yang sangat ia cintai. Raina ikut pergi ke pulau mimpi mengikuti Amara Tiba-tiba saja Amar mendapatkan kekuatan. Tangannya terayun ke udara untuk membelai pucuk kepala wanita yang ada disebrang sana.Rambut halus dan wangi samphoo itu membelai