Share

Bab 3

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-04-01 00:38:47

Adzan subuh berkumandang, Raina yang terus terjaga semalaman membangunkan dirinya pelan-pelan. Tulangnya remuk, badannya hancur. Sakit dirasakan disekujur tubuhnya.

Perlahan dia terduduk dan menoleh ke sisinya. Lelaki yang dicintainya itu tengah tertidur pulas dengan dengkuran halus yang terdengar dari mulutnya. Amar tertidur sambil menghadapnya.

Raina menatap lelaki itu dengan sedih.

Teman masa kecilnya, cinta pertamanya yang terkenal lembut dan penuh dengan kasih sayang kini telah berubah menjadi lelaki dewasa yang sangat kasar dan kejam.

Hanya butuh beberapa jam saja, mereka berdua sudah resmi berpisah karena hari ini adalah hari perceraian mereka.

Dengan tertatih Raina keluar dari rumah itu. Rumah yang sudah ditempatinya selama enam bulan. Rumah yang menyimpan banyak kenangan buruk.

Sambil menyusuri jalanan yang masih sepi dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Raina melangkahkan kakinya tanpa tahu kemana dia akan pergi.

Air mata mengalir dari pelupuk matanya yang indah.

"Aku tidak ingin melihatmu lagi! Pergi dari sini pada hari perpisahan kita! Jangan sampai aku menemukanmu pada hari itu atau aku akan menghabisimu!" Kejamnya Amar padanya pada beberapa hari yang lalu.

Dan Raina menepati janjinya, dia pergi pada hari perpisahan mereka. Meninggalkan semua kenangannya dengan Amar.

Raina tak membawa apapun kecuali pakaian dan ponsel yang ia miliki, bahkan uangpun hanya sedikit. Amar tak pernah memberikannya nafkah.

Ia mendapatkan uang dari sisa uang belanja yang diberikan oleh Mbok Darti. Itupun ditabungnya, karena ia tahu bahwa hari ini akan datang padanya.

Dengan menahan nyeri, Raina menyusuri jalan raya. Tiba-tiba kepalanya begitu berat, pandangannya berubah menjadi gelap.. dan dia kehilangan kesadarannya..

____________

"Mana Raina?" Tanya Erina.

"Sudah pergi," jawab Amar.

"Jadi, kamu benar-benar mengusirnya????"

"Hmm.."

Amar sedang tak mau berdebat. Dia masih duduk terpekur di sofa.

"Kamu tega sekali, Amar!!" Pekik Erina sedih.

Amar hanya terdiam. Sesekali dia menarik nafasnya untuk mengontrol emosinya.

"Kamu tahu dia sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini selain kita! Tapi kamu malah menceraikannya untuk alasan yang tidak jelas!"

Jika biasanya Amar mampu mendebat, kini dia hanya diam. Hatinya sedang galau, pikirannya juga masih melayang ke Raina. Kemana wanita itu sekarang berada.

Erina mendengus kesal.

"Mama kecewa sekali padamu, Amar! Kamu berubah!"

Erina pergi dari rumah anaknya itu tanpa berpamitan. Dia berencana untuk mencari Raina di sepanjang kota. 

Raina dan Amar boleh berpisah, tapi Raina akan tetap menjadi tanggung jawabnya sampai akhir. Sesuai dengan janjinya pada Ranti.

Baru saja, Erina akan masuk ke dalam mobilnya. Sebuah taksi berhenti di depan perkarangan rumah Amar.

Seorang gadis cantik dengan rambut sebahu, memakai kemeja putih ketat dan rok hitam pendek keluar dari taksi tersebut. Wajahnya sangat ceria hingga membuat Erina muak melihatnya.

"Selamat siang, tante.." sapa Ditha ramah kepada Erina.

Erina membalas sapaan ramah Ditha dengan tatapan tajam seakan menguliti Ditha.

'Beginilah selera Amar sekarang.. jauh sekali dari Raina yang anggun dengan gamis dan hijab panjangnya..' ucap Erina dalam hatinya.

Melihat tatapan tak enak dari calon mertuanya, Ditha tetap memamerkan senyum manisnya.

"Tante mau pulang?" Tanya Ditha mencoba ramah lagi.

"Hmm."

Tanpa ba-bi-bu, Erina lalu masuk ke mobilnya dan meninggalkan Ditha. Membuat yang ditinggalkan menggerutu kesal.

"Sombong sekali!! Lihat saja jika aku sudah menikah dengan Amar, aku tak akan pernah mengizinkannya untuk bertemu denganmu lagi!!"

Ditha lalu masuk ke rumah tersebut dan meluapkan kebahagiaannya kepada Amar yang masih terpekur sedih.

Dia memeluk Amar dengan erat sampai Amar harus menepis tangan wanita itu.

"Kita harus merayakan hari ini, sayang! Ayo kita jalan-jalan!!" Ucap Ditha bersemangat karena sekarang tak ada lagi saingan untuk mendapatkan hati Amar.

"Maaf Ditha, aku sedang tidak mau pergi," jawab Amar lesu.

"Kenapa??? Apa karena ibumu tadi kemari?? Pasti dia marah-marah padamu, kan??"

Amar tak menjawab. Dia memilih bangkit dari duduknya dan menuju kamar.

"Sayang.." panggil Ditha lagi mencoba menyadarkan Amar.

Amar menoleh. "Aku ingin istirahat, Dit. Kamu pulanglah dulu. Nanti aku hubungi lagi."

Ditha menatap tak percaya ke arah Amar yang sudah masuk ke kamarnya. Tak seperti biasanya.

Amar paling suka melarikan diri dari rumah ini untuk bersenang-senang dengannya. Tapi kali ini dia tampak murung sekali.

"Ini pasti karena wanita tua itu!!" Gerutu Ditha kesal.

Ditha dan Amar.

Keduanya saling kenal semenjak menjadi rekan kerja di perusahaan yang sama. Ditha juga mengetahui bahwa saat itu Amar sudah memiliki calon istri. Tapi, ia tak perduli. Dia tetap mendekati Amar walaupun Amar seringkali menolaknya.

Karena saat itu rasa cinta Amar kepada Raina masih menggebu-gebu.

Namun setelah menikahi Raina, Ditha bisa mengendus hubungan yang tak baik antara kedua orang itu sehingga akhirnya dia mengambil kesempatan itu. Kembali mendekati Amar, memberikan seluruh perhatiannya. Tak perduli dia di cap sebagai pelarian ataupun selingkuhan.

Hubungan mereka akhirnya berlanjut selama 3 bulan ini. Amar sering mengajaknya datang ke rumah untuk bermesraan di depan Raina.

Dengan senang hati Ditha menunjukkannya. Bahkan dia tak segan ikut memperlakukan Raina seperti pembantu. Singkatnya, Ditha sangat suka sekali melihat Amar menyiksa wanita itu.

Sebagai contoh sore itu, ketika keduanya sedang bermesraan sambil menonton televisi. Ditha pura-pura mengaduh bahwa makanan yang dibawakan Ditha sangat pedas. Seolah-olah ingin mengerjai Raina. Hingga akhirnya Raina harus mendapatkan tamparan di pipinya.

Perlakuan Amar kepada Ditha membuat wanita itu seperti sedang bermain-main di surga cinta. Tak hanya itu, Amar juga berjanji akan menikahinya 3 bulan setelah ia berpisah dari Raina.

Dan saat ini, Ditha menagih janji Amar..

Ia tak sabar lagi menjadi Nyonya Amar, walaupun ia tahu saat ini masih ada satu orang lagi yang menjadi penghalang.

Yaitu, ibunya Amar.

***

Erina menyelusuri setiap sudut kota berharap mantan menantunya itu ditemukan. 

Erina merasa bersalah sekali terutama kepada Ranti.

"Selanjutnya, kita mau kemana lagi bu?" Tanya Sopir Erina.

"Kita ke rumah lama Ranti saja, pak." Perintah Erina.

"Baik, bu.."

Sang sopir pun memutar mobilnya dan menuju tempat yang dulu di kediami oleh Ranti dan Raina. Tapi sayang sekali, rumah itu sekarang sudah rata dengan tanah.

Rumah itu menjadi korban pelebaran jalan raya.

"Ya Allah kemana putriku berada?" Isak Erina sedih.

Raina yang malang. Kini tak ada yang tahu dimana rimbanya. Rumah kecilnya dulu sudah rata dengan tanah. Dia hidup sebatang kara di dunia ini.

Erina menyesali keputusan Amar menceraikan wanita malang itu.

Erina sangat yakin, Raina tak pernah berselingkuh seperti dugaan Amar.

Erina mengenal wanita itu dengan baik semenjak ia masih kecil.

Wanita yang pemalu, lembut dan juga sholehah.

"Semoga Allah selalu melindungimu, nak.." do'a kasih teruntai dari mulut Erina.

#Next

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
dasar bodoh amar..awas ya kena jejak si pelakor..cari raina tuh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 68

    Raina meletakan satu nampan berisi dua porsi nasi dan ayam goreng lengkap dengan cola dan kentang goreng. Tak lupa eskrim coklat dengan taburan kacang sebagai makanan penutup untuk Sierra."Ma.." "Ya, sayang?"Sierra terlihat ragu. Perlukah dia mengatakan apa yang ia lihat tadi."Ada apa?" Tanya Raina tahu jika anaknya ingin mengatakan sesuatu."Nggak apa-apa." Jawab Sierra. Remaja ini mengambil makanannya. "Cuma sedih karena mbak Amara gak ikut kita makan siang disini."Mendengar itu Raina jadi tersenyum. "Mbakmu lagi sibuk persiapan olimpiade, sayang. Jangan kecil hati."Sierra hanya mengangguk.Raina mengambil ponselnya. Dia jadi ingat tentang Amara yang tak jadi ia jemput. Raina menelpon Amara. Pada panggilan kedua barulah terdengar suara di sebrang sana."Sudah dimana? Sudah sampai rumah?" Tanya Raina langsung. Dia tahu karena Amara tadi bilang pulang dengan ojek online."Lagi di jalan, ma."Terdengar suara bising juga klakson."Hati-hati, sayang.. sampai ketemu di rumah.""Iy

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 67

    Amara terkejut. Dua lelaki dewasa memanggilnya. Galih berdiri di gerbang sekolah dengan senyum manisnya serta Amar yang mengejar dari belakang dengan muka masamnya.Seketika Amara membeku, dia takut. Bagaimana jika Amar benar-benar ingin bertemu dengan Galih. Walau dia merasa tak melakukan kesalahan, entah kenapa ada rasa tidak suka jika ayahnya itu bertatap muka dengan guru idamannya.Dering ponsel berbunyi. Amar menghentikan langkah dan mengambil ponsel yang ada di sakunya.Raina menelpon."Ya, sayang?" Amar masih memandang putrinya yang berdiri disana.Pas sekali bel sekolah berbunyi. Amara langsung berlari masuk ke gerbang sekolah sebelum ditutup. Galih sendiri sudah masuk terlebih dahulu."Aku akan kesana." Amar mematikan ponsel dengan mata yang tetap awas memperhatikan Amara lebih jauh. Anak sulungnya tampak berlarian masuk ke area sekolah."Lain kali saja." Amar menghela nafas.Niatnya tadi ingin menegur sikap Amara yang keterlaluan. Sekalian ingin bertemu dengan guru yang ber

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 66

    Satu minggu berlalu, hubungan Amara dan Galih semakin dekat. Tiada hari tanpa bertemu. Setelah jam pelajaran usai, maka waktu menjadi milik mereka.Amara juga selalu mencari cara agar bisa menarik perhatian pak guru yang tampan itu. Seperti bertanya mengenai soal yang rumit dan sulit dipecahkan atau masalah yang lain. Karena semangat belajar, Amara jadi lebih berani memoles pewarna bibir di bibirnya yang merekah. Sungguh Amara kini tengah menikmati gemuruh perasaan di hatinya yang berbunga.Walau dia tahu ini salah karena menyukai gurunya sendiri. Tapi ia tak perduli. Toh, ini hanya sekedar perasaan suka saja. Tidak lebih. Amara cukup tahu diri.Satu minggu terlewati, begitu juga dengan Sierra yang tengah gugup karena akan melewati hari besarnya. Dua hari lagi dia akan lomba tilawah tingkat kota. Seluruh persiapan sudah dia lakukan. Menyiapkan stamina yang cukup agar tampil fit saat lomba nanti. Dia juga mampu menciptakan variasi nada untuk bisa memenangkan lomba ini."Tapi, hari min

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 65

    FlashbackPetir menggelegar merendakan sore ini. Langit yang berubah menjadi gelap pertanda akan meluapkan hujan yang lebat.Mbok Darti menutup seluruh pintu dan jendela."Kayaknya mau hujan lebat, mbak.." serunya dari luar.Raina menatap arah luar sebelum pintu ditutup rapat. "Gelap banget, mbok.." Raina tiba-tiba merasa cemas. Suaminya belum pulang. Hari sudah pukul 4 sore tapi langit sudah gelap. Cuaca begitu mencekam.Untunglah 10 menit kemudian Amar pulang ke rumah di tengah langit yang bergemuruh.Tak lama, hujan lebat mengguyur membasahi bumi. Menyebabkan luapan banjir di dataran yang rendah.Sudah dua jam hujan tidak berhenti. Hingga akhirnya suara dentuman yang besar terdengar membuat Raina terpekik sambil menutupi telinganya.Lampu menjadi padam."Mbok Darti.." panggil Raina. Dia sedang seorang diri di dapur ingin menyiapkan makan malam. Amar berlari memeluk istri

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 64

    Sierra menoleh ketika pintu diketuk. Ternyata Raina yang sudah berdiri di depan pintu yang tidak tertutup rapat."Boleh masuk, sayang?" Tanya Raina lembut.Sierra tersenyum. "Boleh, ma." Sierra menutup buku yang sedang ia baca di meja belajarnya dan menatap ibunya yang baru saja masuk.Raina sangat suka kamar Sierra. Kamarnya tidak lebih luas dari kamar Amara. Mungkin hanya setengahnya. Tapi, Sierra sangat pintar menata kamarnya. Begitu rapi dan bersih.Tempat tidur berukuran satu orang berada di sudut ruangan. Lemari pakaian terletak di sebrangnya dengan meja belajar. Buku juga tertata rapi dengan rak gantung yang ada di dinding.Tak banya barang di ruangan ini hingga membuat ruangan ini terkesan luas."Sedang belajar?""Iya, ma." Jawab Sierra ikut tersenyum."Jangan pernah merasa kecil hati, sayang. Papa dan mama tidak pernah membedakanmu.." ucap Raina lembut."Sierra gak

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 63

    "Amara Putri Wijaya."Suara itu dengan lantang berkumandang di penjuru sekolah. Semua orang berkumpul menyaksikan pemenang dari pemilihan Putri Sekolah tahun ini.Tak hanya mengandalkan kecantikan fisik, tapi juga kecerdasan dan tata krama kesopanan.Amara naik ke panggung setelah namanya disembut. Tampil dengan senyum menawan menghampiri kepala sekolah yang sudah siap membawa selempang.Selempang itu dikalungkan pada tubuh Amara. Begitu juga mahkota kecil yang tersemat di atas kepala yang terlapis hijab putih itu.Amara Putri Wijaya. Siswi tingkat 2 menengah atas telah berhasil mengukuhkan dirinya sebagai Putri Sekolah. Sebuah gelar yang didambakan oleh para siswi yang bersekolah di sekolah elit disana."Selamat Amara.." Amara tersenyum. Riuh penonton yang terdiri dari para siswa dan juga memberikan tepukan padanya."Dreams come true ya, Mar." Anita menempel pada Amara ketika gadis itu suda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status