Share

Bab 3

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-04-12 15:27:07

Di ruang kerjanya, Rafael tengah mengingat cerita sang kakek yang terus membicarakan sosok perempuan bernama Hanna. Seseorang yang katanya telah menyelamatkan laptop miliknya ketika dicuri dari dalam mobil ketika mereka baru menjenguk seorang kerabat di rumah sakit.

"Kalau bukan karenanya, mungkin laptop yang berisi dokumen-dokumen penting itu sudah hilang berpindah tangan."

Penambahan cerita yang seolah dibuat dramatis, membuat Rafael menyisir rambutnya dengan jarinya yang besar.

"Argh!" geramnya antara kesal sekaligus bingung.

Beberapa detik kemudian ia memilih untuk menghubungi seseorang, yang tak lain adalah sahabatnya, Bastian.

"Aku mau minta tolong padamu."

"Hei! Kau meneleponku tiba-tiba saat aku sedang rapat, tanpa salam dan sapa, malah memberondongku untuk minta dibuatkan surat perjanjian. Apa kau sudah tidak waras, Rafael?"

Rafael sama sekali tak peduli dengan reaksi sahabatnya itu. Ia justru menambah level kekesalan Bastian dengan permintaannya.

"Aku mau hari ini kamu buatkan supaya nanti sore aku bisa ambil ke kantormu," kata Rafael meminta tanpa sungkan sebab tahu sahabatnya itu adalah seorang notaris terkenal yang memiliki firma hukum terbaik.

"Tunggu! Tunggu, Rafael! Surat perjanjian apa yang kamu maksud?" Di seberang sana Bastian bertanya, kesal karena reaksinya tidak dipedulikan.

"Surat perjanjian nikah kontrak."

"Perjanjian nikah kontrak untuk siapa?"

"Untukku. Siapa lagi memangnya?"

Suara cekikik terdengar di telinga Rafael. Lalu, "Kau mau menikah? Seorang Rafael Bachtiar akhirnya melepas masa lajangnya?" Bastian terdengar tertawa. "Siapa wanita beruntung itu?" tanya Bastian lagi.

"Nanti aku akan kirimkan datanya. Pokoknya kamu buatkan saja suratnya." Rafael tampak tak tersinggung.

"Iya, iya. Aku akan buatkan nanti setelah selesai rapat. Tapi, kalau boleh aku tahu, kenapa tiba-tiba sekali kamu mau menikah? Apa karena kakek?"

Rafael menarik napas panjang, lalu melepasnya cepat.

"Ya, beliau memintaku secepatnya menikah. Kalau tidak, maka seluruh harta warisannya tidak jadi jatuh ke tanganku."

Tawa lepas kini terdengar. Sahabatnya itu benar-benar sangat puas.

"Kalau tidak jatuh ke tanganmu, lantas semua hartanya yang banyak itu akan di kemanakan? Kamu satu-satunya penerus Bachtiar."

"Entahlah. Kakek bilang akan menyerahkan seluruhnya ke badan amal."

Lagi-lagi Bastian tertawa. Menghadapi konglomerat seperti keluarga Rafael, memang selalu memiliki cerita unik.

"Jadi, siapa perempuan beruntung ini? Siapa keluarganya, latar belakangnya, dan lingkungannya."

Rafael terdiam sejenak. Ia teringat dengan gadis yang bertubrukan dengannya kemarin. Seorang gadis cantik, sangat sederhana, dan tampak baik. Namun begitu, ia sama sekali tidak tertarik, atau mungkin belum tertarik. Itu sebabnya ia memilih untuk menikah kontrak dengan perempuan pilihan kakeknya itu. Tujuannya hanya satu, mendapatkan seluruh warisan keluarga Bachtiar agar tidak jatuh ke badan amal.

Di tempat lain, Hanna yang sudah beberapa kali diingatkan mengenai biaya rumah sakit tampak lesu ketika keluar dari ruang atasan tempatnya bekerja.

"Apakah kamu sudah tidak waras, Hanna? Gajimu saja hampir habis untuk mencicil hutang-hutangmu sebelumnya. Sekarang kamu mau meminjam uang sebanyak itu, bagaimana kamu bisa membayarnya? Bekerja sampai kamu tua pun saya yakin hutangmu tidak akan lunas."

"Tapi, saya butuh untuk membayar biaya rumah sakit, Pak. Ibu saya mungkin tidak lama lagi sudah diperbolehkan pulang, dan otomatis saya harus menyelesaikan semua pembayaran."

Meski Hanna sudah menjelaskan, bahkan dengan ekspresi sedih yang ia tunjukkan, atasannya tetap tak bergeming.

"Saya turut simpati untuk kondisimu sekarang, tapi sebagai seseorang yang juga hanya sebagai pekerja di sini, dengan berat hati saya katakan permintaanmu saya tolak. Kamu mungkin bisa meminta tolong pada orang lain."

"Tapi, ke siapa, Pak?"

Pertanyaan Hanna tidak terjawab hingga dirinya keluar dari gedung tempatnya bekerja dan kembali ke rumah sakit. Kini ia harus memutar otak demi mendapatkan uang yang jumlahnya tidak sedikit itu.

Saat duduk di bangku taman yang ada di seberang rumah sakit, Hanna teringat akan pertemuan kedua kalinya dengan seorang lelaki tua bernama Hartono. Kemarin setelah dirinya mendapat kabar baik mengenai kondisi sang ibu yang berangsur sadar paska operasi, lelaki tua yang pernah ia tolong, yang ternyata adalah seorang pengusaha terkenal itu datang menyambanginya bersama seorang pria berpakaian necis yang ia duga adalah pengawal pribadi.

"Saya dengar kamu membutuhkan uang untuk biaya operasi ibumu."

Dengan gaya yang sangat tenang dan santai, Hartono membuka obrolan dengan membicarakan masalah yang tengah Hanna hadapi.

"Itu masalah saya, Pak."

Hanna ingat sekali saat itu Hartono malah tersenyum menatapnya. Tak ada tatapan mengejek di wajahnya yang berkeriput itu.

"Kalau kamu tidak keberatan, saya bisa membantumu keluar dari masalah yang saat ini sedang kamu hadapi."

Hanna mendongak senang, seolah secercah harapan sedang menyambutnya.

"Tapi, aku mau kamu menerima permintaan yang tempo hari saya ajukan."

Hanna mengusap wajahnya. Permintaan aneh dari seorang pengusaha kaya raya seperti Hartono Bachtiar yang ingin ia menjadi menantunya, benar-benar membuat Hanna tak habis pikir. Permintaan lelaki tua itu sangatlah konyol.

"Dan apakah dia pikir harga diriku bisa dibayar dengan uang tiga ratus juta!" teriaknya kesal, tak peduli dengan orang-orang di sekitarnya.

"Kau masih berpikir memiliki harga diri!" Tiba-tiba seseorang berteriak di belakangnya.

Hanna sontak menengok, mencari asal muasal suara yang tiba-tiba menambah kepenatan otaknya.

Seketika ia pun kaget, kekhawatirannya sejak kemarin di tengah kebuntuannya mencari uang untuk membayar biaya rumah sakit, muncul di situasi yang tak terduga.

"Sesuai hari yang disepakati, hari ini kami minta pelunasan hutangmu. Atau seperti yang kami katakan kemarin, kamu harus ikut kami menemui Bos Darma."

Orang-orang yang tempo hari datang ke rumah Hanna, kini berdiri di depannya dengan wajah garang. 'Bagaimana mereka bisa menemukanku di sini?' batin Hanna tak mengerti.

"S-saya belum punya uang untuk bayar hutang. Saat ini saya masih mencari uang untuk melunasi biaya pengobatan ibu saya." Hanna mencoba menjelaskan.

Lelaki yang sejak kemarin jadi juru bicara, melangkah mendekati Hanna.

"Sekali lagi, itu bukan urusan kami. Tugas kami hanya menagih hutang orang tuamu pada Bos Darma. Tak peduli dari mana kamu dapatkan, pokoknya sekarang juga harus lunas."

"Tapi, aku benar-benar tidak punya uang. Mau kalian memaksa seperti apapun, aku tidak bisa membayar." Hanna membalas ucapan tak berempati yang lelaki di depannya tunjukkan.

Namun, seringai malah muncul di bibirnya yang hitam dan tebal. "Kalau begitu, terpaksa kami harus membawamu ke tempat lokalisasi," ucapnya tertawa.

Hanna mengkerut ketakutan. Tak ada yang bisa ia lakukan demi menyelamatkan dirinya sendiri selain kabur. Namun sayang, niatnya itu mudah sekali terbaca. Beberapa dari mereka kini memposisikan diri untuk mengepungnya. Sedangkan orang-orang di sekitar taman hanya menatapnya kasihan tanpa berani menolong.

Perlahan kelima lelaki tersebut berjalan mendekat. Hanna yang bersiaga, mencoba mundur untuk menghindar. Tapi, dua orang dari mereka berhasil menangkapnya sebelum ia sempat kabur.

"Lepaskan aku!" teriak Hanna takut. Ia meronta, mencoba melepaskan diri dari genggaman lelaki berbadan besar tersebut.

"Kamu pikir kami akan iba dan kasihan, lalu melepasmu? Jangan mimpi!" ucap si jubir tertawa sebab targetnya dengan mudah ditangkap.

Air mata mulai tampak di kelopak mata Hanna. Bayangan menakutkan dan menjijikan tentang nasibnya sebagai seorang pelacur, mulai menari-nari di pelupuk matanya.

"Lepaskan gadis itu!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 80

    Langit malam mulai digantikan cahaya lembut dini hari. Jam menunjukkan pukul dua lewat lima belas, namun ruang kerja di lantai dua kediaman keluarga Bachtiar masih menyala terang.Rafael duduk di kursinya, menatap layar laptop yang menampilkan barisan data dari sistem keamanan rumah. Beberapa log aktivitas mencurigakan tercatat sekitar pukul sebelas malam —waktu yang sama dengan saat Hanna melihat sosok di taman.Ia mengetik cepat, membuka rekaman CCTV. Namun, layar hanya terlihat bayangan hitam putih. Tidak ada gambar, tidak ada suara.Rafael mengetuk meja dengan jari telunjuk, napasnya berat.“Tidak mungkin,” gumamnya pelan. “Sistem ini terkunci ganda. Seharusnya tidak bisa diakses tanpa izin.”Di sisi lain ruangan, Hanna berbaring di sofa kecil, memeluk bantal, mencoba menahan kantuk dan rasa cemas. Tatapannya sesekali beralih ke Rafael, yang wajahnya kini terlihat tegang.“Kenapa? Ada yang aneh?” tanya Hanna pelan. "Kenapa kau tak juga tidur?" Rafael malah balik bertanya. "Entah

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 79

    Hanna menatap layar ponsel itu lama, menunggu balasan lain yang tak kunjung muncul. Suara jam dinding berdetak pelan, tapi entah mengapa, malam terasa menyesakkan.Ia memutuskan untuk keluar kamar. Langkahnya ringan, tapi hati kecilnya berdebar tidak wajar. Ia berjalan menyusuri koridor menuju dapur, sekadar ingin meneguk air putih dan menenangkan diri. Namun, baru beberapa langkah, bayangan seseorang terlihat di luar jendela kaca.Tubuh Hanna menegang seketika.Refleks, ia mematikan lampu meja kecil dan bersembunyi di balik tirai. Dari celah sempit, ia melihat sosok tinggi berjaket hitam berdiri di tepi taman, menatap ke arah rumah.Hanna menutup mulutnya, menahan napas.Ia tidak tahu harus memanggil siapa —Rudi sudah pulang karena tidak ada jadwal berjaga malam ini, dan Rafael tengah sibuk di ruang kerjanya.Setelah beberapa menit yang terasa sangat lama, sosok itu akhirnya pergi. Tapi, jejak ketakutan yang ditinggalkan tidak ikut menghilang.Hanna melangkah mundur, tubuhnya gemetar

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 78

    Sore menjelang malam. Rumah keluarga Bachtiar tampak hening, hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar. Rafael baru pulang dari kantor, langkahnya teratur tapi dingin. Wajahnya tampak tegas, tanpa ekspresi, seolah sejak pagi ia menutup rapat semua rasa terlebih emosi.Di meja makan, Hanna sedang menata piring di atas meja. Tanpa banyak bicara, tanpa menoleh ketika Rafael lewat.“Di mana Kakek?” tanya Rafael sembari celingak celinguk, mengedarkan pandangan ke seluruh ruang makan. Hanna hanya menjawab, masih tidak menoleh. “Menjenguk salah satu temannya di rumah sakit.”Rafael mengangguk. Tak ada lagi percakapan. Hanya suara gesekan sendok dan piring yang terasa lebih nyaring dari seharusnya.Beberapa menit kemudian, Rafael menatap punggung Hanna yang membantu pelayan membereskan piring. “Aku dengar Nadya datang ke toko.”Hanna berhenti, tapi tidak berbalik. “Rudi yang memberi tahu, ya?”Rafael tidak menjawab langsung. “Seharusnya kau tidak perlu menanggapinya.”“Aku tidak me

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 77

    Cahaya pagi menembus tirai, memantul lembut di ruangan yang terasa terlalu hening untuk ukuran kamar utama keluarga Bachtiar. Burung-burung di taman berkicau seperti biasa, tapi bagi Rafael, suara itu tidak terdengar menenangkan. Ia membuka mata dengan kepala berat dan pikiran yang penuh sesal.Matanya menatap sisi ranjang yang kosong —selimut masih rapi, tanpa tanda bahwa Hanna sempat kembali.Ia mendesah pelan, lalu duduk. “Bodoh,” gumamnya sendiri.Beberapa detik ia hanya memandangi cermin di seberang tempat tidur, menatap wajahnya sendiri dengan tatapan yang sulit diartikan.Ia tampak rapi seperti biasa, tapi di balik kemeja putih dan jas hitam yang ia kenakan, ada hati yang kacau dan pikiran yang tak tenang.Rafael turun ke lantai bawah. Langkah kakinya pun terhenti di depan pintu kamar tamu, di mana sosok sang istri berada di baliknya. Dari celah bawah pintu, ia bisa melihat cahaya lampu menyala.Rafael mengetuk pelan, tapi tak ada jawaban.“Hanna...” suaranya nyaris tak terdeng

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 76

    Suasana rumah malam itu terasa dingin, jauh berbeda dari biasanya. Hanna duduk di sofa di dalam kamar sambil memegang cangkir teh yang sejak tadi tak disentuh. Pikiran dan perasaannya masih bercampur aduk —antara marah, sedih, dan bingung.Sementara Rafael berada di ruang kerja, terdengar bunyi ketikan keyboard yang terputus-putus.Sepertinya pekerjaan di kantor banyak yang harus diselesaikan, yang membuatnya tidak terlalu memperhatikan Hanna sepanjang Rafael pulang dari bekerja. Saat Hanna baru selesai dengan buku di tangannya —yang bahkan tidak ia pahami sedikit pun isinya, karena pikirannya yang masih tertinggal di lobi kantor, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel milik Rafael saat pintu di ruang sebelah tertutup. Nama di layar menunjukkan Rudi, pengawal pribadi yang selama ini Rafael percayai untuk menjaga Hanna. Nada bicara Rafael santai di awal, tapi perlahan ekspresinya berubah. Wajahnya mengeras, suaranya menurun, lalu tanpa sadar pandangannya mengarah ke arah Hanna saat

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 75

    Keesokan harinya, Hanna bangun lebih awal. Ia membantu menyiapkan sarapan seperti biasa, berusaha tampak normal di depan Hartono dan Rafael.Tapi, tatapan matanya sedikit berbeda —lebih tenang di luar, padahal di dalam dirinya ada badai kecil yang ia sembunyikan dengan sangat hati-hati.“Tidak ke toko hari ini?” tanya Hartono sambil menyeruput kopi.Hanna tersenyum lembut. “Masih, Kek. Tapi agak siang. Ada urusan sedikit yang harus aku selesaikan.”Hartono mengangguk tanpa curiga. Rafael, yang duduk di seberangnya, menatap istrinya sekilas. “Kalau butuh aku antar, bilang saja.”“Tidak usah. Aku bisa minta antar Rudi,” balas Hanna, tetap tenang.Rafael mengangguk pelan. Ada sesuatu yang berbeda dari cara Hanna menjawabnya, tapi ia tidak mau memaksakan tanya.Ia pikir Hanna masih lelah dengan urusan toko. Padahal, wanita itu sudah membuat rencana —rencana yang bisa mengubah segalanya.**Jam menunjukkan hampir pukul dua ketika Hanna tiba di depan gedung megah milik keluarga Bachtiar ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status