Share

Awas Saja

Author: Khanna
last update Last Updated: 2023-10-04 19:55:46

Ingatan Deryl terlempar ke masa di mana Klara bertamu ke rumah. Ia mengingat begitu jelas kalau kekasih yang dicintainya itu malah memperlakukan wanita pemilik surganya tak begitu sopan. Ya, Klara tanpa sungkan berani menyuruh-nyuruh Asih. Deryl mengetahuinya ketika ia meninggalkan mereka sebentar, lalu kembali dan mendengar kalimat-kalimat yang kurang enak didengar yang dikatakan oleh Klara.

“De! Ngapain kamu berdiri di situ? Mau ikut salat?” tanya Asih ketika melihat anak lelakinya mematung di dekat pintu.

Deryl tersentak. Ia melamun hingga tak sadar kalau aktivitas dua orang yang diintip telah usai. Jadilah, ia tertangkap basah. Malu, tentu saja. Namun, ia tak akan memerlihatkannya dengan jelas.

“Mana ada! Aku Cuma lewat kok!”

Afsana dan Asih tersenyum mengetahui Deryl berusaha untuk berbohong.

“Lewat, apa lewat? Aku pikir, sejak tadi, kamu berdiri sambil mengintip ke sini kok,” ujar Afsana mulai mencibir. “Iya kan, Bu. Ibu lihat kalau Mas De berdiri lama di sana. Mana ada lewat begitu.” Afsana mengutarakannya kepada ibu mertuanya seraya melebarkan senyuman.

“Aku bilang lewat, ya, lewat! Kok ngeyel!”

Deryl menjawab ketus. Lantas, ia melangkahkan kaki. Dua orang yang sedang melipat mukena hanya tersenyum.

“Bu, ngapain kamu di sini? Bapak cari di dapur nggak ada. Bapak dengar ada suara Deryl, jadi Bapak ke sini. Ternyata, dia lagi ngomong sama kamu. Kenapa kamu malah ada di sini?”

Pertanyaan itu terlontar dari seorang lelaki yang usianya tak muda lagi. Selang beberapa menit Deryl pergi, Haribowo menggantikan anaknya berdiri di ambang pintu.

Afsana menatap Asih. Ia takut kalau dimarahi karena sudah menyita waktu ibu mertuanya akibat mengerjakan salat. Asih malah tersenyum tipis mengisyaratkan kalau semua akan baik-baik saja.

Mukena yang telah rapi, diletakkan di atas kasur. Asih berniat menggunakannya lagi kalau waktu salat nanti datang.

“Ibu baru salat, Pak. Maaf ya, kalau Ibu nggak ada di dapur. Salatnya sebentar kok. Ini agak lama karena Ibu takut salah bacaannya. Jadi, Afsana yang mengajari Ibu dulu. Kalau Ibu sudah terbiasa, paling juga lima menitan sudah selesai kok.”

Asih menggandeng Afsana dan berjalan mendekati Haribowo.

“Salat? Kamu salat?” tanya Haribowo seraya mengerutkan kening.

“Iya, Pak. Nggak lama kok. Ibu malu sama Afsana yang rajin salat, Pak. Katanya, kita kan orang Islam. Kenapa nggak mengerjakan kewajiban?”

Haribowo malah mendesah kasar. Wajahnya seakan meremehkan ucapan yang keluar dari lisan istrinya.

“Yang penting, jangan mengganggu aktivitasmu, Bu. Bapak kurang suka kalau makan bukan masakanmu.”

“Iya, ini mau ke dapur kok. Yuk, Nduk,” ajak Asih pada Afsana.

Pak Haribowo nggak marah, tapi wajahnya bisa kubaca kalau dia nggak suka. Ibu kan, mau salat mungkin gara-gara aku. Apa Pak Haribowo kesal sama aku, ya? Tapi, salat kan, memang kewajiban. Bodo amat, deh. Mau nggak suka sama aku atau apa, kan, dia sendiri yang memilihku dijadikan menantunya gara-gara perjanjian konyol itu. Harus menerima risikonya, dong. Kalau aku disuruh untuk menurut aturannya yang nggak salat. Aku nggak akan mau. Meski dia lebih tua, tetap saja, dia makhluk sama sepertiku. Aku cukup menghormatinya, tanpa menggadaikan prinsip yang kupunya.

Sambil berjalan digandeng lengannya oleh Asih, Afsana memikirkan hal terburuk yang mungkin akan terjadi. Namun, wanita itu begitu teguh merengkuh prinsipnya selagi itu kebenaran.

***

“Awas saja kalau Deryl sampai membohongiku. Jangan sampai dia berpaling dariku. Pokoknya jangan sampai dia jatuh cinta sama wanita sialan itu!”

Setelah selesai menelepon Deryl, gemuruh di dalam dada teramat terasa. Wajah yang memang cantik itu ditekuk. Klara  masih rebahan menatap langit-langit dengan prasangka-prasangka buruk yang mendatangi pikiran dan benaknya.

Meski hubungan percintaannya dengan Deryl sedang tidak baik-baik saja sebab ada Afsana yang hadir di antara mereka akibat perjodohan yang terjadi, tidak menyurutkan rasa cinta yang telah bergelora.

Klara tidak mau menyia-nyiakan Deryl yang merupakn lelaki setia. Di matanya, lelaki macam Deryl sudah langka. Deryl sangat menjaga diri dari wanita lain dan enggan menyentuh lawan jenisnya meski telah berhubungan lama sebagai pacar. Kata Deryl, ia tak mau menyakiti wanita apalagi sampai menodai. Itu karena, wanita di mata Deryl seperti ibunya yang patut dihormati dan dijaga sepenuh hati.

“Pokoknya, Deryl harus menjadi milikku. Nggak boleh dimiliki siapa pun. Kalau sampai wanita jalang itu merebutnya dariku, aku nggak bakal diam saja. Awas saja!”

Di bayangannya, tampak jelas wajah ayu Afsana yang dirias saat dipajang di pelaminan. Senyuman Afsana juga terekam jelas di ingatan Klara. Kemarahannya makin bergejolak. Lelaki yang dicintainya harus serumah bahkan sialnya, akan sekamar dengan orang itu.

“Bagaimana kalau Deryl malah jatuh cinta karena sering melihat wanita itu? Nggak! Pokoknya, nggak boleh! Deryl milikku seorang!”

Karena tidak ada solusi yang didapat, hanya amarah yang terus memenuhi ruangan di dalam dada. Klara mengambil bantal. Lalu, menutupkannya ke wajah. Ia menjerit dengan wajah yang tenggelam oleh benda empuk itu. Semua dilakukan dengan harapan rasa yang menyesakkan dada bisa sedikit terkikis.

***

Nduk, jangan di rumah terus. Sana, jalan-jalan sama Deryl. Lihat tambak atau ke mana. Mau belanja juga boleh. Mumpung Deryl belum kerja. Katanya, Deryl kan, disuruh kerja sama Bapak setelah dia menikah.”

“Mas Deryl yang nggak mau, Bu.”

Afsana sedang sibuk membersihkan meja makan sisa sarapan tadi.

“Kamu ini, biarkan saja. Nanti juga ada Mbak yang bakal membersihkan piring kotornya. Nanti Ibu ngomong sama Deryl. Sebelum menikah sama kamu saja, dia suka naik motor nggak jelas sama teman-temannya. Ini, sudah punya istri malah nggak diajak jalan-jalan. Nanti, Ibu yang akan ngomong sama dia.”

“Afsa hanya membersihkannya. Nanti, biar Mbak yang mencucinya, Bu.”

Afsana tidak menanggapi perkataan Asih mengenai kebiasaan Deryl. Ia sudah menduga demikian, karena lelaki itu memang memiliki motor gede. Tidak mungkin kalau hanya dijadikan pajangan. Pasti, motor itu telah menjadi saksi bisu bagaimana sikap brutal yang dilakukan oleh Deryl.

“Deryl dulu punya pacar. Nggak tahu sekarang, hubungan mereka seperti apa. Deryl sih, anaknya sangat menjaga perasaan perempuan, maksudnya nggak pernah berniat merenggut kehormatan seorang perempuan sebelum adanya pernikahan. Katanya, ingat sama Ibu kalau mau jahat sama perempuan. Meski Deryl penampilannya begitu dan nggak pernah salat, dia bisa membatasi diri dengan lawan jenisnya, Nduk.

Penjelasan yang dilontarkan oleh Asih, membuat Afsana agak ragu. Bisa saja, Deryl hanya membual dan mengatakan semuanya di depan ibunya agar dikira bisa menjaga pergaulan. Nyatanya, tadi pagi, Afsana mendengar kalau Deryl minta peluk. Tidak mungkin hanya omongan biasa. Kalau bertemu pasti akan melakukan semua itu.

Apa Ibu nggak tahu, kalau Mas De masih berpacaran sama Mbak Klara? Atau aku singgung tipis-tipis? Lagian, Mas De kan memang mau menikahi Mbak Klara.

“Kalau Mas De masih pacaran sama pacarnya gimana, Bu?”

Afsana mendekati Asih dan duduk di sebelahnya.

“Harusnya, Deryl tahu diri. Katanya, nggak mau menyakiti perasaan perempuan, masa dia mau melukai perasaanmu, Nduk.

“Kita kan, menikah karena dijodohkan, Bu. Mana ada kata cinta.”

Seketika, Asih menunduk lesu. Ia menghela napas pelan. Wanita itu sudah terlanjur cocok dengan menantunya. Sulit kalau mendengar kalimat itu. Apalagi, Afsana tampaknya baik-baik saja di rumahnya. Tapi ternyata, memang tak ada kata cinta yang bisa mempertahankan keberadaan menantunya itu lebih lama.

“Padahal, Ibu berharap kalau kalian akan saling jatuh cinta setelah tinggal bersama dalam waktu yang lama.”

“Ibu, kenapa Ibu ngomong begitu? Aku sama Afsa mana mungkin akan saling cinta. Itu nggak akan pernah terjadi. Aku hanya mencintai Klara. Aku akan menjadikan Klara sebagai menantu Ibu menggantikan Afsa.”

Sejak tadi, Deryl bersembunyi di balik tirai dan mengintip dengan hati-hati. Ia bergumam sendiri ketika mengetahui bagaimana ekspresi Asih dan tanggapan dari wanita yang paling disayanginya itu saat berbincang dengan Afsana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bismillah, Aku Siap

    “Walau kalian diam, Ibu akan tetap mengurusnya. Tidak ada yang bisa menolak,” tegas Asih meski diakhiri dengan senyuman.“Kalau aku, terserah Afsa saja, Bu,” timpal Deryl.“Nduk, kamu pasti mau, kan?” tanya Asih tatapannya bertemu dengan Afsana di spion.“Kalau kami pergi, Ibu sendirian di rumah,” jawab Afsana sambil nyengir.“Nggak masalah, Nduk. Masih ada mbak-mbak sama pegawai yang lain. Kamu nggak perlu mengkhawatirkannya. Kalian pergi paling lama semingguan. Itu nggak lama, Nduk.”“Tapi, tetap butuh biaya banyak kan, Bu?” Afsana memang merasa tidak enak hati.“Jangan pikirkan itu, Nduk. Setelah kalian pulang bulan madu, Deryl akan bekerja melanjutkan pekerjaan Bapak di tambak. Nantinya akan terkumpul lagi uangnya, Nduk.”Karena tidak ada lagi alasan untuk menolak perintah dari Asih, Afsana mengangguk pelan. Deryl melihatnya. Tentu senyumnya kembali merekah.“Kalau begitu, Afsa mau, Bu.”“Alhamdulillah. Harusnya memang begitu, Nduk. Kamu nggak perlu memusingkan biayanya. Nanti Ibu

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Keputusan

    Afsana sudah pasti akan mengakhiri pernikahan kami. Dia sudah punya cowok idaman. Dia akan kembali padanya dan menikah. Sedangkan aku, yang mati-matian aku jaga malah berkhianat walau dilakukan demi aku, tapi harusnya bukan begitu caranya.Dalam hati, Deryl berbisik. Tatapannya sendu bergulir tak fokus. Seringnya ke arah bawah, tapi tidak menunduk.Sebelum mulai bicara, Afsana sempat melihat ekspresi yang Deryl gambarkan lewat wajahnya.Apa yang sedang dia pikirkan? “Ayo, Nduk. Bu Asih sama Mas Deryl pasti sudah tidak sabar mendengar keputusanmu,” ujar Aminah membuat Afsana kembali fokus.Afsana kembali mengangguk sambil mengambil napas dalam.“Sebelumnya, terima kasih karena Ibu sama Mas Deryl mau memenuhi kemauanku dan datang ke sini. Untuk waktu yang diberikan kepadaku juga selama tinggal di rumah ini. Aku rasa semua itu cukup untukku berpikir dan harus memberikan keputusan untuk pernikahanku bersama Mas Deryl untuk ke depannya.”Afsana berhenti untuk mengambil napas. Namun, kedua

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Bertemu Deryl Lagi

    “Seperti yang kamu lihat sekarang, Af. Alhamdulillah, aku baik walau memang aku jadi sering memikirkanmu,” jawab Deryl yang spontan membuat teman Afsana tidak enak berada di antara mereka.“Af, aku tunggu di motor, ya,” ujarnya berbisik.Afsana ingin mencegah, tetapi tidak mungkin. Hanya bisa melebarkan kedua mata saat temannya perlahan meninggalkannya.“Af, maaf, kamu pasti nggak nyaman bertemu denganku begini.” Perkataan Deryl kembali memfokuskan Afsana.Senyum tersungging untuk sedikit mencairkan suasana.“Takdir yang mempertemukan kita, Mas. Mungkin, agar aku tau kalau kamu sudah benar-benar serius untuk berubah. Kita mungkin perlu bicara, walau nggak lama. Nggak mungkin aku menghindar terus, kan?” ujar Afsana harus menentukan dengan tegas.“Kalau gitu, apa kita bisa cari tempat yang lebih nyaman?”“Boleh, Mas.”Deryl mengitarkan pandangannya. Ia menemukan bangku di taman kecil dan kosong.“Tuh! Di sana, yuk,” ajak Deryl sambil mengacungkan jemarinya.Afsana mengikuti arah telunju

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tamu itu Arsakha

    Sudah dua bulan semenjak Deryl mengantarkan Afsana ke rumah orang tuanya, selama itu pula, dua orang itu tidak saling memberi kabar.Jasad Marwan sudah dikembalikan dan dikebumikan dengan benar. Dengan seperti itu pula, Haribowo dan semua yang terlibat sudah jelas dimasukkan ke dalam penjara.“Nduk, sudah dua bulan kamu di sini. Apa kamu belum menentukannya? Kasihan Deryl, pasti sedang menunggu kepastian darimu di sana. Bu Asih kelihatan sayang juga sama kamu kan, Nduk?” tanya Aminah yang duduk di sebelah Afsana.Anak perempuannya itu melihat pergerakan sang ibu. Ia membuang napas perlahan. Tak dimungkiri, Afsana masih bingung mau dibawa ke mana pernikahannya yang baru seumur jagung. Memang benar, ada perjanjian akan bercerai di antara mereka, tetapi Afsana mulai gundah saat mengetahui Deryl bersungguh-sungguh mengubah kepribadiannya.“Tapi memang, sepertinya Deryl tidak pantas dijadikan suami untukmu kan, Nduk? Dia pasti nggak salat atau mengerjakan ibadah yang lain. Walau begitu, ke

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Terkuak

    “Pak, bagaimana?” tanya Lingga yang bisa ditangkap oleh Deryl.“Mas Lingga, apa kamu juga tahu, hm?” Deryl ingin segera menemukan titik terang sesungguhnya.Mungkin ini waktunya, bagaimanapun perasaan bersalah ini nggak bisa hilang begitu saja. Walau aku sudah coba untuk menebusnya dengan caraku sendiri.Haribowo bergeming. Padahal, Lingga yang ada di sebelahnya tampak gelisah. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Deryl terasa menghunjam jantungnya.“Pak, jelaskan kalau memang Bapak tahu,” pinta Asih yang didampingi oleh Afsana. Tenaganya terasa menguap. Butuh orang untuk menjaganya.Embusan kasar dilakukan. Haribowo bersiap mengucapkan kalimat. Ia sudah memutuskan solusi paling tepat. Meski terasa sangat berat.“Aku akan mengakui semuanya,” ujar Haribowo.“Bapak yakin?” tanya Lingga agak kaget.“Iya, Ga. Mungkin inilah saatnya. Bapak merasa bersalah.”Lingga mengangguk pasrah.“Ada apa sebenarnya, Pak?” tanya Asih kini air matanya semakin deras mengalir. Perasaannya tidak karuan. Apakah

  • Malam Pertama dengan Orang yang Tak Dicinta   Tidak Masuk Akal

    “Kamu mau ngapain, sih, De?” tanya Asih sebab setelah Haribowo meninggalkan rumah, anak lelakinya malah sibuk sendiri mempersiapkan keperluan untuk menggali tanah.“Mau gali tanah, Bu.”“Buat apa?” Asih keheranan.“Ada sesuatu yang harus dicaritahu, Bu.” Deryl tidak mengatakan tujuan sesungguhnya karena memang belum jelas hasilnya seperti apa.“Apa memangnya?”Asih makin penasaran, makanya ia ingin segera tahu tujuan itu.“Nanti Ibu akan tahu, Bu. Aku saja penasaran. Sudah tanyanya, Bu. Aku harus segera melakukannya agar rasa penasaran kita menghilang.”Asih menghela napas karena perkataan sang anak belum dipahami. Namun, ia hanya bisa diam dan mengikuti anak lelakinya itu.Sedangkan Afsana, ia juga bingung harus mengatakan kebenarannya atau tidak pada Asih. Dirinya kan tahu semuanya dan yang menjadi alasan Deryl mau menggali tanah itu.Deryl melihat Afsana. Lalu, ia pergi sebentar menemui sang istri.“Kamu pura-pura nggak tahu saja. Biar Ibu lihat sendiri nanti,” bisik Deryl. Lalu, k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status