Share

Tidur Seranjang

Author: Uni Tari
last update Huling Na-update: 2025-01-30 22:39:57

Meeting selesai pukul sembilan malam. Mereka kini masih berada di dalam mobil untuk pulang ke rumah. Akan tetapi, Aldi berinisiatif ingin membelikan ayam untuk sang anak karena tadi saat ia di telfon belum tidur karena besok hari libur.

Pria itu pun belok dulu ke resto yang ia tuju. Sedangkan Rania yang merasa sangat lelah dia terpejam sepanjang perjalanan.

Menunggu tanpa harus turun dari mobil, pria itu mendapatkan apa yang ia beli. Kemudian mobil kembali melaju dan setengah jam kemudian sampai di rumah.

"Om!" teriak Azka, ia menyambut dengan gembira saat Aldi dan Rania pulang bersama.

"Kok belum tidur?" tanya Rania, sembari memeluk sang anak.

"Gak papa, kan besok libur, ya?" Aldi mengusap kepala Akza lembut.

"Iya, Bun. Besok aku libur, jadi malam ini mau main sama makan ayam goreng!"

"Ayam goreng?" Rania bergumam.

"Yuk kita makan! Mbo, tolong sapin nasi buat kami, ya."

"Eh, aku aja!" seru Rania, membuat Aldi mencekal tangannya agar ia diam menikmati makana karena sudah lelah seharian bekerja.

"Biar Mbo Nem aja," ujar Aldi.

Wanita itu pun diam menurut, kemudian mereka menikmati ayam goreng yang Aldi beli.

"Kapan kamu beli ayam goreng?"

"Saking pulesnya kamu sampai gak sadar aku beli ayam goreng? Ckckck!" kata Aldi.

Rania menggeleng. "Aku capek, seharian disuruh sama bos terus. Mentang-mentang aku pekerja baru."

"Bosnya ganteng gak, Ndo?" tanya Mbo Nem, membuat Rania seketika menatap Aldi yang sedang menikmati paha ayam.

Wanita itu berdehem sambil berkata, "Biasa aja."

Membuat Aldi memancungkan mata sambil menggeleng pelan. Dalam hatinya, liat aja kamu ya nanti hari Senin, akan dikerjai biar kapok.

***

"Besok libur kan, Mas? Aku mau ke makan Mas Andika."

"Iya, besok kita ke sana, ya. Aku juga mau ziarah."

Rania mengangguk. Ia tiba-tiba ingin buang air kecil, alhasil terburu-buru sampai kakinya kesandung satu sama lain.

Aldi yang kebetulan masih berada di meja kerjanya, ia sontak menangkap istrinya itu yang mau terjatuh.

Tubuh Rania jatuh di dalam dekapan Aldi. Hidung mereka sampai bersentuhan saking dekatnya.

Mata Aldi yang sedikit sayu, ia menatap dengan dalam pada Rania. Diperhatikan dari dekat, ia benar-benar cantik, tak ayal Andika sangat mencintai istrinya ini.

Embusan napas Rania membuat Aldi yang tadi diam, kini perlahan ia memiringkan wajahnya dan mendekati bibir sang istri.

Rania yang mendadak mematung hanya diam sambil terpejam saat sedikit lagi mereka bersentuhan.

"Bunda!"

Mata Rania langsung membulat dan menarik diri dari dekapan Aldi. Wanita itu merapikan rambutnya dan berusaha tenang di hadapan sang anak yang secara tiba-tiba membuka pintu.

"Bunda... Aku tidur di sini, ya?"

"Kenapa, kok belum tidur, kirain udah dari tadi."

"Aku gak bisa tidur," ujar Azka.

Aldi menutup laptopnya dan menghampiri sang anak, ia memangku Azka sambil membawanya ke ranjang.

"Kamu tidur sama ayah malam ini, ya!"

"Horeee, akhirnya aku tidur bertiga lagi."

Melihat sang anak berseru bahagia, Rania malah diam bersedih. Ia jadi teringat betapa bahagianya dulu mereka saat akan tidur bersama.

Setiap hari libur pasti mereka tidur bertiga, sebelum tidur bercanda lebih dulu, tertawa dan kemudian membacakan dongeng untuk Azka.

Namun, sekarang semua itu hanya kenangan, ia tidak bisa lagi mengulang apa yang sudah terjadi dulu.

"Bunda ayo!" seru Azka, meminta sang ibu untuk tidur di sampingnya.

Wanita itu bingung, selama ini ia tidur di sofa tidak satu ranjang dengan Aldi. Pria itu yang melihat kebingungan sang istri, ia menghampirinya dan meminta dia untuk tidur bersama malam ini saja.

Mau tak mau Rania menerimanya, ia merasa kasihani pada sang anak. Akhirnya Azka bisa tidur dengan nyenyak saat kedua orang tuanya mengusap dirinya dengan lembut.

Malam kian larut, Azka mendadak buka mata dan turun dari ranjang. Ia pindah tidur ke kamarnya sambil memeluk boneka singa yang lupa ia bawa. Anak itu kembali pulas di kamarnya.

Sedangkan Rania dan Aldi, mereka pulas sampai tidak sadar saling berpelukan satu sama lain karena cuaca di luar juga hujan dan AC menyala, membuat suasana menjadi dingin.

Rania yang bermimpi bertemu dengan Andika, ia memeluk pria itu dan mencium bibir sang suami, tanpa sadar, ia melakukannya ke dunia nyata, Rania terbawa arus mimpi, ia tersenyum sambil mengecup bibir Aldi, membuat pria itu menggeliat terbangun.

Ia terkejut saat bangun ternyata sedang berpelukan, bahkan bibir sang istri masih menempel padanya. Ia mencari Azka, di ranjangnya yang cukup besar tidak mendapati Azka di sana.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Malam Pertamaku yang Kedua   SELESAI

    "Meskipun belum semua, tapi aku ingat kalau kamu mencintaiku selama tujuh tahun, Mas!" ujar Ayumi... yang ternyata dia memanglah Rania. "Tuhan... Semoga ini bukan mimpi, semoga ini bukan mimpi." "Ini nyata, Mas. Kita bertemu lagi setelah tiga tahun lamanya aku di sini hidup tanpa siapa pun!" "Maafkan aku, maaf... aku terlambat datang jemput kamu." Rania menggeleng, baginya ini sudah menjadi takdir dan ujian. Apakah mereka bisa melewati ujian ini, atau mereka menyerah tanpa saling tahu satu sama lain. Dan sekarang, di tengah kebun teh yang hijau, Tuhan melihat mereka bisa melewati ujian yang diberikan. Mereka kembali bersama dalam keadaan sehat dan tidak kurang satu pun. "Jangan pergi lagi, Rania... aku mencintaimu." "Aku janji, Mas. Akan terus ada di sisi kamu. Selamanya...." * Rania menatap kebun hijau di dekat jendela kamar Aldi, air matanya mengalir deras saat mengetahui jika sang anak sudah pergi meninggalkan dirinya saat dia tidak ada di sampingnya. "Maaf karena aku

  • Malam Pertamaku yang Kedua   Kembali

    Mentari pagi sangat cerah memasuki kamar Aldi, di sana Ayumi masih tertidur saat kemarin malam merasakan sakit kepala. Matanya mulai terbuka, orang pertama yang ia lihat adalah Aldi yang tengah berkutik dengan laptopnya. "Sudah tujuh tahun." "Tujuh tahun, Rania aku mencintaimu...." Suara dan bayangan itu kembali datang. Ayumi memegangi kepalanya dan berdesis. Membuat Aldi berbalik menatapnya dan langsung menghampiri. "Kamu udah bangun?" tanyanya, dengan wajah yang panik. "Apa masih sakit?" Perempuan itu menggeleng pelan. "Mau sarapan apa?" Ayumi tak menjawab, ia malah menatap Aldi tanpa berkedip. Hatinya campur aduk, antara percaya atau tidak bahwa dia adalah istri seorang pria yang sedang berada di hadapannya itu. "Bisa kamu tunjukan momen-momen bersama istrimu?" Aldi yang merasa bingung karena dia meminta itu pun, berdiri dan mengambil laptopnya. Ia kembali duduk di samping Ayumi. Pria itu menjelaskan saat Rania pertama kali kerja di kantornya, saat dia di kerjain

  • Malam Pertamaku yang Kedua   Pahlawan

    Sudah dua hari, Aldi masih setia menunggu kabar dari Ai, setiap malam yang ia bayangkan hanyalah Rania, dan masih sangat berharap bahwa perempuan itu memanglah istrinya. Malam sedingin ini, Aldi hanya diam berdiri di balkon, melihat kebun teh dengan suara jangkrik yang menemaninya. Ia bosan, ingin pergi tapi ke mana. Kemudian pria itu baru teringat bahwa ia ingin seuatu tempat. Bergegas dia menyambar jaket karena dingin, lalu pergi. Sebuah sungai kecil tapi suara air yang mengalir membuatnya merasa tenang. Tidak jauh dari saung, pria itu memutuskan untuk jalan kaki saja. Namun, saat diperjalanan dia melihat ada yang sedang ribut. Suara perempuan itu membuat Aldi bergegas lari menghampiri. "Hutangnya mana! Kita mah gak butuh tangisan kamu!" "Bayar sekarang atau kita bakar rumah kalian!" "Jangan... jangan, Pak. Tolong kasih saya waktu lagi." "Ahhhh lamaa!" "Woyy!" Aldi datang dan meninju wajah orang-orang itu saat mereka sudah melayangkan tangan ingin memukul Ayumi, dengan n

  • Malam Pertamaku yang Kedua   Marah

    Aldi yang terkejut langsung menghampiri perempuan itu takut jika sampai dia salah paham lagi. Tapi lagi-lagi Ayumi memberikan bogeman, ia menendang Aldi sampai tersungkur ke lantai. "Dasar mesum! Kamu pikir aku perempuan apaan, hah!" teriak Ayumi nyaring, sampai semua pegawai termasuk Teh Ai datang menghampiri mereka. Melihat Teh Ai datang, Ayumi langsung turun dari ranjang dan memeluknya dengan penuh ketakutan. "Tolong, Teh... dia mau perikosa aku!" ujar Ayumi dengan tubuh yang gemetar. Teh Ai melihat kancing baju anak buahnya itu terbuka. Kemudian ia menatap Aldi yang sedang berusaha berdiri. "Sumpah, saya gak ada maksud buat begitu," jawab Aldi membela. "Terus apa maksud kamu buka-buka kancing baju saya! Udah salah masih aja mengelak, jangan karena kamu punya banyak uang jadi bisa seenaknya pada orang miskin sepertiku. Ingat, biarpun miskin tapi aku masih punya harga diri!" teriak Ayumi. Aldi diam dengan mata menatap Ayumi, dia merasa sangat bersalah karena membuat pe

  • Malam Pertamaku yang Kedua   Kegundahan Hati

    Ayumi memeluk sang nenek erat sembari menangis. Dia masih bingung, siapa dia sebenarnya dan kenapa bisa ada di sana? Kenapa dia bisa hilang ingatan tiga tahun lalu itu. Apakah dia sudah menikah atau masih lajang? Setiap malam Ayumi memikirkan hal itu. Apakah keluarganya masih utuh, apakah dia mempunyai kekasih? Dia benar-benar tidak mengingat sedikitpun kenangan dulu. Perempuan itu pamit pada sang nenek. Ia kembali ke saung dengan wajah yang ceria, setidaknya sekarang dia tidak terlalu memikirkan dari mana mendapatkan uang. Sejak kemarin dia sudah frustasi, jika keluar dari kerjaan, ke mana lagi dia akan mencari uang. "Yumi, tolong siapkan air hangat untuk kamar 08, ya." Perempuan itu sontak menatap sang bos. Tangannya saling bertautan karena takut. Bagaimana jika dia melakukan hal yang kemarin lagi? Bisakah dia menolak? Tapi... apa mungkin bosnya itu akan memberikan kesempatan dua kali? "Ba-Baik... Teh." Dengan cepat ia berjalan menuju kamar Adli, di depan pintu Ayum

  • Malam Pertamaku yang Kedua   Hilang Ingatan

    Setelah sekian kali mengetuk, akhirnya ada yang nyaut juga. "Siapa—" Raut wajahnya berubah saat melihatku. Dengan cepat ia menutup pintu, tapi tanganku lebih cepat untuk menahannya. "Mau apa Bapak ke sini?" "Saya mau bertemu dengan kamu." "Atas dasar apa? Saya tidak mau bertemu dengan Bapak. Pulanglah!" "Tunggu. Saya minta maaf perihal yang tadi. Maaf jika saya lancang, demi apa pun, saya tidak bermaksud untuk melakukan itu." Sembari menatapku dengan kemarahan yang mulai mereda, dia kemudian membukakan pintu dan mengizinkanku untuk masuk. Lantai kayu yang sudah bolong-bolong begitu juga dengan dinding anyaman bambu. Kenapa dia tinggal di rumah seperti ini, apakah tidak ada yang lebih layak dari ini? "Duduklah." Dia sibuk mengambilkan air kemudian menaruhnya di hadapanku. "Maaf di sini tidak ada kursi," ujarnya, kemudian duduk berhadapan denganku. "Kamu tinggal sendiri?" "Tidak. Saya tinggal dengan Nenek saya, tapi dia sudah renta. Jadi tidak bisa ke mana-mana." "Oh..

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status