Malam Tanpa Noda
"Kasihan mereka, Bun. Selalu menanyakan kabar ayah." Lily sering mendengar pertanyaan dari bibir mungil mereka.Tak bisa melakukan apa-apa selain menjadi pendengar yang baik untuk mereka.
Airi menatap wajah mungil kedua anaknya yang tak berdosa. Ia takut Putra akan menghardik dan mencela. Airi tahu di mana lelaki itu berada. Tapi, untuk mempertemukan mereka sangat beresiko.
"Baiklah, Bunda akan membawa kalian ke tempat ayah. Tapi, harus berjanji dulu."
Sebelum mereka bertemu Putra, Airi menjelaskan mana yang tak boleh dilakukan oleh mereka.
Airi juga memberitahu agar berhati-hati dengan orang yang terlihat baik padahal jahat.
Azila dan Afisah memahami penjelasan Airi. Wajah mereka ceria kembali ketika, Airi mengabulkan keinginan mereka.
Si Kembar mengingat apa yang harus dilakukan dan apa yang tak boleh. Airi tak akan mengizinkan mereka. Jika, melanggarnya. <
Malam Tanpa Noda"Prily!" panggil Johan dari ruang kerjanya."Ada apa, Bapak Terhormat? Apa Anda tidak bisa memanggil dari telepon daripada harus berteriak-teriak. Prily menampakkan diri di depan pintu."Telepon saya mati." Mendorong alat penghubung tersebut."Mungkin jaringannya.""Tolong jelaskan uang ini. Uang apa?" tanya Johan menyodorkan laporan keuangan.Prily meraih map tersebut. Map merah memperlihatkan deretan angka."Yang mana? Semuanya ini pengeluaran yang Anda lakukan.""Tapi hanya laporannya saja. Uangnya tak ada yang masuk kecuali ini dan ini." Tunjuk Johan ke arah dua pengeluaran atas nama Putra."Mungkin pengajuan kamu sedang diproses atau uang yang kamu inginkan tidak sesuai jumlah yang dimiliki Mahendra.""Gak mungkin! Mahendra itu kaya masa uang tiga miliyar saja tak ada." Johan memukul meja kasar."Mahendra memilik
Malam Tanpa Noda"Kita mau ke mana?" tanya Prily. Lengannya ditarik Johan. Kasar dan memaksa."Kamu ikut aku," pintanya. Tak peduli semua mata memandang mereka."Ikut ke mana?" Prily menahan tangannya."Belanda," cetus Johan."Untuk apa kita ke sana." Menghentikan langkah ketika mereka berada di area parkir basement satu."Ada yang harus aku kerjakan dan aku butuh kamu." Menarik kembali lengan Prily."Tidak, aku tidak bisa. Banyak pekerjaan yang harus aku lakukan." Menepis kasar tangan Johan"Aku pesan 2 tiket ini untuk kita." Meningikan suaranya."Tapi, aku gak bisa meninggalkan Mahendra. Kamu jangan seenaknya.""Ah, persetan dengan Mahendra. Pekerjaan ini lebih penting.""Kenapa kamu tak memberitahu aku terlebih dahulu?""Karena kamu seketaris aku.""Aku seketaris pak Putra bukan kamu." Nada Prily naik satu oktaf
Malam Tanpa NodaTubuh Putra membeku dalam dekapan Azila. Afisah bergegas menghampiri adiknya."Maafkan adik saya, Pak," ungkapnya. Melepaskan tangan Azila dari tubuh Putra."Afisah, sakit," rintihnya."Tak apa. Ayo kita ke kamar."Putra hanya bisa menatap kedua putrinya tanpa berkata apa-apa. Hingga mereka hilang dari pandangannya."Kamu gak apa, Azila?""Sakit Afisah." Merengek dihadapan sang kakak.Pengurus panti membawakan obat oles untuk Azila. "Olesin ke kepala yang benjol."Afisah mengusap bagian kepala itu. "Benjol, Bu.""Gak apa-apa nanti juga kempes sendiri. Kasih terus obatnya."Azila memeluk tubuh kembarannya. "Kapan ayah sembuh? Dia memang tak ingat kita. Dia tak sayang kita.""Jangan berkata demikian. Kalau ayah tak sayang. Mengapa dia menghampirimu dan menolongmu?"Senyum terukir di bibir Azila. "Tad
Malam Tanpa NodaPutra merasa jenuh, biasanya ia akan ke kantor. Saat ini dirinya ingin menenangkan diri mencari identitas diri sesungguhnya.Hidup dalam ketidak tahuan sangat tidak nyaman.Maka dari itu, Putra menyetujui permintaan Johan untuk mengantikan dirinya sementara. Putra tidak menyerahkan semuanya begitu saja.Putra meminta supir, Roni untuk mengantarnya keliling kota Jakarta agar dirinya tak jenuh dan bosan. Anak-anak panti sedang ada acara di luar. Santunan anak yatim yang diselengarakan oleh salah satu perusahaan terkenal."Ron, kita jalan-jalan.""Jalan-jalan ke mana, Pak?""Ke mana saja. Asalkan keliling kota."Suasana panti sangat sepi, mereka semua ikut menghadiri acara tersebut tentu saja Putra kesepian.Supir Putra menyalakan mesin dan melaju ke setu babakan tempat kesenian betawi.Kebetulan ada acara di sana. Putra
Malam Tanpa Noda"Kamu tunggu di sini," perintah Putra. "Lebih baik saya ikut, saja." "Tidak usah. Kamu tunggu saya di sini." Putra keluar mobil dan membanting pintu. Fian menghubungi ponsel Airi, tapi tak dijawab. "Aduh, bunda ngapain sih. Gak dijawab." Fian menatap punggung Putra yang semakin jauh, khawatir dengan keselamatan Airi. "Semoga tak terjadi apa-apa."Putra bertanya kepada resepsionis, tapi mereka tak tahu di mana Fian dan tak mengenalnya."Maaf Pak, tak ada nama Faisal atau Dinda."Putra berjalan menelusuri hotel mencari keberadaan mereka. "Ke mana mereka. Aku yakin mereka masih ada."Rasa lapar tak dihiraukannya. Pikirannya menerawang jauh ke langit.Suara gelak tawa Airi terdengar samar-samar. Putra mendekati arah mereka. Airi dan Faisal duduk di pinggir kolam renang. Mereka bagaikan sepasang kekasih. Tangan Faisal mengusa
Malam Tanpa Noda Faisal mengantar Airi ke tampat Lily. Lelaki itu khawatir dengan keadaannya. "Lebih baik kamu ke tempat ayah. Di kontrakan kamu sendirian." Airi tak menjawab. Sebenarnya, ia ingin menyusul Putra. Namun, Faisal melarang. Saat ini hati Putra merasa di permainkan. Pasti ia marah dan akan menghardik Airi. Benar sekali apa yang dikatakan Faisal. Putra sedang dalam emosi yang tak stabil. Pasti hanya keegoisan yang ia pikirkan. Menunggu Putra lebih tenang dan tak terpengaruh amarah dan cemburu. "Istirahat' lah!" Faisal membukakan pintu mobil. "Maaf, aku tak bisa mampir. Salam kepada keluargamu." "Iya, terima kasih." "Tenangkan dirimu dan aku kasih kamu cuti tiga hari." Airi berada di kamar Azila. Menatap kasur tanpa ranjang. Sudah hampir dua minggu mereka pergi. "Bunda," sapa Lily membuka pintu perlahan. Lily membawa nampan berisi teh hangat. "Aku b
Malam Tanpa NodaPutra mengambil ponselnya dan mencari nomor yang dituju."Aku tunggu kamu di cafe Nania jam sembilan pagi."Putra menyimpan buku nikah itu di dalam laci. Keluar kamar dan menatap Roni yang melamun."Roni, kamu sedang apa?" tanya Putra. Sikap Roni terlihat berbeda."Enggak, saya hanya kaget mendengar keributan di kamar Pak Putra.""Apa kamu juga membohongi saya?" Selidik Putra."Bohongin apa, Pak?" Fian berpura-pura tak mengerti.Putra menuruni tangga dengan cepat."Membohongi saya seperti mereka?""Ah, Bapak sedang emosi jadi tak bisa berpikir positif. Mungkin mereka memiliki alasan sendiri.""Alasannya, mereka ingin memanfaatkan kondisi saya.""Kalau mereka merugikan Bapak, mereka pembohong. Tapi, mereka tak merugikan Bapak, kan?"Putra terdiam, selama ini Airi tak merugikan dirinya. Tak ada uan
Malam Tanpa NodaSuara deru mobil terdengar di samping mobilnya. Drian menoleh ke arah mobil merah."Prily ...." Sungguh pemandangan yang menyesakkan dada."Jadi, ini alasan kamu meminta cerai."Johan juga berada dalam mobil. Tangan Johan mengandeng Prily masuk ke mobil merah milik Johan.Drian hendak keluar mobil namun, ia tahan. Prily sudah membaca pesan yang dikirim Drian.Lelaki itu memutuskan untuk mengikuti Prily dan meminta penjelasan secara langsung.Johan dan Prily menyantap makan siang di sebuah restauran italy. Mereka menikmati steak tenderloin dengan saus mushroom.Drian mengenakan kacamata dan masker. Membelakangi mereka dan hanya memesan orange juice saja tanpa makanan.Drian yakin kalau Prily pasti akan bangkit dari duduknya."Aku mau ke toilet." Menyeka mulutnya perlahan dengan tisu yang telah di sediakan restauran.Sang pelayan men