Malam Tanpa Noda
Putra mengambil ponselnya dan mencari nomor yang dituju."Aku tunggu kamu di cafe Nania jam sembilan pagi."
Putra menyimpan buku nikah itu di dalam laci. Keluar kamar dan menatap Roni yang melamun.
"Roni, kamu sedang apa?" tanya Putra. Sikap Roni terlihat berbeda.
"Enggak, saya hanya kaget mendengar keributan di kamar Pak Putra."
"Apa kamu juga membohongi saya?" Selidik Putra.
"Bohongin apa, Pak?" Fian berpura-pura tak mengerti.
Putra menuruni tangga dengan cepat.
"Membohongi saya seperti mereka?""Ah, Bapak sedang emosi jadi tak bisa berpikir positif. Mungkin mereka memiliki alasan sendiri."
"Alasannya, mereka ingin memanfaatkan kondisi saya."
"Kalau mereka merugikan Bapak, mereka pembohong. Tapi, mereka tak merugikan Bapak, kan?"
Putra terdiam, selama ini Airi tak merugikan dirinya. Tak ada uan
Malam Tanpa NodaSuara deru mobil terdengar di samping mobilnya. Drian menoleh ke arah mobil merah."Prily ...." Sungguh pemandangan yang menyesakkan dada."Jadi, ini alasan kamu meminta cerai."Johan juga berada dalam mobil. Tangan Johan mengandeng Prily masuk ke mobil merah milik Johan.Drian hendak keluar mobil namun, ia tahan. Prily sudah membaca pesan yang dikirim Drian.Lelaki itu memutuskan untuk mengikuti Prily dan meminta penjelasan secara langsung.Johan dan Prily menyantap makan siang di sebuah restauran italy. Mereka menikmati steak tenderloin dengan saus mushroom.Drian mengenakan kacamata dan masker. Membelakangi mereka dan hanya memesan orange juice saja tanpa makanan.Drian yakin kalau Prily pasti akan bangkit dari duduknya."Aku mau ke toilet." Menyeka mulutnya perlahan dengan tisu yang telah di sediakan restauran.Sang pelayan men
Malam Tanpa NodaPutra menghubungi Airi melalui kontak bernama Dinda. Itulah keputusannya. Ia akan berusaha mengingat kembali memori yang telah lama hilang.Airi menatap layar pipihnya bertulisan Putra. Menarik napas lebih dalam agar tenang. Mengucapkan salam terlebih dulu."Bisa kita bertemu," pinta Putra melembut."Di mana?" Suara Airi bergetar. Menahan rasa bahagia dan terharu. Putra mau menghubunginya setelah kejadian di kolam renang.Airi berdoa semoga Putra dilembutkan hatinya. Kini, lelaki itu menghubungi tanpa ada nada tinggi maupun kasar."Di mana pertama kali kita bertemu?"Airi mengingatnya, pertama kali bertemu Putra ketika terjadi kecelakaan. Tubuh Airi tertabrak mobil Putra hingga masuk rumah sakit."Prapanca Raya." Airi memberikan jalur jalan secara detail."Baik, kita bertemu di sana. Pakailah pakaiaan yang biasa kamu gunakan. Aku tunggu
Malam Tanpa NodaAiri membawa Putra ke rumah Fian. Melangkah masuk ke dalam membawa beberapa makanan dalam kantung kresek putih.Sebelum sampai tujuan, Airi membeli beberapa keperluan untuk makan malam. Cemilan dan kopi beserta gulanya.Putra mengikuti Airi dari belakang. Menatap punggung Airi dan memperhatikan wanita itu saat berbicara serta tersenyum.Tangan Airi memilih bahan makanan yang akan digunakan. Putra mendorong trolley mengikuti langkah Airi."Sudah semua. Ayo kita ke kasir!"Mereka mengantri di kasir swalayan. Banyak pengunjung yang datang pada jam segini.Wajah Airi nampak ceria. Tak ingin memperlihatkan kesedihan kepada Putra. Senyum selalu terukir di bibir wanita itu.Mereka menuju parkiran dan melanjutkan kembali perjalanan ke rumah Airi."Apa masih jauh?" tanya Putra. Mereka duduk di belakang kemudi."Sebentar lagi. Itu rumahnya." Tunj
Malam Tanpa NodaAiri mengantar Putra ke kamar mereka. Membuka perlahan pintu coklat."Maaf, kamarnya tak sebesar di rumahmu. Aku pastikan kamu aman."Putra menelusuri kamar Airi. Tak ada penyejuk atau kipas angin di kamar itu.Menatap tempat tidur ukuran dua dan hanya cukup untuk mereka.Putra melangkah perlahan dan duduk di pinggir tempat tidur.Tubuh Putra tertutup kemeja biru muda dengan jas hitam. Tidak mungkin mengunakan jas atau bawahan panjang untuk tidur."Aku akan ambil baju ganti untukmu," cetus Airi.Dengan izin Fian. Mengambil satu stell baju untuk Putra dari dalam lemari coklat."Apa ada lagi yang lain?" tanya Lily."Sudah cukup. Bunda hanya butuh ini."Melihat penampilan Lily yang lebih cantik. Airi hanya bisa mengoda mantunya."Cie, yang udah pulang suaminya," goda Airi. Mencolek dagu Lily.Wajah ma
Malam Tanpa NodaDrian menatap ponselnya sejak tadi. Prily belum menghubungi atau membalas pesan aplikasi hijau. Biasanya, setiap malam mereka akan melakukan video call. Mengobati rasa rindu dan saling berbagi cerita."Ke mana Prily? Gak biasanya gak kasih kabar." Tangan kekar yang tersemat cincin emas sepuluh karat sebagai tanda pernikahan mereka menghubungi nomor kontak istrinya. Tak ada jawaban dari wanita berwajah boneka.Pikirannya kalut dan hati belum tenang jika, tak melihat wajah Prily sebagai laporan kalau wanita itu baik-baik saja."Aku sudah pulang dan sampai rumah.""Aku lagi makan.""Aku mau tidur."Seperti itulah Prily. Memberikan kabar apa saja setelah pulang kerja.Drian merasa takut dan khawatir karena istrinya bekerja dengan musuh bubuyutan.Masuk kandang harimau yang sewaktu-waktu akan menerkam mangsa di depan matanya. Drian tak mau itu terjadi.&n
Malam Tanpa NodaPrily kembali duduk di kursi jabatannya, mengingat-ingat percakapan antar Johan dan si penelepon misterius. "Siapa yang dihubungi Johan." Berusaha mencari jawaban selama beberapa bulan ini.Beberapa bukti telah ditemukan Prily. Namun, kali ini berbeda. Ia tak tahu ada orang di belakang Johan. Sudah pasti bukan lelaki licik itu pasti ada lelaki licik lain.Prily merasakan hal yang mencurigakan. Bisa jadi bahaya bagi keluarga Mahendra. Rasa was-was, takut dan khawatir terselimut menjadi satu.Berkali-kali menggigit bibirnya. Ingin rasanya mengambiĺ ponsel Johan dan menghubungi si misterius penelepon."Andai aku punya sadap. Pasti sudah ke temu jawabannya. Sayang, aku tak berpikir hal itu. Pasti akan lebih mudan."Prily!" panggil Johan dengan lantang dari dalam ruangannya."Prily!" panggilnya ke dua kali. Nada terakhir cukup tinggai bagaikan suara toa mushola.Pril
Malam Tanpa Noda"Lepas! Lepaskan aku!" maki Prily. Memberontak agar lelaki itu tak menyentuh atau menyakiti dirinya."Jangan sentuh aku! Tanganmu tak pantas menyentuh kulitku yang mulus. Berengsek!""Kamu telah mengintip. Pasti sedang membuat kejahatan."Siapa yang jahat? Kalian yang jahat!"Tubuh Prily di seret paksa masuk ke dalam rumah. Prily memukul tubuh lelaki bertato burung elang. Tak akan melepaskan lelaki itu."Lepaskan Bajingan!"Tubuh Prily dilempar paksa olehnya hingga bersimpuh di kaki Johan."Ha ... ha ... selamat datang Cantik!" sapa Johan. Menyeringai melihat belahan dada Prily terpapang dari atas. Tubuh Prily tak begitu buruk. Body bak gitar spanyol dan wajah bagaikan boneka bereiPrily, membulatkan mata menatap lelaki di samping Johan. Ia terlihat gugup karena permainannya telah di ketahui Prily.Keringat sebiji jagung menetes di keni
Malam Tanpa NodaPrily ingin mendekati Lily. Melirik Johan agar membantunya. Namun, lelaki itu tak peduli."Johan, apa kamu sudah gila! Dia kesakitan kalau dia mati rencanamu akan gagal." Prily membujuk Johan agar mau membawa Lily ke dokter."Betul juga aku harus membawanya ke rumah sakit bisa gagal rencanaku."Lily merasakn nyeri di bagian perutnya. Mau tak mau harus ikut dengan Johan menuju mobil sedan."Awas kalau kamu berani kabur. Akan aku bunuh suamimu yang bodoh itu!"Johan membawa Lily ke bidan di sebuah kampung."Kita tidak ke rumah sakit?" tanya Prily. Rumah kecil bertulisan bidan."Tidak. Aku tak mau mengambil resiko."Lily hanya diam ketika sang bidan memeriksanya. Wanita berseragam putih dengan hijab merah tak mengerti kode Lily. Mata Lily berkaca-kaca."Memeriksa perut Lily. Degub jantung anak dalam perutnya sehat. Bidan memeri