Suara ketukan jari yang di adu ke meja menemani suasana hening batin Alya. Dia duduk menunggu suaminya selesai mandi. Sementara pikirannya melayang pada banyaknya pertanyaan akan kebersamaan suaminya bersama Mayang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rama bisa basah kuyup? Di mana mobilnya? Dan apa saja yang sudah mereka lakukan sehingga harus pulang terlambat? Mengapa Mas Rama meninggalkannya? Mengapa?
"Sayang?" panggil Rama seraya menyentuh pundak Alya. Sang istri pun menoleh dan melihat Rama telah rapih dengan pakaiannya.Alya segera meraih secangkir teh hangat untuk suaminya itu. "Mas, ini di minum dulu tehnya," tawarnya.Rama duduk di samping Alya dengan perasaan tak nyaman. Dia menyesap teh seraya memikirkan perasaan Alya setelah mengetahui bahwa dirinya baru saja pergi bersama Mayang."Mayang di culik dan di aniaya oleh mantan suaminya."Alya menoleh cepat. "Apa?"Rama menghela nafas sembari menyimpan tehnya. "WaMinggu pagi, Rama dan Alya kembali mendatangi panti asuhan untuk mengurus dokumen adopsi. Di sana, Rama bertemu dengan balita perempuan yang akan dia adopsi. "Halo, Binar..."Balita itu hanya melambaikan tangannya dan kembali bermain. Sementara itu Alya tersentuh melihat betapa bahagianya Rama bersama dengan seorang anak. Alya benar-benar menyesal karena dia belum bisa memberikan anak kandung untuk Rama. Saat mereka asik bermain dengan Binar, Tiba-tiba ponsel Rama berdering. "Sebentar ya, aku angkat telepon dulu," katanya menjauh. Namun, belum sampai satu menit Rama menjawab panggilan, dia segera mengakhirnya dan mendekati Alya dengan wajah panik. "Ibu pingsan di kamar mandi, Al. Aku harus ke Jakarta sekarang."Alya yang sedang bermain dengan Binar pun terkejut. "Kalau gitu aku ikut!" Tapi tangan yang begitu mungil sedang menggenggamnya. Seolah Balita itu tak mau ditinggalkan oleh calon kedua orang tuanya. Rama pun berjongkok di hadapan Binar yang berusia empat tahun. "Sayang,
Di mobil dalam perjalanan pulang, Rama terus saja menggenggam tangan istrinya. Seolah dia tak pernah Sudi melepaskannya. Sesekali Rama mencium punggung tangan Alya hingga membuat Alya tersentuh. "Sepertinya kamu sayang banget sama aku," ucap Alya menatap. "Tentu saja! Kamu wanita satu-satunya yang bikin aku bahagia. Aku gak tahu deh gimana jadinya kalau hidupku tanpa kamu."Ucapan itu membuat Alya tersenyum sekaligus berpikir. Lalu, bagaimana jadinya jika Rama menikah dengan wanita lain dan dia hanya akan di abaikan setelah ada orang baru? Apakah Rama akan mengingat kalimat yang baru saja di katakannya?"Sepertinya kita harus membicarakan sesuatu yang serius," kata Alya mencoba tenang. Rama menoleh, dan dia benar-benar melihat ekspresi serius di wajah istrinya. "Jika kita sudah sampai di rumah, ya?"Alya mengangguk kecil. Tapi sebuah pemandangan di pinggir jalan membuat Alya menoleh. Dia meminta Rama untuk menghentikan mobilnya saat melihat sesosok wanita tengah menangis dalam ke
Hari semakin berlalu, dan keadaan Mas Rama sudah sepenuhnya membaik. Alya berlari kecil mengejar suaminya yang akan pergi bekerja. Dia memeluk Rama yang begitu dia cintai. "Mas, nanti malam mau temenin aku ke restoran yang baru buka gak?" Rama menunduk menatap istrinya yang sebatas dada. Dia merapihkan anak rambut Alya yang berantakan di wajah Alya. "Lagi diskon, ya?"Alya mengangguk ceria. "Oke!" seru Rama setuju. "Asik! Nanti malam jangan pulang telat, yah. Kita ketemuan di restorannya langsung. Ingat! Jangan pulang malam-malam. Nanti restorannya keburu tutup!" pinta Alya seraya melepaskan pelukannya, tapi Rama mencegahnya. Dia mengeratkan pelukan untuk istrinya, dan mendaratkan beberapa ciuman di wajah Alya. "Iya, iya. Cerewet sekali!" ujarnya merasa gemas. Alya tersenyum senang dan keduanya benar-benar melepaskan pelukan mereka. Alya melambaikan tangannya sambil memamerkan senyum manisnya. "Hati-hati suamiku."
Suara ketukan jari yang di adu ke meja menemani suasana hening batin Alya. Dia duduk menunggu suaminya selesai mandi. Sementara pikirannya melayang pada banyaknya pertanyaan akan kebersamaan suaminya bersama Mayang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rama bisa basah kuyup? Di mana mobilnya? Dan apa saja yang sudah mereka lakukan sehingga harus pulang terlambat? Mengapa Mas Rama meninggalkannya? Mengapa? "Sayang?" panggil Rama seraya menyentuh pundak Alya. Sang istri pun menoleh dan melihat Rama telah rapih dengan pakaiannya. Alya segera meraih secangkir teh hangat untuk suaminya itu. "Mas, ini di minum dulu tehnya," tawarnya. Rama duduk di samping Alya dengan perasaan tak nyaman. Dia menyesap teh seraya memikirkan perasaan Alya setelah mengetahui bahwa dirinya baru saja pergi bersama Mayang. "Mayang di culik dan di aniaya oleh mantan suaminya."Alya menoleh cepat. "Apa?"Rama menghela nafas sembari menyimpan tehnya. "Wa
Setelah di rasa aman, Rama menghentikan mobilnya di pinggir lapangan yang berjarak sepertiga kilometer dari jalan utama. Lapangan itu masuk ke dalam gang yang di apit pepohonan tinggi. Rama menatap Mayang yang masih ketakutan sambil meredam tangisnya. Dia benar-benar tak tahu kejadian apa yang baru saja Mayang alami, dan siapa pria yang akan menyerangnya itu. Meski begitu, Rama ingin memberikan waktu pada Mayang agar bisa menenangkan pikirannya. "Terima kasih banyak, Mas Rama," ujar Mayang sesegukan. Sorot matanya masih menunjukan ketakutan dan keputusasaan. "Dia mantan suami aku, Mas. Dia pengen culik dan celakai aku," katanya lagi. "Culik? Memangnya kalian ada masalah apa?" Mayang menggelengkan kepalanya. Pertanyaan itu membuat bulir air mata kembali turun dari pelupuk matanya. "Menikahi pria itu adalah kesalahan terbesar aku, Mas. Aku benar-benar menyesal karena sudah mengenalnya. Dia menyakiti aku bahkan sejak kami awal
Alya dan Rama tengah asik berciuman setelah satu Minggu lebih mereka tak bisa bermesraan di rumah selama Martha dan Monik menginap. Tapi kegiatan mereka harus terhenti saat seorang tamu mengacaukannya. "Mengganggu saja!" gerutu Rama. Saat Rama akan melanjutkan, ketukan pintu kembali terdengar. Hal itu terpaksa membuat Rama harus menghentikan kegiatannya bersama sang istri. "Ya, sebentar!" sahut Rama seraya meninggalkan Alya. Sebelum itu, dia kembali mencium istrinya karena belum puas. Rama sempat menggerutu karena mengira itu adalah kurir paket. "Ganggu aja nih." Tapi ucapannya langsung terhenti begitu pintu terbuka. Di hadapannya adalah sosok wanita cantik yang menggerai rambutnya. Mayang membawa paperbag yang di pastikan berisi kain yang akan di jahit. "Mayang?" ucap Rama seraya menyentuh pelipisnya. Dia merasa malu karena dia pikir hanya kurir paket. "Maaf. Aku ganggu waktu kalian, ya?" tanya Mayang melangkah mundur
Di kamarnya, Alya sengaja berbaring membelakangi Rama yang bersiap tidur. Keduanya baru saja membahas tentang kepulangan Martha dan Monik esok hari. "Kamu kapan mau pergi ke pasar kain lagi? Tadi kan kamu belum sempat pergi," ucap Rama mengetahui istrinya belum tidur. Sementara Alya sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia bahkan tak bisa melupakan bagaimana Martha menghina dan merendahkannya di depan Mayang. Kejadian siang tadi sungguh membuat hati Alya hancur menjadi berkeping-kepimg. Alya berusaha menahan suaranya agar tak bergetar. Dia tak mau membuat suaminya khawatir."Mungkin besok," katanya singkat."Besok sore bisa? Mas Rama usahakan pulang sore agar bisa antar kamu ke pasar."Alya menggelengkan kepalanya. Dia tak mampu lagi menahan tangisnya. "Alya?" Sebelum Rama mengetahui kepedihannya, Alya bergegas berlari menuju kamar mandi. "Sebentar," katanya sambil menutup mulutnya. Air matanya sudah mengalir d
Apa yang lebih berat yang di alami seorang menantu ketika mendapati ibu mertuanya tengah memuji perempuan lain di depan suaminya? Bahwa Alya tak bisa melakukan apapun selain berharap pada Rama agar tak goyah mendengar pujian kepada Mayang. "Ma, Alya juga kan bisa bikin bolu. Kalau Mama mau nanti tinggal bilang Alya saja," ucap Rama seolah membela Alya. Siang itu hari Minggu, dan Mayang membawakan bolu buatannya khusus untuk Martha. "Alah, gak enak! Bosen! Itu-itu saja! Berbeda dengan punya Mayang. Bahan-bahannya di buat pake bahan premium. Jadi rasanya lebih enak!" nyinyir Martha. Ucapan itu membuat Rama segera menatap Alya untuk menenangkannya. Dia kemudian melipat korannya, dan menggenggam tangan istrinya. "Hari ini kamu mau belanja kain, kan? Aku temenin kamu, ya?"Alya tersenyum simpul meski hatinya sedang perih. Hanya itu yang bisa dia lakukan di hadapan suaminya. Yaitu, berpura-pura tegar. Kemudian Rama bangkit berdiri seraya menggenggam tangan Alya. Membuat Martha dan Mon
"Alya!" Namun, karena terlalu lelah, Alya tak mendengar panggilan ibu mertuanya itu. Hingga Ibu Mertua Alya mengambil gelas berisi air dan menyiramnya tepat di wajah Alya. Membuat Alya terkejut sambil mencari oksigen. Dia mengusap wajahnya. Air itu mengenai wajah dan pakaiannya. Alya melihat Ibu Mertua dan Monik sedang menatapnya sinis. "Heh, enak-enakan kamu tidur! Liat noh lampu masih gelap belum kamu nyalakan! Dari jam berapa kamu tidur, Hah?!" "Astagfirullah, Bu. Maafin Alya. Alya capek banget habis beberes rumah," ujar Alya dengan keadaan basah. "Capek! Capek! Alesan aja kamu! Kamu emang doyan tidur kan kalo suami kamu kerja? Menerima gaji suami dan kamu leha-leha?" "Alya gak leha-leha, Bu. Alya juga kan kerja di rumah menjahit pakaian. Alya gak cuma mengandalkan uang dari Mas Rama aja."Ibu Martha tak terima setiap kalimatnya di jawab oleh Alya. "Oh, sekarang kamu sombong kalo kamu juga punya penghasilan sendiri? Begitu?" Alya merasa sakit hati. Apapun yang dia lakukan ra