Share

Bab 225

Penulis: Viona
Saat itu, waktu makan malam telah tiba. Ketika mereka bertiga meninggalkan kediamannya, langit telah menggelap, seolah tertutup selubung abu-abu, meredupkan cahaya yang tadinya terang.

Para selir dari enam istana barat sedang menikmati makan malam mereka. Para dayang dan kasim berlarian ke sana kemari, menyajikan makanan dan menyiapkan air panas untuk mandi majikan mereka setelah makan malam. Mereka tak terhindarkan bertemu dengan mereka yang sedang repot hilir mudik.

Lyra berkata dia tak ingin terlihat oleh siapa pun dan tak ingin menggunakan jalan utama di tengah-tengah enam istana barat. Dia menuju ke arah barat, lalu belok ke selatan, mengambil koridor di sebelah barat Istana Bugenvil.

Aula Permata Zika berada tepat di sebelah barat koridor itu. Kirana mengerti bahwa dia masih memikirkan Roni yang sedang bersih-bersih di sana, dan ingin mampir untuk melihatnya.

Tetapi waktu sudah berlalu cukup lama, Roni mungkin sudah tak ada lagi di sana. Bahkan dengan perjalanan memutar yang lebi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 230

    Selir Kartika sampai kehilangan kata-kata.Dia benar-benar tertekan.Kaisar benar-benar brengsek. Bagaimana mungkin dia berhutang padanya untuk hal seperti ini?Apakah dia bisa menebusnya hanya karena dia berkata begitu?Apakah dia seharusnya mencatat hutangnya dan terus-menerus menagihnya?Dia merasa tak rela dan bangkit dari ranjangnya, lalu mengeluh getir, “Sudah larut malam. Apa urusan yang mendesak itu? Atau apakah Yang Mulia nggak suka hamba?”“Nggak, jangan terlalu dipikirkan. Aku punya sesuatu yang penting untuk dilakukan.”Kaisar mengambil jubah bulu rubahnya dari gantungan, mengibaskannya, dan menyelimuti tubuhnya, lalu berjalan keluar tanpa menoleh ke belakang.Angin meniup ujung jubahnya saat dia berjalan, meninggalkan aroma parfum yang samar di ruangan itu.Selir Kartika duduk dengan perasaan sedih di tempat tidur, memperhatikan sosok tinggi tegap itu menghilang dari pandangannya dengan tatapan kesal. Seorang putra langit, Kaisar yang begitu muda dan tampan, siapa yang bi

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 229

    Dagu Lyra dicubit begitu keras oleh Kaisar hingga hampir menangis. Bagaimana mungkin dia bisa tersenyum?Tetapi jika dia tidak tersenyum, Kaisar tidak akan melepaskannya, dan bersikeras ingin melihatnya tersenyum.Dia menatapnya, air mata menggenang di pelupuk matanya, lalu mencoba tersenyum padanya.Cahaya lilin di ruangan itu berkelap-kelip menembus air matanya, cahaya kuningnya yang hangat menyinari wajahnya yang pucat. Senyumnya bagaikan bunga liar yang bergetar diterpa angin dan hujan yang dingin.Air mata yang jatuh dari matanya bagaikan tetesan hujan yang menghantam bunga-bunga rapuh, membuat hati bergetar dan tak mampu menahan rasa iba.Namun hati Kaisar sekeras besi. Dia menatap air mata yang mengalir di pipinya dengan tatapan dingin, tak tergoyahkan, dan tanpa sedikit pun rasa iba di sorot matanya.Dia teringat senyum yang tanpa sadar terpancar dari wajahnya sebelum dia meninggalkan istana, ketika dia mendengar para dayang istana mengucapkan harapan agar dia menikah dengan pr

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 228

    "Suruh dia merapikan ranjangnya," kata Kaisar pelan. "Itu keahliannya.""Tapi ranjangnya sudah rapih," Selir Kartika tampak malu."Kalau begitu, rapikan lagi," kata Kaisar. "Ranjang yang dia siapkan sangat nyaman untuk tidur. Dulu kau tak bisa menikmatinya. Sekarang kau adalah kepala istananya, kau bisa memintanya untuk melayanimu. Coba saja rasakan malam ini. Kalau kau suka, biar dia yang menyiapkannya setiap hari."Selir Kartika hanya bisa terkekeh datar. "Kalau begitu, aku akan merepotkanmu, Selir Lyra."Lyra menundukkan kepalanya dan berkata dengan hormat, "Sudah menjadi tugas hamba untuk melayani Yang Mulia dan Nyonya."Mereka bertiga memasuki kamar tidur. Kaisar duduk di dipan di bawah jendela, menatap dingin saat Lyra melepas seprai dan selimut yang sudah tertata dan memasangnya satu per satu.Dia lebih kurus daripada beberapa hari terakhir, punggungnya kini terlihat tipis, seperti selembar kertas yang bisa tertiup angin kapan saja. Gerakannya tetap terampil dan anggun seperti

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 227

    Lyra buru-buru berhenti, mengira Kaisar telah berubah pikiran dan ingin menemuinya.Sesaat kemudian, dia mendengar kasim junior itu berkata, "Walaupun Yang Mulia nggak mau menemui Anda, beliau juga nggak memerintahkan Anda pergi. Sebaiknya Anda tunggu sebentar lagi!"Dita langsung kesal dan berkata, "Apa maksudmu, Tuan? Yang Mulia bukannya nggak mau menemui nyonyaku, dan beliau sudah memilih selir lain, jadi untuk apa beliau masih memintanya menunggu? Apa kami harus menunggu di sini sampai kedinginan?"Kirana tidak suka dia bicara sembarangan, tetapi apa yang dikatakannya memang tidak salah.Kaisar sudah memilih selir lain, tetapi beliau tetap tidak mengizinkan Selir Lyra pergi. Bukankah itu namanya penghinaan?"Nyonya, apa yang harus kita lakukan?""Apa lagi yang bisa kita lakukan? Kita tunggu saja!" jawab Lyra, yang sudah lama terbiasa dengan kekejaman Kaisar, berbicara dengan tenang. Kirana terpaksa membantunya menarik tudung jubahnya di kepala Lyra dan menemaninya menunggu di teng

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 226

    Di Istana Langit Emas, Kaisar juga sedang menikmati makan malam. Ketika seorang pelayan istana melaporkan bahwa Selir Lyra telah meminta audiensi di luar Gerbang Surgawi Barat, dia hanya terdiam, dengan sendok masih di tangan, lalu tanpa mendongak, dia berkata, "Nggak mau bertemu!"Toni yang berdiri di sampingnya, dengan hati-hati berkata, "Sudah malam begini. Kalau Selir Lyra ke sini sekarang, mungkin ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan kepada Anda."Kaisar mencibir.Hal penting apa yang bisa dia miliki?Kalaupun dia memilikinya, itu pasti berkaitan dengan Mario dan Roni.Jika tidak, dia mungkin tidak akan pernah berinisiatif untuk mengunjunginya sampai ajal menjemput.Dia pernah bertindak bodoh sebelumnya, selalu terburu-buru menemuinya.Mulai sekarang, dia tidak akan pernah melakukannya lagi. Dia ingin menunjukkan kepadanya konsekuensi dari menentang Kaisar di Kompleks Istana.Melihatnya tetap diam, Toni kembali berkata setelah beberapa saat, "Dingin sekali di luar. Ka

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 225

    Saat itu, waktu makan malam telah tiba. Ketika mereka bertiga meninggalkan kediamannya, langit telah menggelap, seolah tertutup selubung abu-abu, meredupkan cahaya yang tadinya terang.Para selir dari enam istana barat sedang menikmati makan malam mereka. Para dayang dan kasim berlarian ke sana kemari, menyajikan makanan dan menyiapkan air panas untuk mandi majikan mereka setelah makan malam. Mereka tak terhindarkan bertemu dengan mereka yang sedang repot hilir mudik.Lyra berkata dia tak ingin terlihat oleh siapa pun dan tak ingin menggunakan jalan utama di tengah-tengah enam istana barat. Dia menuju ke arah barat, lalu belok ke selatan, mengambil koridor di sebelah barat Istana Bugenvil.Aula Permata Zika berada tepat di sebelah barat koridor itu. Kirana mengerti bahwa dia masih memikirkan Roni yang sedang bersih-bersih di sana, dan ingin mampir untuk melihatnya.Tetapi waktu sudah berlalu cukup lama, Roni mungkin sudah tak ada lagi di sana. Bahkan dengan perjalanan memutar yang lebi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status