Share

Bab 7

Author: Viona
Lyra bergegas kembali ke Istana Langit Emas dan melihat bahwa Kaisar sudah tidak ada di sana.

Kasim yang berjaga memberi tahu dia bahwa Ibu Suri terserang flu dan Kaisar pergi ke Istana Krisan Putih untuk menjenguknya.

Lyra diam-diam bersyukur dalam hatinya.

Setelah mencoba bersembunyi dari Kaisar beberapa kali, dia akhirnya berhasil hari ini. Apa Dewa Pohon Kesemek yang membantunya?

Dia berharap Dewa Pohon Kesemek dapat melindungi dirinya dan semuanya dapat berjalan lancar sampai waktunya dia meninggalkan istana.

Di Istana Krisan Putih, Ibu Suri sedang bersandar di dipan dan berbicara dengan Kaisar.

"Aku cuma masuk angin karena berdiri di koridor untuk melihat salju. Aku hanya perlu minum segelas air jahe. Yang Mulia nggak perlu repot-repot datang ke sini di tengah lebatnya salju. Kalau Yang Mulia masuk angin, urusan pemerintahan bisa terhambat."

Kaisar memegang gelas obat di satu tangan dan mengaduknya perlahan dengan sendok di tangan lainnya, lalu berkata, "Jangan khawatir, Ibunda, aku nggak akan mudah jatuh sakit. Bahkan kalaupun aku sakit, masih ada Dewan Menteri dan pejabat yang akan membantuku mengurus pemerintahan."

Sorot mata Ibu Suri tampak berbinar, lalu dia berdeham dua kali dan berkata, "Ngomong-ngomong soal pejabat, kudengar Tuan Roni pergi ke Istana Langit Emas larut malam. Apa ada sesuatu yang penting?"

Kaisar menyipitkan matanya dan menyerahkan gelas obat di tangannya, "Sudah nggak panas, silakan Ibunda minum obatnya."

Ibu Suri mengambil obat itu dan meminumnya sampai habis.

Kaisar segera mengambil manisan buah dari kotak permen yang dibawa oleh dayang istana dan memasukkannya ke mulutnya.

Dia memakan manisan buah itu, tetapi tidak bisa membedakan apakah itu pahit atau manis.

Setelah Kaisar naik tahta, para selir yang memiliki putra dikirim untuk menjaga makam kaisar terdahulu.

Sementara Selir Teri, yang telah membunuh ibu kandung Kaisar, dikubur hidup-hidup bersama mendiang kaisar.

Hanya dia, Permaisuri dari kaisar terdahulu yang telah membesarkan Alvaren dan saudara kembarnya, yang kini mendapat penghormatan oleh Kaisar Alvaren seperti ibunya sendiri.

Semua orang mengatakan bahwa Kaisar sangat berbakti karena mampu melakukan hal itu.

Tapi hanya dia yang tahu dalam hatinya bahwa rasa hormat Kaisar kepadanya hanyalah sebuah akting semata.

Kabarnya, keluarga kerajaan itu kejam dan tidak setia. Tapi Kaisar yang sudah membunuh orang tak terhitung jumlahnya untuk naik tahta ini, bukan hanya kejam, tetapi juga tidak berperasaan.

"Wanita di istana tidak diizinkan ikut campur dalam urusan politik. Aku sudah bicara terlalu banyak." Ibu Suri mengambil inisiatif untuk mengakui kesalahannya.

"Nggak kok. Ibunda hanya sedang khawatirkan aku." Kaisar berdiri dan lanjut berkata, "Setelah minum obatnya, Ibunda bisa istirahat. Aku akan datang menemui Ibunda lagi nanti malam."

Ibu Suri berkata, "Lakukan saja urusanmu. Kalau Yang Mulia sibuk, nggak perlu memaksakan untuk datang."

Kaisar tidak berkomentar apa pun, dia membungkuk sedikit, berbalik dan melangkah pergi.

Para dayang di ruangan itu begitu takut hingga mereka menahan napas.

Setelah dia pergi, Dayang Yuri Marena yang berdiri di samping Ibu Suri berbisik, "Bukannya Ibu Suri ingin bertanya tentang Lyra? Kenapa Anda nggak jadi bilang apa pun?"

Ibu Suri menghela napas dan menjawab, "Aku mau bertanya, tapi sorot mata Yang Mulia sangat menakutkan. Kalau ternyata dia belum memiliki niat apa-apa, pertanyaanku malah buat dia mau melakukannya. Nantinya kita malah rugi."

"Benar juga." Yuri lanjut berkata, "Yang Mulia memiliki temperamen yang unik dan suka menentang keinginan orang lain. Lagipula, Anda bukan ibu kandungnya, jadi mana bisa mengaturnya."

Ibu Suri melambaikan tangannya, "Sudah, jangan banyak bicara. Mata-mata Roni ada di seluruh bagian istana. Siapa yang bisa jamin kalau nggak ada mata-matanya di sekitar kita? Kalau ucapan ini sampai ke telinga Yang Mulia, dia mungkin nggak akan menunjukkan belas kasihan kepada kita."

Yuri segera merasa ketakutan dan terdiam.

Pada akhirnya, semua itu karena Lyra terlalu menonjol. Tidak ada satu pun dari 12 selir yang dapat menandinginya.

Selama dia masih berada di istana, para selir akan terus merasa khawatir, takut bahwa suatu hari dia akan disukai oleh Kaisar dan akhirnya akan menekan mereka semua.

Oleh karena itu, para selir di setiap istana diam-diam menghitung hari dan menantikan saat dia akan meninggalkan istana. Mereka bahkan lebih khawatir daripada Lyra sendiri.

Dengan hanya tiga hari tersisa, semua orang sudah merasa akan segera terbebas. Tetapi siapa yang sangka kalau Kaisar akan tiba-tiba tertarik padanya.

Ketika berita itu sampai ke seluruh telinga para selir, mereka langsung merasa kecewa.

Untungnya, Selir Sienna muncul tepat waktu di malam itu. Kalau tidak, semuanya mungkin sudah terlambat.

Kabarnya semalam Kaisar mau bersama lagi dengannya, tetapi untungnya ada Tuan Roni yang datang.

Tetapi dia tidak mungkin seberuntung itu setiap saat, dan tidak ada yang berani menjamin apa yang akan terjadi dalam dua hari berikutnya.

Selama 5 tahun sejak Kaisar naik tahta, dia tidak pernah mengangkat seorang permaisuri, jadi para selir saling bersaing diam-diam untuk mendapatkan posisi itu. Tapi sekarang, karena adanya Lyra, mereka justru bersatu dan secara kolektif meminta bantuan Ibu Suri.

Ibu Suri pun terpaksa berpura-pura sakit demi memancing agar Kaisar datang, berniat untuk memberikan nasihat padanya, tetapi dia malah ketakutan sendiri hingga tidak berani mengatakan sepatah kata pun.

Namun, gadis itu telah melayani Kaisar secara langsung selama lima tahun ini. Jika Kaisar benar-benar tertarik padanya, mengapa dia harus menahannya sampai hari ini?

Sepertinya tidak masuk akal kalau Kaisar tidak menyukainya selama ini, tapi saat wanita itu akan meninggalkan istana, dia mulai menyesal.

Yuri menggelengkan kepalanya dan menghela napas, memberi isyarat kepada seorang kasim junior, dan berbisik, "Pergilah ke Istana Anggrek dan beri tahu Selir Yuna Aksa bahwa Ibu Suri nggak bisa bantu, mereka harus cari cara sendiri."

Sebenarnya, Ibu Suri pernah membantu mereka.

Lima tahun lalu, Ibu Suri yang mengusulkan agar Lyra menjadi dayang yang bertanggung jawab atas kamar tidur Kaisar.

Ibu Suri tahu Kaisar tidak akan menyentuh dayang di sekitarnya, karena dia memiliki rasa trauma dan membenci para dayang yang bertanggung jawab atas kamar tidur. Jadi, dia sudah pernah mengambil resiko besar.

Fakta telah membuktikan bahwa Ibu Suri membuat keputusan yang tepat. Tempat yang paling berbahaya justru adalah yang paling aman. Menempatkan Lyra di sisi Kaisar tidak hanya memberi Kaisar kesempatan untuk melampiaskan amarahnya, tetapi juga tetap dapat menjaga keperawanan Lyra.

Hanya tersisa kurang dari dua hari lagi. Mengenai apa keperawanan Lyra dapat dipertahankan atau tidak, semua tergantung pada selir-selir itu.

Sementara itu, Lyra tidak tahu nasibnya menjadi perhatian seluruh istana. Setelah membersihkan kamar tidur Kaisar, dia langsung meninggalkan Istana Langit Emas sesegera mungkin. Di satu sisi, dia senang karena bisa lolos dari masalah, namun dia juga terus berdoa kepada Dewa Pohon Kesemek agar terus memberkatinya.

Begitu dia keluar dari pintu sisi barat, dia langsung bertemu dengan kasim Istana Anggrek.

Kasim itu memberi hormat dan memanggilnya dengan hidung kemerahan, "Lyra, Selir Yuna ingin bertemu denganmu. Kamu cepatlah pergi ke Istana Anggrek."

Lyra terkejut dan memberi isyarat bertanya ada apa?

Kasim junior itu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku hanya disuruh untuk sampaikan pesan. Aku nggak berani bertanya macam-macam."

Lyra tahu dia tidak bisa melarikan diri, jadi dia harus pergi ke Istana Anggrek bersamanya.

Saat ini Kaisar keluar dari Istana Krisan Putih dan langsung kembali ke Istana Langit Emas. Dia pun pergi ke ruang baca untuk memeriksa dokumen.

Dia sibuk sampai tengah hari. Setelah makan siang, dia kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Beberapa dayang istana yang bertugas di kamar tidur sedang menunggu di luar pintu istana setelah merapikan ruangan. Kaisar melihat mereka dan tidak menemukan sosok yang dikenalnya.

"Di mana dia?" tanyanya sambil mengerutkan kening.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 130

    Kaisar merasakan tangan kecil di telapak tangannya menegang sejenak, seolah ingin menariknya keluar, tetapi dia terlalu malu untuk benar-benar menariknya keluar.Sepertinya Lyra masih menolaknya.Namun, ini hal yang wajar.Setelah kejadian sebelumnya, dia tidak berharap Lyra akan langsung menerimanya sepenuh hati.Damian berkata bahwa dia harus bersabar.Lagipula, dia punya banyak waktu, jadi dia tidak keberatan menunggu sedikit lebih lama.Memikirkan hal itu, dia berkata dengan lembut, "Aku hanya khawatir kau akan kedinginan, jadi aku memintamu untuk kembali dan beristirahat lebih awal. Jangan khawatir, kita akan tetap tidur terpisah."Lyra benar-benar merasa terkejut. Sejak bertemu Kaisar, dia tidak pernah sebaik ini.Namun, siapa yang peduli? Selama dia tidak dipaksa tidur dengannya, tidak ada masalah.Mari kita lalui malam ini saja dulu.Dia mengikuti Kaisar ke kamar dengan patuh, membantunya mandi dan berganti pakaian, lalu berbaring di tempat tidur Kaisar.Kaisar belum mengantuk

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 129

    Kaisar lanjut berkata, "Kalau ibumu bersedia meninggalkan Keluarga Serena, aku akan mengambil keputusan untuknya. Jika dia nggak mau, aku akan meminta Toni memperingatkan semua orang di keluarga itu untuk nggak menindasnya. Bagaimana kalau begitu? " Lyra sebenarnya ingin membujuknya, tetapi sebelum dia melakukan apa pun, Kaisar malah berinisiatif untuk menenangkannya dan berbicara dengan lembut kepadanya. Sebagai seorang Kaisar, dia tidak bisa meminta lebih banyak untuk seorang selir menteri. Lyra hanya bisa mengangguk dan berterima kasih padanya. Kaisar sangat senang karena dia berperilaku baik dan patuh, dan amarahnya pun mereda. Begitu amarahnya mereda, dia merasa lapar, lalu berteriak ke luar untuk memberi tahu Damian agar menyiapkan makan malam. "Aku belum makan seharian." Dia mengusap perutnya dan berkata, "Kamu pasti juga lapar, tunggu sebentar untuk temani aku makan, lalu tidurlah yang nyenyak. Setelah pertemuan besok pagi, aku akan menyuruh Toni pergi ke rumahmu." Lyra m

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 128

    Lyra menarik napas dalam-dalam, mengatur ekspresinya, dan melangkah maju dengan hormat sambil menundukkan kepala. Dia berlutut dan bersujud tiga langkah darinya.Kaisar tidak menyangka Lyra akan datang. Jantungnya berdebar kencang. Mata elangnya menatap Lyra dari atas ke bawah.Setelah beberapa saat, dia mendengus dan berkata, "Bukannya kau nggak mau berurusan denganku lagi? Kenapa kau ke sini lagi?"Sebelum Lyra bergerak, Damian tersenyum dan mengambil kesempatan, lalu berkata, "Hamba sudah memberi tahu bahwa Yang Mulia sudah menghukum Bangsawan Andrian. Oleh karena itu, Lyra datang untuk berterima kasih kepada Yang Mulia.""Benarkah?" Kaisar sama sekali tidak mempercayainya. Dia mengubah posisinya, menekuk satu kaki, dan meletakkan lengan di atasnya. Jari-jemarinya yang ramping dengan santai memainkan untaian manik-manik cendana merah. Terakhir kali dia memberikan untaian manik doa miliknya kepada Damian, dia lalu menggantinya dengan untaian manik-manik cendana merah dan baru menggu

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 127

    Lyra sedikit terkejut, lalu mencibirnya.Dia berkata tidak akan masalah membunuhnya, tetapi pada akhirnya dia hanya dilucuti gelarnya.Meskipun pencabutan gelarnya memang merupakan hukuman yang sangat berat bagi Bangsawan Andrian, apa itu bisa menebus penderitaan ibunya?Gelarnya dicabut, tetapi dia tetap bisa hidup mewah, tetapi ibunya sudah kehilangan satu jarinya.Ibunya telah menunggu putrinya kembali selama lima tahun ini, tetapi sekarang dia malah mengalami penderitaan seperti itu.Bagaimana dengan rasa sakit di hati ibunya?Ibunya yang malang pasti sedang menangis saat ini, ‘kan?Mungkin Bangsawan Andrian marah dan terhina karena pencabutan gelarnya, dan dia akan kembali melampiaskan amarahnya kepada ibunya lagi.Sedangkan, istri pertama dan para selir lainnya dalam keluarga, entah bagaimana mereka akan mempermalukan dan menyiksa ibunya.Kaisar memperlakukan Bangsawan Andrian dengan begitu santai, seharusnya itu karena dia masih berguna baginya, dan mustahil baginya untuk membun

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 126

    Ternyata Fiona yang masuk membawa nampan berisi teh dan camilan."Lyra, Kaisar khawatir kamu akan lapar, jadi memintaku membawakan teh dan camilan untukmu." Sambil berbicara, dia meletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidur.Lyra tidak berkata apa-apa, menatapnya dengan mata merah.Fiona melirik ke luar dan berkata dengan keras, "Cepat makan, jangan sampai kamu lapar."Setelah itu, dia segera menarik tangan Lyra dan memasukkan bola kertas kecil ke tangannya.Lyra tertegun, dan sebelum dia sempat bertanya lebih lanjut, Fiona sudah melangkah pergi, "Lyra, cepat makan, aku akan datang lagi untuk membersihkannya nanti."Ucapnya sambil menutup pintu dan pergi.Lyra menggenggam bola kertas itu erat-erat, jantungnya berdebar kencang, dia berlari ke balik pintu, menyandarkan punggungnya ke pintu, dan membuka bola kertas itu dengan tangan gemetar.Hanya ada empat huruf dengan goresan tegas dan penuh semangat, [Hatiku setegar batu karang!] Tenggorokan Lyra tercekat, dan air matanya p

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 125

    Bangsawan Andrian akhirnya menyadari bahwa dia bukan hanya gagal mendapat untung, tetapi juga sudah membuat Kaisar marah. Dia segera bangkit dan bersujud memohon belas kasihan, "Yang Mulia, mohon ampuni hamba. Hamba bingung dan salah memahami kehendak Yang Mulia. Hamba bersalah. Mohon maafkan hamba, Yang Mulia!""Memaafkanmu?" Kaisar mencibir, "Kalau aku memaafkanmu, bukannya itu berarti aku membiarkanmu berbuat sewenang-wenang? Melindungi kejahatanmu? Apa menurutmu ini adil untuk Lyra dan ibunya?"Bangsawan Andrian tertegun dan berkata dengan was-was, "Ibunya hanyalah seorang selir, dan dia juga...""Kau masih berani berdalih?" Kaisar berkata dengan marah, "Sepertinya kau nggak menyesal sama sekali dan nggak sadar sama kesalahanmu. Pengakuanmu ini jelas tak tulus!""Nggak, bukan begitu Yang Mulia. Hamba benar-benar menyesal dari lubuk hati. Hamba sadar kalau hamba salah. Mohon maafkan hamba, Yang Mulia." Bangsawan Andrian berulang kali meminta maaf dan menoleh memanggil Lyra, "Anak b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status