Share

Bab 8

Author: Viona
Kalimat ini cuma stengah, tetapi Raka tetap menjawabnya dengan segera, "Yang Mulia, Lyra sedang dipanggil oleh Selir Yuna."

Kaisar sedikit mengernyit. Raka mengira Kaisar akan bertanya mengapa Lyra dipanggil oleh Selir Yuna, tetapi dia tiba-tiba berubah menjadi dingin dan menatapnya tajam seperti pisau, lalu berkata, "Kapan aku bilang mau cari dia?"

Raka sangat ketakutan hingga kakinya menjadi lemas. Dia langsung berlutut di lantai sambil berkata, "Ampun, Yang Mulia. Hamba sudah lancang. Hamba pantas mati."

Toni melangkah maju dan menendangnya sambil berkata, "Dasar nggak berguna. Berani sekali kau menebak isi hati Yang Mulia. Kau nggak ingat apa yang sudah aku ajarkan padamu?"

"Guru, aku salah. Aku nggak akan berani mengulanginya lagi."

Kaisar menatap guru dan murid itu yang seperti sedang bermain sandiwara dengan tatapan dingin. Dia lalu melangkah masuk ke kamar dengan perasaan jengkel yang tidak dapat dijelaskan.

Dia tidak menyebutkan nama siapa pun, tetapi mengapa semua orang tampaknya tahu siapa yang dia maksud?

Melihat Kaisar tidak mengatakan akan menghukum Raka, Toni segera menendangnya lagi dan berkata, "Kenapa diam saja? Cepat masuk dan layani Yang Mulia!"

Raka pun tersadar, dia segera bangkit, dan mengikuti Kaisar masuk dengan punggung membungkuk.

Tanpa diduga, begitu dia masuk, Kaisar tiba-tiba berbalik dan berjalan keluar.

Raka sangat terkejut dan cepat-cepat melangkah mundur, lupa bahwa ada ambang pintu di belakangnya. Akibatnya, dia tersandung dan jatuh terjerembab ke belakang. Dia pun berteriak kesakitan.

Semua dayang istana sontak menundukkan kepala sambil menahan tawa.

Toni tak tahan melihatnya, menutup matanya dengan satu tangan dan menggosok-gosokkannya dengan frustrasi.

"Dasar nggak berguna!" Kaisar mengumpat dan melangkahi melewatinya, "Kita pergi ke Istana Anggrek!"

Toni tertegun sejenak. Dia tidak memedulikan Raka yang terjatuh dan langsung mengibaskan tongkatnya dan berteriak lantang, "Kita pergi ke Istana Anggrek!"

Di Istana Anggrek, Selir Yuna sedang melukis bunga persik di depan jendela ruangan yang hangat. Saat ini, seorang kasim junior berlari masuk dengan napas terengah-engah dan melapor, "Selir Yuna, Yang Mulia sedang menuju kemari."

Tangan Selir Yuna sontak gemetar, setetes tinta jatuh di bagian yang tidak seharusnya, dan merusak seluruh lukisannya.

Kaisar sudah naik tahta selama lima tahun tanpa mengangkat seorang permaisuri, jadi sebagai gantinya, Selir Yuna yang selama ini mengurus istana. Semua orang bilang, selama dia mengandung keturunan Kaisar, posisi permaisuri pasti akan jadi miliknya.

Tetapi Kaisar tidak tertarik pada hubungan badan. Dia hanya datang menemuinya beberapa kali saja sepanjang tahun. Kali ini, Kaisar akhirnya datang ke istananya, namun sepertinya itu bukan untuk bertemu dengannya.

Pemanas lantai di istana menyala dengan kuat, dan jendela ruangan yang hangat itu dibuka sedikit untuk sirkulasi udara.

Melalui jendela, dia melihat sosok kurus yang sedang berlutut di atas salju. Dia benar-benar tidak paham atas sikap Kaisar terhadap putri ketiga Keluarga Bangsawan Serena itu.

Jika Kaisar menyukainya, kenapa dia tidak menyentuhnya selama lima tahun ini?

Tapi jika Kaisar tidak menyukainya, kenapa dia panik sekali saat ada orang lain yang menyentuh Lyra?

Demi menstabilkan pemerintahan, Kaisar menikahi banyak selir sejak naik tahta.

Para selir ini biasanya bersaing baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, namun dia tidak pernah membela selir mana pun yang menderita kekalahan.

Tapi sekarang dia malah rela datang ke sini di tengah angin dan salju hanya untuk seorang dayang yang akan segera meninggalkan istana.

Apa maksudnya sebenarnya?

Selir Yuna meletakkan kuasnya, merapikan pakaian dan rambutnya, dan membawa para pelayan keluar untuk menyambut kedatangan Kaisar.

Begitu dia melangkah keluar dari pintu istana, tandu Kaisar sudah tiba.

Para kasim pembawa tandu langsung membawanya sampai ke depan teras. Kaisar pun turun dari tandu dengan dibantu Toni. Selir Yuna segera menghampirinya dan membungkuk memberi salam, "Yang Mulia, bukankah sekarang waktunya tidur siang? Kenapa Yang Mulia bisa datang kemari?"

"Aku memang ingin tidur siang, tapi dayang yang merapikan ranjangku menghilang."

Kaisar Alvaren sama sekali tidak bermaksud bertele-tele. Tatapan matanya yang tajam langsung tertuju pada Lyra yang sedang berlutut di salju.

Salju telah lama berhenti, tetapi anginnya masih bertiup sangat kencang. Dia tampak berlutut di bawah pohon apel yang tidak berdaun. Ketika angin bertiup, salju di dahan-dahan pohon itu jatuh menimpa seluruh tubuhnya.

Dia saat itu masih mengenakan jubah setengah usang yang dikenakannya saat membuat permohonan tadi pagi. Jubah itu awalnya memang sudah berwarna putih, tapi kini ia tampak semakin putih karena salju. Dia diam tidak bergerak, seolah-olah seseorang telah membuat manusia salju di bawah pohon itu.

"Pantas saja nggak ketemu, ternyata dia lari ke tempat Selir Yuna untuk dijadikan sebagai pajangan," ejek Kaisar sambil memutar cincin giok di ibu jarinya, nadanya penuh sindiran, entah siapa yang diejeknya.

Selir Yuna berpura-pura bodoh dan bersikap manja, lalu berkata, "Bukannya Yang Mulia datang ke sini khusus untuk menemuiku?"

Kaisar tidak menanggapinya dan bertanya langsung, "Apa kesalahannya?"

Sikap manja Selir Yuna yang sudah setengah jalan itu pun tidak jadi diteruskan, dan senyum kaku nampak di wajahnya. Dia berkata, "Bukan masalah besar. Sekelompok dayang istana akan meninggalkan istana besok lusa. Menurut tradisi, mereka harus bersujud kepada permaisuri dan mendengarkan nasihatnya. Tetapi karena nggak ada permaisuri di istana, jadi Ibu Suri menyerahkan masalah ini kepadaku."

Kaisar berkata, "Aku sudah tahu itu, kamu nggak perlu menjelaskannya lebih lanjut."

Selir Yuna langsung tersedak dan merasa sangat sedih.

Bagaimanapun, dia adalah selir dengan pangkat tertinggi di istana. Dia telah mengelola istana untuk sang Kaisar selama beberapa tahun terakhir. Walaupun dia tidak punya banyak jasa, tetapi dia sudah berusaha dan bekerja keras. Tapi sekarang, Kaisar bahkan tidak mau mendengarkan sepatah kata pun darinya.

Bagaimana mungkin dia tidak merasa kecewa dengan perlakuan suaminya yang seperti ini?

"Karena Lyra juga ada dalam daftar orang yang akan meninggalkan istana, jadi dia datang bersama yang lain untuk bersujud, tetapi dia ceroboh dan nggak sengaja menabrak dayang yang menyajikan teh dan memecahkan cangkirnya."

"Cangkir teh itu diberikan oleh Yang Mulia pada hari ulang tahun tahun lalu. Aku sangat menyukainya, tetapi sekarang sudah pecah. Menurut Yang Mulia, apakah dia pantas dihukum? Jika bukan karena dia sudah mau meninggalkan istana, aku pasti sudah memukulnya dengan tongkat."

Selir Yuna berbicara dalam satu tarikan napas dan dengan hati-hati menatap wajah Kaisar.

Sayangnya, Kaisar tidak menunjukkan emosi apa pun di wajahnya, dan dia pun tidak bermaksud untuk mengurus masalah sepele seperti itu. Dia hanya memberi isyarat kepada Raka, "Bawa dia ke sini."

Raka menerima perintah dan berjalan cepat menuju ke arah Lyra. Sebelum dia sampai ke sana, Lyra tiba-tiba limbung dan jatuh tertelungkup ke salju.

"Ya Tuhan!" seru Raka sambil buru-buru berlari ke arahnya.

Semua orang di koridor ikut merasa cemas.

Kaisar masih tidak menunjukkan ekspresi apa pun di wajahnya, tetapi tangannya diam-diam terkepal di dalam lengan bajunya.

"Yang Mulia, Lyra membeku!" teriak Raka dengan suara lantang.

Kaisar langsung menatap Selir Yuna dengan tajam.

Selir Yuna ketakutan dan berkata, "Dia belum lama berlutut. Aku nggak tahu kalau tubuhnya begitu lemah."

Kaisar pun tersenyum menyeringai.

Selir Yuna saat ini baru menyadari bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang salah, jadi dia buru-buru memerintahkan dayang-dayangnya, "Kenapa kalian masih diam saja? Cepat bawa orang itu ke ruang hangat. Kau, cepat panggil tabib istana. Kau pergi dan rebus air panas. Cepat! Ini menyangkut nyawa orang..."

Beberapa dayang sibuk di bawah komandonya, dan Lyra segera dibawa ke ruang hangat.

Selir Yuna lalu tersenyum membujuk Kaisar, "Kalau Yang Mulia khawatir, silakan masuk untuk melihat keadaannya!"

Kaisar awalnya memang berencana untuk masuk, tetapi karena Selir Yuna sudah bicara seperti itu, dia pun membatalkan niatnya.

Dia adalah seorang Kaisar, mengapa dia harus khawatirkan seorang dayang istana?

"Aku nggak ada waktu." Dia lalu memberi perintah pada Raka, "Kau tunggu di sini, jika orang itu sadar, bawa dia kembali untuk bertugas. Tapi kalau dia meninggal, kembalikan jasadnya ke Keluarga Serena."

Raka pun membungkuk sebagai tanggapan.

Selir Yuna lalu berkata dengan gembira, "Jadi, Yang Mulia nggak menyalahkanku? Terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia. Sampai jumpa lagi, Yang Mulia."

Kaisar sebenarnya tidak ingin langsung pergi, tetapi karena dia sudah bilang sampai jumpa, Kaisar pun akhirnya naik ke tandu dan kembali ke istana.

"Apa Kasim Raka ingin masuk dan duduk?" Setelah Selir Yuna melihat Kaisar dan rombongannya berjalan pergi, dia lalu berbalik dan bertanya kepada Raka sambil tersenyum.

Raka segera menolaknya, "Tubuh hamba penuh dengan salju, takutnya akan mengotori istana. Hamba tunggu di luar saja."

"Baiklah, kalau gitu aku masuk dulu. Kalau orang itu sadar nanti, aku akan minta seseorang memberitahumu."

Tirai pintu dari kain wol tebal pun dibuka dan ditutup lagi, menghalangi Raka dan angin dingin di luar.

Selir Yuna melangkah masuk dan langsung menuju ke kamar hangat.

Lyra yang tengah berbaring di ranjang mendengar kedatangannya. Dia menahan rasa sakit di lututnya, lalu bangkit perlahan dan berlutut di lantai untuk memberi hormat.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 475

    Lyra lanjut berkata, "Setelah beberapa saat, ayah dan saudara mereka mungkin akan membenturkan kepala ke tiang dan berjasa sesuatu, lalu mereka akan dipromosikan lagi ke posisi saat ini. Apa yang perlu ditakutkan?"Kirana tiba-tiba mengerti. Mendengar Lyra bercerita tentang pejabat yang membenturkan kepala ke pilar atau semacamnya, dia merasa geli sekaligus tak berdaya. "Hamba masih ada yang nggak mengerti. Bukannya Yang Mulia sudah makan salah satu permen itu? Apa Selir Minda nggak takut mencelakai Kaisar?""Gadis bodoh," Damian mengambil alih. "Mana mungkin semua permen di kantong itu diberi racun? Bisa jadi cuma itu yang bermasalah, dan sudah diberi tanda khusus. Kalau nggak, Putri Andita juga bisa ikut terluka?""Begitu ya."Semakin Kirana bertanya, semakin khawatir dirinya. Dia tidak lagi peduli dengan cara Damian memanggilnya tadi. "Kalau Selir Minda beneran punya niat jahat begitu, dia sangat mengerikan ya.""Seorang ibu yang tega menggunakan putrinya sendiri sebagai bagian dari

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 474

    Sebenarnya Lyra ragu dengan permen itu. Tetapi setelah mendengar pertanyaan Selir Rinda, dia tidak langsung menjawab. Sebaliknya, Lyra bertanya, "Apa Nyonya curiga sesuatu? Putri Andita itu nyawa Selir Minda. Mana mungkin dia rela mempertaruhkan nyawa putrinya sendiri?"Selir Rinda tertawa lagi, "Kau lupa ya. Demi mengeluarkanmu dari istana, dia bahkan tega membuat putrinya kelaparan seharian!"Ekspresi Lyra sedikit berubah, dia mengepalkan cangkir tehnya, lalu berkata, "Tapi Selir Minda makan sendiri permen itu. Kalau ada masalah, mana mungkin dia berani memakannya?""Memangnya dia bisa nggak memakannya?" Selir Rinda tersenyum. "Kalau nggak, dia harus memberikannya pada Yang Mulia. Walaupun Yang Mulia menolak, dia nggak akan berani membuangnya begitu saja. Satu-satunya cara paling aman, ya dia makan sendiri."Lyra tiba-tiba tersadar, "Nyonya, Anda benar. Tapi karena dia berani memakannya sendiri, kalaupun ada masalah, itu pasti nggak berbahaya, kan?"Selir Rinda berkata dengan sungguh

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 473

    Apa maksud Lyra dengan anak Kaisar?Apakah anak itu hanya miliknya?Lyra sudah setuju untuk melahirkan anak itu, jadi mengapa hatinya masih begitu keras?Anak itu sudah berada di dalam perutnya begitu lama, tetapi kenapa belum membangkitkan sedikit pun naluri keibuan dalam dirinya?Padahal Kaisar begitu khawatir kalau Lyra akan mendapat perlakuan buruk, jadi dia bergegas datang untuk membelanya.Namun, Lyra bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun terima kasih, malah mengusirnya dengan ucapannya itu.Sungguh menyebalkan!Kaisar begitu marah hingga dadanya terasa sakit, tetapi dia tidak ingin berdebat dengannya. Dia lalu berdiri, menggendong Putri Andita, dan berjalan keluar. "Andita sayang, ayah akan antar kamu pulang ya."Selir Minda bergegas mengikuti.Selir Yuna yang untungnya tidak ikut di hukum, juga bergegas mengikuti.Yang lain tidak berani berlama-lama, dan buru-buru membungkuk kepada Lyra untuk pamit. Tak lama kemudian, hanya Selir Rinda dan Selir Maura yang tersisa di aula.

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 472

    Bagaimana mungkin Selir Yuna tidak tahu kalau Kaisar sedang melindungi Damian?Dia tahu, tetapi apa yang bisa dia lakukan menghadapi Kaisar yang sudah memutuskan seperti itu?Selama Kaisar tidak balik menghukumnya, dia akan merasa puas.Melihatnya terdiam, Kaisar menoleh ke arah Damian yang berlutut di lantai. Dia berkata, "Baguslah kau setia pada Nyonyamu, tapi kau juga harus tahu batasanmu. Kau perlu memperbaiki beberapa kebiasaan burukmu dan berhenti bicara sembarangan. Setiap selir di istana juga majikanmu. Kalau kau menyinggung salah satu dari mereka, kau akan dihukum berat. Mengerti?"Semua orang berpikir, Kaisar selama ini tidak pernah memberi ceramah kepada pelayan. Dia akan langsung menyingkirkan siapa pun yang tidak disukainya, tetapi ketika menyangkut orang-orang yang dekat dengan Lyra, dia memiliki kesabaran yang tak terbatas. Damian mengerti bahwa Kaisar hanya memaafkannya demi Lyra, jadi dia segera bersujud dengan penuh rasa terima kasih."Hamba berterima kasih atas keba

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 471

    Mata Selir Yuna terbelalak lebar. Dia berkata, "Aku ini pimpinan enam istana. Selama masih menjadi bagian dari istana para selir, semuanya berada di bawah kendaliku.""Bajingan ini sudah memalsukan dekrit Kaisar, kejahatannya nggak bisa termaafkan. Buat apa kau membela seorang pelayan yang cuma membuatmu repot saja?""Tentu saja perlu." Lyra menatapnya tajam, tanpa kompromi. "Kalau hamba nggak bisa melindunginya hari ini, hamba nggak akan bisa melindungi diri sendiri besok.""Lagian, hanya Yang Mulia yang tahu apakah dia sudah memalsukan dekrit atau nggak. Kalau memang ragu, Anda harus bertanya dulu pada Yang Mulia sebelum membuat keputusan akhir.""Memukuli seseorang sampai mati cuma karena satu pernyataan sama sekali nggak menghormati nyawa manusia."Mereka berdua menolak untuk menyerah, dan suasana menjadi tegang.Damian yang dilindungi oleh Lyra, merasakan gatal di hidungnya, dan air mata menggenang di pelupuk mata sipitnya.Setelah bertahun-tahun di istana, menanggung segala suka

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 470

    Semua orang terdiam.Selir Rinda tersenyum dan menenangkan suasana, dia berkata, "Kalau itu rahasia, siapa yang mau membaginya sama orang lain? Sudah, jangan menyusahkan Selir Lyra."Selir Kartika berkata, "Selir Rinda sopan banget. Tapi, kami juga nggak bermaksud menyusahkan Selir Lyra kok. Kami cuma mau tahu rahasia apa yang bisa membuat Yang Mulia sampai begitu.""Yang Mulia sampai mengabaikan kita, bahkan yang bikin bingung, beliau nggak tergerak oleh kecantikan eksotis Selir Maura."Selir Maura yang sedari tadi diam, langsung berubah dingin dan menjawab dengan blak-blakan, "Kenapa kau jadi bawa-bawa namaku? Aku nggak secandu kayak kalian, sampai nggak bisa hidup tanpa pria."Kalimat itu membuat suasana menjadi dingin, dan semua orang terdiam, tak bisa berkata-kata. Lyra baru saja hendak pamit meninggalkan para tamu karena merasa lelah, namun Selir Minda tiba-tiba masuk sambil menggendong Putri Andita. "Kalian sudah datang pagi-pagi sekali. Andita kepanasan jadi nggak mau keluar,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status