Share

Bab 164: Tamparan di Meja Makan

Penulis: Alexa Ayang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-09 19:51:50

Malam itu, kemegahan rumah besar keluarga Wisesa di bilangan elit Jakarta terasa menyesakkan. Langit-langit tinggi, lampu kristal gantung yang mewah, bahkan wangi karbol pembersih yang selalu semerbak, semuanya terasa terlalu formal dan berat untuk Kevin Abimanyu Wisesa yang baru saja tiba. Kondisinya acak-acakan; bajunya kotor dengan noda samar, rambutnya sedikit lepek dan tidak tertata rapi, dan wajahnya menyiratkan lelah yang mendalam, juga luka di hatinya yang baru. Kakinya yang diseret menyisakan langkah-langkah berat di lantai marmer, menandakan betapa rapuhnya ia saat ini.

Tapi sepertinya, sambutan hangat adalah kemewahan yang tidak bisa didapatnya. Begitu masuk ke ruang keluarga, Kevin langsung diserbu suasana tegang. Di sana sudah duduk Papa Gabriel, Mama Riana, dan kakaknya, Darren. Wajah mereka membeku, dengan tatapan mengarah padanya seperti laser. Gabriel menatapnya tajam dari balik kacamata bacanya, sementara Riana sesekali menunduk, seperti berusaha menahan luapan emosi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 165: Dendam Lama dan Prioritas yang Sebenarnya

    PLAK!Pipi Kevin Abimanyu Wisesa berdenyut panas, namun entah dari mana kekuatan itu datang, ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Matanya yang gelap memancarkan kemarahan, lurus menembus tatapan ayahnya, Gabriel Irawan Wisesa. Ia hanya mengatupkan rahang, mengusap pipinya sekilas dengan ibu jari yang gemetar. Mama Riana yang berdiri di ambang pintu sudah terisak-isak, memanggil namanya dengan suara parau, namun Kevin tak menoleh. Dengan punggung lurus dan kepala terangkat tinggi, Kevin berbalik. Langkah kakinya yang berat terdengar memenuhi rumah besar itu, seolah setiap jejak kakinya adalah protes bisu, meninggalkan orang tuanya tenggelam dalam amarah yang mendidih.Kepergian Kevin, bukannya meredakan suasana, justru seperti memicu bom waktu yang sedari tadi tergantung di udara."Kau lihat, Gabriel?!" teriak Riana, air mata membasahi pipinya yang memerah, nadanya meninggi dengan campuran rasa sakit dan amarah. Ia maju selangkah, menunjuk ke arah pintu yang baru saja dilewati putran

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 164: Tamparan di Meja Makan

    Malam itu, kemegahan rumah besar keluarga Wisesa di bilangan elit Jakarta terasa menyesakkan. Langit-langit tinggi, lampu kristal gantung yang mewah, bahkan wangi karbol pembersih yang selalu semerbak, semuanya terasa terlalu formal dan berat untuk Kevin Abimanyu Wisesa yang baru saja tiba. Kondisinya acak-acakan; bajunya kotor dengan noda samar, rambutnya sedikit lepek dan tidak tertata rapi, dan wajahnya menyiratkan lelah yang mendalam, juga luka di hatinya yang baru. Kakinya yang diseret menyisakan langkah-langkah berat di lantai marmer, menandakan betapa rapuhnya ia saat ini.Tapi sepertinya, sambutan hangat adalah kemewahan yang tidak bisa didapatnya. Begitu masuk ke ruang keluarga, Kevin langsung diserbu suasana tegang. Di sana sudah duduk Papa Gabriel, Mama Riana, dan kakaknya, Darren. Wajah mereka membeku, dengan tatapan mengarah padanya seperti laser. Gabriel menatapnya tajam dari balik kacamata bacanya, sementara Riana sesekali menunduk, seperti berusaha menahan luapan emosi

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 163: Duo Tornado yang Licik

    Udara di Cirebon seakan ikut-ikutan mendidih. Dr. Surya Baskara Hardiwan meninggalkan pertemuan di rumah dinas Lidya bukan cuma dengan kesal, tapi dengan amarah yang benar-benar membara, membakar habis kesabaran dan harga dirinya. Hatinya hancur, terbagi antara rasa dikhianati dan dihina di depan mata. Jakarta? Bukan sekarang tujuannya. Kaki jenjangnya malah melangkah, atau lebih tepatnya menggerus aspal, menuju rumah sewa mewah milik Alvin yang sekarang kosong melompong. Tempat itu sunyi, sepi, ideal buat menyusun serangan balik, kalau bisa.Dia berjalan mondar-mandir di ruang makan yang super mewah itu, karpet Persia di bawah sepatunya terasa empuk tapi tidak cukup menenangkan gelora di dadanya. Setiap perkataan Dr. Alvin Mahawira, tiap alasan, tiap pembelaan untuk Bima tadi terasa seperti jeruji besi yang kokoh, mengunci semua peluangnya rapat-rapat. Dia merasa terperangkap. Semua jalan buntu."Tidak! Ini tidak boleh!" bentak Surya kesal. Tangan terkepal kuat, kemudian tendangannya

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 162: Justifikasi Gawat Darurat

    Pagi hari di Cirebon, seharusnya sejuk dan menenangkan, malah terasa panas membara, diselimuti kemarahan dan ketegangan yang menyesakkan. Suhu dingin di luar tidak ada apa-apanya dibanding hawa panas di ruang tamu rumah dinas Lidya Paramitha Wardhana yang sekarang kondisinya sudah amburadul. Bekas-bekas pertarungan semalam masih terlihat jelas, pecahan kaca entah dari mana, bantal-bantal berserakan, dan kursi-kursi yang bergeser dari tempatnya.Di tengah kekacauan itu, Dr. Leo Bima Adnyana, Dr. Alvin Mahawira, Dr. Surya Baskara Hardiwan, dan Kevin Abimanyu Wisesa berdiri, suasana di antara mereka bagai medan perang yang siap meledak. Bima, meskipun jelas sekali terlihat lelah, sorot matanya kini dominan, penuh kemenangan sekaligus ancaman yang tertahan. Ia memang kelelahan setelah kejadian semalam, tapi energi amarahnya seperti terisi penuh kembali. Sementara itu, Alvin berdiri di sampingnya, tegak dan kalem, persis seperti perisai yang siap menghalau setiap serangan verbal yang datan

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 161: Bima Merusak Strategi

    Dr. Alvin Mahawira baru saja meletakkan pena favoritnya. Rasa tenang menyelimuti benaknya saat ia menyandarkan punggungnya di kursi ergonomis kantornya di Cendekia Medika, Jakarta. Di luar, siluet gedung-gedung pencakar langit mulai memudar diwarnai jingga senja, seiring hiruk-pikuk Ibu Kota yang tak pernah mati. Hari-hari terakhir ini memang cukup menguras tenaga, tapi ia bisa tersenyum simpul sekarang.Misi membawa Dr. Surya Baskara Hardiwan kembali ke Jakarta sukses. Kevin Abimanyu Wisesa juga sudah berhasil ditenangkan, lengkap dengan ancaman cerdik yang hanya orang seperti Alvin yang bisa merangkainya. Rahasia pernikahan Bima dan Lidya masih aman terkunci rapat, dan ia, sebagai Wakil Direktur Utama yang paling tahu isi dapur Cendekia Medika, sudah siap tempur menghadapi segala tuntutan hukum yang akan dilayangkan oleh Gabriel Wisesa. Ya, semuanya terkendali. Atau setidaknya, begitulah pikir Alvin.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja kaca. ID penelepon menunjukkan nomor yan

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 160 Ranjang Terbuka Di tengah Kekacauan

    Cahaya lampu neon yang tiba-tiba menyala terasa brutal, menusuk retina Kevin Abimanyu Wisesa yang masih terkejut. Pintu kamar memang tak terkunci rapat, seolah Bima sengaja membuka kesempatan bagi siapa saja untuk menyaksikan ‘pertunjukan’ yang memilukan ini. Otaknya sejenak blank, sebelum pemandangan di depannya diproses. Di sana, di ranjang king size yang diselimuti seprai putih, Dr. Leo Bima Adnyana terbaring santai, punggungnya menyandar ke kepala ranjang, seprai putih hanya menutupi pinggangnya yang kekar. Di sebelahnya, bersandar pasrah—atau mungkin ketakutan?—ada Lidya. Gadis itu menatap kosong ke dinding di hadapan mereka, berusaha tak melakukan kontak mata dengan siapa pun, terlebih Kevin. Seolah ada palu godam menghantam ulu hatinya, mengobrak-abrik seluruh harapan dan sisa kewarasannya.Tiba-tiba, langkah kaki di belakangnya mengikis keheningan sesaat itu. Sebuah sosok lain muncul di ambang pintu, kepalanya mengintip penasaran. Dr. Surya Bas

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status