Share

Part 3 Hari Pertama Pernikahan

Deg……

“Nyawaku terancam?” Gejolak batin penuh dengan pertanyaan kala Roger berkata demikian kepadaku. 

Namun dalam hatiku selalu yakin mereka pada akhirnya mereka akan baik kepadaku, akan luluh kepadaku, serta akan bersikap sayang kepadaku sebab hanya aku menantu perempuan satu-satunya yang mereka miliki.

Lalu, acara sungkeman ini berlanjut kepada Tante Alexa yang sedari tadi telah tersenyum bahagia menyaksikan acara pernikahanku bersama pria yang selama ini ada di hidupku, Randi.

Ia langsung merangkul kami berdua seraya berkata,

“Randi, Claire selamat atas pernikahan kalian ya. Gue bangga banget sama kalian sampai di titik ini. Semoga pernikahan kalian bahagia, walaupun jalannya terjal, badai atau apapun nanti tetap sama-sama ya. Randi, tolong jagain keponakan tante yang cantik ini ya, dia kesayangan papinya jadi jangan pernah sakiti dan sia-siakan Claire.” Pinta Alexa sembari meneteskan air matanya.

“Thank you Te, pasti akan aku jaga sebaik mungkin kok Clairenya. Claire juga tuh Te kasih wejangan.” Ujarnya sembari melirikku dengan tersenyum tipis.

“Hahaha iya nih Claire juga sekarang sudah jadi istri Randi. Sabar ditambah lagi ya sayang, belajar masak, belajar dandan, karena walau bagaimanapun posisi kamu saat ini harus bisa memposisikan diri ditengah keluarga Randi. Tante yakin kok kamu bisa buat luluh mamanya Randi. Semua butuh waktu dan semua juga butuh proses.” Terang Alexa yang semakin erat memeluk kami berdua.

“Iya Te. Nanti kalau aku sudah pindah, tante sering-sering main ke rumah aku ya. Kabarin aja akunya, pasti aku bakal kangen banget sih sama Kayla juga.” 

“Pasti kok sayang, pasti tante berkunjung ke rumahmu dan Randi. Jaga diri ya sayang. Kalau ada apa-apa infoin aja ke tante.” Ujar Alexa yang terlihat sudah lega melihatku pada akhirnya berhasil melangsungkan pernikahan dengan pria pujaanku walaupun dengan banyak rintangan yang sudah ku lalui kemarin dan akan banyak rangkaian masalah lagi setelah ini, terlebih sampai saat ini juga mama Randi tak kunjung memberikan restu.

****

Setelah melangsungkan acara pernikahan tertutup ini, aku langsung tinggal di rumah mewah milik Randi. Untuk pertama kalinya aku ke rumah kekasihku ini, dengan segala fasilitas mewah yang rumah ini miliki, jujur saja membuatku takut meskipun hanya memegang vas bunga sekalipun, karena harganya pasti tidak main-main.

“Sayang makan dulu ke bawah yuk.” 

“Peraturan di rumah ini seketat itu ya Ndi?” Aku yang masih bersender di ranjang pernikahan ini masih terus berpikir memahami situasi rumah yang kini ku tempati.

“Sebetulnya enggak sih, bukan ketat, tapi ini sudah tradisi keluarga turun temurun Sayang. Ya kalau makan harus kumpul di meja makan.” Terangnya.

Sementara aku masih penuh culture shock tinggal disini dengan berbagai peraturan dan ketaraturan yang telah dibuat dari keluarga ini. Menurutku apa yang menjadi peraturan mereka cukuplah rumit dan cenderung saklek, mungkin begitulah cara orang berhasil bekerja, semuanya serba ketat dan teratur, sementara aku sang pendatang harus bisa mengikuti apa yang terjadi di rumah ini.

Akhirnya aku mengikuti Randi turun menuju lantai dasar yang sudah tampak papa mamanya berada di meja makan.

“Eh Nyonya turun juga, bukannya bantuin orang tua malah datang pas sudah selesai.” Sindir mama mertuaku sembari membawakan beberapa piring dari lemari kaca di ujung sana menuju meja makan.

Aku sama Randi saling menatap satu sama lain.

Aku mempercepat langkahku mendekati ibu mertuaku ini.

“Ma, sini Claire bantu bawakan.” Aku menyerahkan tanganku agar membantunya untuk membawa piring-piring yang masih berada di tangannya.

“Gak usah, sudah telat banget datangnya!” Bentaknya.

Sementara papa hanya tertawa melihat perdebatan mama denganku.

“Randi, ajarin coba tuh istrinya sopan santun sama orang tua. Bilang juga harus rajin disini, masa bantu aja kagak mau, padahal disini juga numpang tapi berasa nyonya.” Mama kembali menyindirku.

“Ma... Jangan begitu dong dengan Claire.” Ujar Randi mengontrol emosinya.

Aku menahan air mataku terjatuh akibat mendengar bertubi-tubi celotehan dari mertuaku yang sangat jelas tidak suka dengan kehadiranku di tengah keluarga mereka.

“Sayang, makan ya. Udah jangan dipikirin perkataan mama.” Bisiknya pelan di telingaku.

Aku menyeka air mataku yang kian menetes sembari mengahalau rambut panjangku agar tidak menghalangi pandangan.

Aku mengambil nasi dengan iga bakar yang telah siap makan ke dalam piring yang mengkilap ini. Ku angkat piring tersebut agar tidak terlalu jauh dari tempat pengambilan nasi, namun pada saat menuangkan centong nasi ke dalam piring, aku justru melakukan kesalahan yang cukup fatal. 

“Praaaaaankkkk........”

“Kau tahu harga piring ini berapaaa?????!!!” Sontak saja hal ini membuat mama mertuaku berdiri dan berdecak pinggang dengan matanya yang melotot wajahnya memerah dengan kondisi amarah yang sangat jelas sulit terkontrol.

Randi yang kaget pun sontak langsung menarikku ke belakangnya.

“Ma.......” Ucapnya pelan berusaha mengendalikan emosi mama yang sudah sampai batas klimaks.

Sementara papa yang sedari tadi sedang makan, kini pun memundurkan kursi rodanya, sebab bisa saja pecahan beling kaca ini masuk ke dalam piringnya.

Asisten rumah tangga berhamburan menuju pusat keributan dengan tatapan yang sama paniknya denganku kini.

“Kamu ya! Belum lagi sehari di rumah ini sudah merusak perabotan rumah yang harganya lebih mahal dibandingkan harga diri kamu!” Tunjuk mama mertuaku.

Aku menunduk dan tanganku gemetaran.

“Ma.... maaf Ma, aku gak sengaja...” Ucapku pelan.

Randi menarik tanganku dan menggenggamnya lagi, sembari menoleh ke belakang.

“Sayang gak apa-apa...” Ia menggelengkan kepalanya memastikan semuanya akan baik-baik saja.

“Kalian kenapa cuma lihat aja? Beresin ini!” Teriaknya lagi kepada asisten rumah tangga yang masih penuh ketakutan satu sama lain, sebab baru kali ini juga aku melihat Ibu Airin, sapaannya di kantor yang kini menjadi mertuaku marah amat meledak-ledak.

“I... iya Bu...” Jawab kepala asisten rumah tangga yang langsung mendekati posisiku.

“Mbak, Mas Randi kesana dulu aja takut kakinya kena pecahan beling.” Bisik salah satu asisten rumah tangga ini mengingatkanku dan Randi.

Airin yang sudah mencapai titik bencinya denganku langsung berjalan pelan mendorong kursi roda Roger menuju sofa ruang tamu. Sementara aku masih menunggu gerakan dari Randi, yang juga terlihat bingung dengan situasi keributan di rumahnya.

“Sayang, aku gak sengaja..” Pelanku kepada Randi.

“Husstt, gak apa-apa, semuanya baik-baik aja kok.” Ia tersenyum tipis menatapku. Dari tatapannya sudah jelas ia sangat meyakiniku untuk berani menghadapi semua hal di dalam rumah ini.

“Mama gimana, sayang?” 

“Gak apa-apa nanti aku coba tenangin mama ya. Kamu pesan makanan online aja ya, nanti asisten rumah tangga akan mengantar makanannya ke kamar.” 

“Aku gak boleh turun buat ambil makanannya?” 

“Gak sayang. Kamu sudah baca detail perjanjiannya kan?” Ia mengingatkanku lagi dengan berbagai poin perjanjian gila yang dibuat oleh kedua orang tuanya dan dilegalkan oleh kuasa hukum milik keluarga ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status