Share

Part 4 Pantangan Keluarga Roger?

“Di, di kondisi saat ini dan kamu masih mengingatkanku tentang poin perjanjian itu?” Tegasku yang sedikit berontak dengan  apa yang sudah ia katakan.

“Claire, kamu sudah menyetujuinya kan?” Tanyanya singkat sembari mengambil tanganku yang masih gemetaran.

“Tapi di bawah masih kacau, gak apa-apa aku aja yang ambil sendiri..” Ucapku yang masih mengontrol emosiku dengan membantah apa yang diperintahkan Randi.

“Ya sudah tapi jangan sampai ketahuan mama atau papa ya, kamu lewat pintu belakang saja mutar.” Sarannya.

Setelah Randi menyetujui saranku, aku berjalan menuju halaman belakang merogohkan tanganku pada saku rok yang ku kenakan. Mulai ku buka layar ponsel ini dan menuju aplikasi makanan online. Satu per satu menu ku buka dan ku masukkan ke dalam keranjang makanan.

“Udah jadi pesan makanannya?” Dari arah belakangku terdengar suara pria yang beberapa detik kemudian merangkulku.

“Ini sedang pesan Mas, kamu mau makan apa?” Aku menoleh ke belakang sembari melihatnya yang tengah tersenyum kepadaku.

“Kamu pesan apa dulu?” Ia justru melemparkan pertanyaan kembali.

“Ini ayam bakar aja kali ya Mas. Mas?” Randi melepaskan rangkulannya dan berjalan beberapa langkah duduk di hadapanku tepat berada di kolam renang berukuran 4x10 meter.

“Boleh deh, aku ikut pesanan kamu aja sayang.” 

“Mama sama papa mau juga gak ya Mas?” Tanyaku bergidik pelan.

“Boleh beliin aja deh, entar kalo mereka mau kan tinggal makan aja.”

“Mas, mama papa gimana?” Tanyaku lagi sembari menyentuh tulisan order pada layar ponsel.

“Apanya?”

“Mama masih marah gak ya sama aku?” 

“Udah jangan dipikirin, mama tuh tipe orang yang udah sekali aja marahnya tapi ya gitu marahnya meledak-ledak, jangan dimasukkan ke dalam hati ya sayang.”

“Mas…” 

“Hmm? Apa sayang? Apa yang ganggu pikiran kamu?” Ia seolah paham ada yang ingin aku sampaikan.

“Kita gak bisa tinggal di rumah sendiri ya?” Aku ragu-ragu mengungkapkannya sebab tentu saja jawabnnya tidak.

“Claire….” Ia menatapku tajam sambil memajukan kursinya sehingga wajahnya berjarak dekat dari wajahku.

Sontak saja aku yang memundurkan kursi ini. Namun, ia justru menarik tanganku dan mencium lembut pipiku.

“Aku tahu dan paham banget kondisinya kini kamu sangat gelisah atas hal yang terjadi tadi. Tapi tolong ya sayang, kita sama-sama bisa komitmen untuk masa depan rumah tangga kita. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin meminta restu dari orang tuaku, dan mereka hanya meminta kamu untuk tinggal disini bersama mereka dan aku, jadi tolong banget bisa kamu pahami hal ini.” Terangnya sembari menggenggam erat tanganku yang kini berada dipangkuannya.

Tanpa sengaja pula air mataku menetes, entah apa yang aku pikirkan hingga sampai berani berbicara seperti ini dihadapannya, padahal sudah amat jelas hal ini tidak mungkin terjadi. Namun, wanita mana yang bisa tahan atas perlakuan mertua seperti Airin dan Roger? 

“Perjanjiannya sama sekali gak bisa tersentuh, Mas?”

“Sayang mungkin inilah sebagai risikomu menikah dengan ku, tapi aku janji ini tidak akan menyakitimu sedikit pun. Aku selalu ada disampingmu kan?” Ia mencoba terus meyakiniku dengan semua hal yang ku pikirkan kini.

“Sudah jangan sedih gitu dong, semangat menghadapi sikap ketus mama dan semangat juga untuk mengambil hati mama ya.” Ia mengecupku sekali lagi.

Selang sepuluh menit kemudian setelah aku dan Randi saling berbicara dan ia yang masih terus memberi keyakinan kepadaku bisa menghadapi Airin, tiba-tiba dering telepon di meja depanku berbunyi.

“Mas, sebentar aku angkat dulu.” 

Randi hanya menganggukkan kepalanya.

“Ya Pak, sebentar saya keluar dulu, tolong Bapak jangan mendekat ke pagar ya, saya akan kesana.” Ucapku sembari menatap mata Randi yang sedari tadi melihatku.

“Siapa sayang?” 

“Ini ojek onlinenya sudah sampai di depan rumah Mas, aku ambil sebentar ya.” Aku berdiri bersiap untuk mengambil makanan yang telah sampai.

“Biar aku aja sayang.” Ia berinisatif sendiri.

“Udah gak apa-apa Mas, aku aja. Mas disini aja nanti aku ambil piringnya sekalian.” Dengan cepat aku langsung berjalan menuju pagar utama namun kali ini harus mutar terlebih dahulu agar tidak sampai ketahuan oleh mertuaku.

Dengan jalan yang sedikit berhati-hati, aku sampai di taman halaman depan, terlihat pos satpam sudah ada penjagaan yang amat ketat dari satpam di depan ini tentu saja ditambah wajahnya yang galak membuatku harus lebih bersikap natural agar tidak dicurigai apapun olehnya.

Aku berjalan pelan melewati pos satpam tersebut berharap ia tidak melihatku.

“Nona Claire, mau kemana?” Ia berteriak sontak mengejutkanku.

“Eh Pak… Saya mau ambil makanan di depan ojek onlinenya sudah sampai.” Aku berbalik menuju pos satpam.

“Biar saya aja yang ambil.” Ia berdiri dan keluar dari ruangannya.

“Gak apa-apa, Pak?” Aku memastikan lagi.

“Iya ini sudah menjadi tugas saya, sebab saya diperintahkan agar Nona Claire tidak keluar dari rumah ini dulu.” Jawabnya dengan tegas.

“Oke, baik Pak. Saya tunggu disini ya.” Sembari ku duduk tepat di depan meja satpam. Sementara satpam dengan postur tubuh tegap ini membuka pagar untuk melihat keberadaan ojek online yang sudah ku minta melipir di samping pagar rumah gedong milik Roger.

***

“Bawa makanan dari mana kamu?” Bentak Airin.

“I.. ini Ma, tadi aku pesan makanan online sama Randi.” Jawabku pelan sembari menunduk.

“Wah hebat banget ya kamu. Sudah merasa nyonya banget disini?” Sindirnya lagi.

“Aku lapar Ma….” Tidak ada yang bisa ku katakan lebih panjang lagi, sebab air mataku tak tahan terbendung dengan semua perkataan kasar Airin padahal belum satu hari aku berada di dalam rumah ini.

“Makanya jangan banyak tingkah, sekarang kan jadi susah sendiri. Bahkan, papa Randi pun jadinya gak bisa makan lagi.” Sindirnya yang semakin ketus.

“Aku belikan untuk mama papa juga ini, sebentar Ma.” Dengan sigap, aku langsung mengambil piring dan menyajikannya kembali di atas meja makan yang sudah terlihat dibersihkan oleh asisten rumah tangga keluarga ini.

Selang tiga menit kemudian, ayam bakar yang tadi telah ku beli telah tersaji di atas meja ini, lantas, aku langsung menghampiri mertuaku kembali yang sedang duduk di ruang tengah.

“Ma, Pa, ayo kita makan dulu. Claire sudah belikan ayam bakar..” Dengan nada bicara yang amat rendah dan pelan, aku akan terus coba membuat mereka luluh kepadaku.

“Ayam bakar kau bilang?” Roger menoleh sinis.

“Udah udah, kamu makan sendiri aja.” Usir Airin kepadaku.

“Ma, Pa.. Claire cuma mau ajak makan bareng, apa salahnya?” Derap langkah kaki diikuti dengan suara yang jelas terdengar dari Randi seolah menyelamatkanku dari kedua orang tuanya yang bisa ku bilang amat kejam ini.

“Randi, sejak kapan kita makan ayam bakar? Inilah kenapa kami gak setuju kamu nikah dengan cewek kampung!” Wajah merah dengan penuh emosi lantas membuatku bingung apa yang terjadi di dalam keluarga ini. Aku menoleh ke arah Randi dengan raut wajah penuh tanda tanya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status