"Dengan ini aku mentalakmu." Seketika luruh sudah pertahanan dari Riri Permatasari. Suaminya, Ayus Luminto telah mentalaknya. Lelaki berusia 30 tahun itu lebih memilih istri keduanya yang telah dinikahinya secara siri. Ayus berpaling darinya hanya karena setelah menikah selama 4 tahun, Riri tak kunjung hamil. Seakan hal itu membenarkan jika Riri seorang yang mandul. "Mas! Aku bahkan telah rela kau madu. Mengapa kau masih tega mentalakku?" tanya Riri dengan berurai air mata. Wanita yang telah berusia 23 tahun itu merasa kini hidupnya hancur. "Kau mungkin mau aku madu, tetapi tidak dengan Nissa. Maafkan aku Riri. Surat gugatan perceraian kita telah aku layangkan ke meja pengadilan agama. Maafkan aku, aku harus pergi karena Nissa tengah hamil muda," ucapnya sembari pergi meninggalkan Riri yang ambruk dilantai.
Lihat lebih banyak"Apa Mas?" tanya Riri dengan tubuh yang gemetar.
"Iya Ri. Aku meminta izin untuk menikah lagi. Apa kau memberiku izin?" tanya Ayus tanpa rasa bersalah karena telah melukai hati Riri."Beri aku alasan yang jelas. Kenapa Mas ingin menikah lagi?" tanya Riri dengan hati yang hancur. Berbagai pertanyaan kini membelenggu pikirannya."Karena kamu mandul."Deg. Hancur sudah hati Riri berkeping-keping. Hanya karena keturunan saja, suaminya meminta izin padanya untuk menikah lagi. Padahal mereka menikah 4 tahun yang lalu. Bukankah masih da sedikit waktu lagi?"Apa Mas yakin jika wanita baru dalam hidup Mas itu tidak mandul?" tanya Riri dengan dada yang sesak."Wanita itu masih sangat muda, Ri. Aku yakin dia masih subur-suburnya. Izinin mas nikah lagi ya? Nanti kan anak itu juga bisa jadi anakmu juga, Sayang," ucap Ayus dengan nada yang lembut.Riri menatap lelakinya itu dalam-dalam. Dua pasang mata berbinar itu membuat hati Riri semakin sakit. Mengapa harus menikah lagi?
"Apa Mas akan menceraikan aku?" Riri kembali menanyakan hal penting itu. Jika dirinya diceraikan, kemana lagi ia akan pulang? Kedua orang tua kandungnya telah tiada. Hanya tersisa ibu tiri yang antagonis. Jika dia kembali ke rumah itu, yang ada hanya bullian dan makian untuknya. Seakan dirinya itu hanyalah seonggok sampah tak berguna."Tentu tidak! Aku mencintaimu, Ri. Hanya saja kamu tau kan bagaimana ibu aku? Dia kepengen cucu. Jika akuenikah lagi, dia tidak akan menyuruh kita untuk bercerai," sahut Ayus dengan sebuah senyum yang mengembang dibibirnya.Ragu, Riri meragu akan pilihan yang harus ia hadapi. Dua pilihan itu sama-sama memberikan neraka untuknya. Tidak akan ada kebahagiaan untuknya. Entah setelah dia bercerai, atau entah ketika dia memberikan izin kepada suaminya untuk menikah lagi."Ri, kamu tahu kan anak adalah hal penting. Jika ibu tau aku punya anak dia tidak akan mengganggumu dan mengataimu lagi. Percayalah, kita bertiga akan hidup dengan tenang dan bahagia," ucap Ayus dengan yakin."Wanita itu seperti apa?" Riri menghapus air matanya."Dia sekretarisku, Nisa. Kau ingatkan gadis itu? Dia masih sangat muda. Dan dia juga menerimamu sebagai kakaknya. Kalian berdua pasti akan hidup rukun."Sakit. Sejak kapan keduanya memiliki hubungan? Berapa lama? Hingga membuat Ayus yakin jika Riri akan menerima pernikahan mereka."Sudah berapa lama hubungan kalian? Kenapa bisa seyakin itu untuk secepatnya menikah?""Sudah setahun yang lalu, Sayang. Saat aku lelah kamu tak kunjung hamil juga. Aku menceritakan semua kehidupan rumah tangga kita. Setelah itu dia menyatakan perasaannya padaku," jawab Ayus dengan mantap. Lelaki itu begitu bodoh karena kejujurannya ibarat pisau yang tengah menyayat hati Riri. Dengan tangan terkepal Riri mencoba menahan tangisnya."Apa gadis itu menerimamu apa adanya?""Tentu! Nisa sungguh gadis yang baik, Riri. Sifatnya hampir sepertimu. Aku menyukainya karena dia mirip denganmu juga," tutur Ayus dengan rona bahagia. Padahal kebahagiaannya adalah luka untuk Riri."Bawa gadis itu untuk menemuiku. Aku ingin berbicara empat mata dengannya. Besok aku free mas. Bawa dia padaku," kata Riri dengan menahan sesak didadanya.
"Tentu saja Sayang! Aku akan membawa dia kemari. Apakah itu artinya kau memberikan izin untukku menikah lagi?"
"Besok aku beri jawabannya, Mas. Aku lelah. Bisakah aku tidur sekarang?" Seulas senyum diterbitkan oleh bibir Riri. Sebagai perwujudan dirinya baik-baik saja. Meskipun dibaliknya, dia merasa hancur berkeping-keping."Baiklah. Istirahatlah, Sayang. Aku pergi dulu. Nisa mengajakku makan malam," kata Ayus sembari memberikan kecupan lembut dikening Riri. "Aku mencintaimu!" serunya sebelum akhirnya lelaki itu menghilang dari balik pintu kamar yang telah ditutup."Tidak mas. Kamu sudah tak mencintaiku lagi. Hubungan kalian berjalan setahun? Apakah kalian telah berzina juga?" Riri memegang dadanya yang kian sesak. Air mata kini tak terbendung lagi."Kamu jahat mas! Kamu jahat! Hanya karena aku tak sempurna kau tega meninggalkan aku. Mana janjimu dulu mas? Huhuhuhu. Aku tak memiliki siapa-siapa dihidup ini selain kamu, mas. Mengapa kau malah mengkhianatiku? Kau bilang kau lelah karena aku tak kunjung hamil? Aku juga lelah! Mengapa Allah mempermainkan hidupku? Mengapa? Pasti mereka semua akan mengejekku. Hidupku yang kasihan karena orangtua yang telah meninggal. Kemudian ibu tiri yang terus menyebutku anak sial. Dan sekarang, suamiku ingin menikah lagi? Mengkhianatiku selama setahun lamanya. Tanpa dosa bahkan suamiku berpamitan untuk berkencan dengan wanita lain. Sakit, hatiku sakit. Apakah aku tidak boleh bahagia? Mengapa takdir begitu mempermainkanku? Hahahaha, setelah ini apa lagi? Istri kedua suamiku yang hamil? Begitukah? Atau aku yang akan dicerai? Hah? Jawab! Huaaaaaaa. Sakit, hatiku hancur."********"Assalamualaikum.""Waalaikumsalam." Riri berjalan tergopoh-gopoh dari dalam rumah. Saat pintu rumahnya telah terbuka, seketika senyumnya raib entah kemana. Satu orang yang begitu dikenalnya, dan satu sosok wanita yang tak asing juga untuknya, Nisa."Ri, mas sudah bawa Nisa. Kita bicara di dalam saja yuk?" ajakan Ayus mendapat jawaban anggukan kepala dari Riri. Wanita itu mundur beberapa langkah dan mempersilahkan dua orang tak tau diri itu memasuki rumahnya."Terima kasih mbak Riri sudah mau nerima aku," kata Nisa mengawali pembicaraan."Aku kan udah bilang. Kamu gak perlu takut. Riri akan menerimamu dengan suka cita. Iya kan Sayang?" pandangan Ayus beralih pada Riri yang masih mematung. Perih di hatinya kian hebat. Setelah beberapa saat, Riri mengulum senyuman ramah."Aku tak menyangka, kalian akan secepat ini mengambil keputusan untuk segera menikah," ucap Riri dengan nada yang dingin."Mas Ayus yang nggak sabar, mbak Riri. Dia ngajakin nikah terus. Aku tadinya juga takut jika mbak Riri akan menentang pernikahan kami. Tak kusangka mbak Riri mau menerima Nisa," kat Nisa dengan senyum lebar."Suamiku ingin menikah lagi. Memangnya aku bisa apa? Aku hanya wanita mandul. Ibu rumah tangga, dan hanya bisa menyusahkannya saja. Mana mungkin menolak keinginan orang yang memberiku makan.""Riri! Apa yang kau katakan? Kita sudah membahas ini sebelumnya. Dan kau tidak keberatan dengan pernikahanku dan Nisa," kata Ayus dengan nada tinggi."Sebenarnya wanita mana Mas yang mau diduakan? Nggak ada, tapi berhubung aku ini cuma beban ya udah. Aku restui hubungan kalian. Tapi meskipun begitu bukankah kalian akan tetap menikah tanpa restuku juga kan?" pertanyaan Riri membuat Nisa sedikit dongkol. Namun gadis itu berusaha bersabar."Riri! Kamu jangan keterlaluan!" bentakan Ayus membuat Riri sakit hati."Keterlaluan gimana Mas? Aku kan sudah memberimu restu. Tapi aku ingin kalian menikah secara sirih dulu. Secara hukum nanti saja. Lihat apakah Nisa mencintai Mas dengan tulus atau tidak." Tatapan tajam dilayangkan Riri kearah Nisa. Membuat tangan gadis itu terkepal."Riri!" teriakan Ayus menggelegar memenuhi susut-sudut ruang tamu rumah itu. Lelaki itu entah sadar atau tidak, telah mendaratkan tangannya di pipi kanan milik Riri."Sepertinya pembicaraan ini cukup sampai disini!" timpal Riri dengan menahan perih di pipinya sekaligus di hatinya.Riri berjingkat saat menyadari sebuah pelukan dari belakang. Sepasang tangan kokoh melingkari perutnya yang ramping. Sesekali lelaki itu mencium aroma rambut Riri. Atau bahkan lebih intim dari hal itu. Arnold bahkan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher jenjang milik Riri."Tunggu sebentar," cicit Arnold saat Riri hendak bergerak menjauh. "Apa kau tidak bisa menerimaku?"Deg. Hati Riri bimbang. Mau seperti apapun dia adalah lelaki yang dengan teganya memaksa dirinya. Sampai kapanpun ia akan mengingat hal itu. Padahal baru pertama kali Riri bertemu dengan Arnold. Tetapi lelaki itu menganggapnya rendahan."Tolong, terima aku. Aku bisa gila tanpamu." Sekali lagi Arnold meyakinkan Riri."Maaf, entah sampai kapan aku juga tidak tau. Rasa sakit ini masih begitu terasa. Aku rasa, kau bisa mengerti aku bukan?" tanya Riri tanpa menoleh sedikitpun."Apa kau masih mencintainya?""Mencintai pria brengsek? Tidak. Tap
Riri kembali menatap lekat lelaki yang tengah duduk di sofa. Sekali lagi memeriksa kembali paper bag yang dibawa oleh Ryu, bodyguard milik Arnold. Satu-persatu, rasanya kini jantungnya seakan melompat keluar.Keringat dingin pun membasahi wajahnya yang terlihat kaget. Sesaat dirinya menemukan nota belanjaan di paper bag tersebut. Dimana nominal itu mencapai ratusan juta rupiah. Yang lebih membuatnya terkejut adalah, semua itu adalah perhiasan yang ia katakan cantik. Tetapi Riri hanya membeli yang menurutnya simple dan tidak mahal.Karena sebenarnya ia tidak berminat pada perhiasan. Wanita itu hanya meminta pada Arnold untuk sebuah kalung yang sederhana. Namun saat pulang dan telah sampai di rumah, ia menemukan hal yang diluar dugaan. Terlebih, ada 2 kalung berlian yang ia katakan cantik itu kini berpindah ke paper bag yang dibawa oleh Ryu."Ha, apa ini?" tanya Riri dengan lirih. Bahkan terlihat tangannya bergetar saat membuka sebuah
"Apa kau yakin?" tanya Riri dengan alis yang berkerut."Kau mau belanja atau tidak? Kenapa kau tidak yakin begitu?" tanya Ronald dengan kesal."Bagaimana aku yakin? Kau! Kenapa kau tidak bekerja hari ini? Kenapa malah mau nemenin aku belanja?" Riri semakin dongkol. Lihatlah lelaki angkuh didepannya itu. Dengan kacamata hitam yang ia kenakan, lelaki itu terlihat begitu angkuh. Apa katanya tadi? Menemaninya belanja? Riri memutar kedua bola matanya kesal. Pasti mereka berdua akan menjadi pusat perhatian orang-orang."Apa yang salah? Wanitaku akan berbelanja bukan? Sudah sepatutnya sebagai seorang kekasih aku harus menemaninya! Kenapa kau malah terlihat kesal begitu?" tanya Arnold."Nyonya, silahkan." Kei membuka pintu mobilnya.Mempersilahkan Riri untuk segera masuk ke dalam mobil. Jika saja Arnold tak bersikeras untuk ikut, mungkin dengan senang hati Riri akan masuk ke dalam mobil dengan senang hati. Bukan dengan r
Drrrtttt. Drrrttt.Ponselku berkali-kali bergetar. Riri yang saat itu masih terlelap, menggerakkan kedua kelopak matanya. Kemudian meraba nakas untuk mencari ponselnya. Dengan nyawa yang belum terkumpul, Riri menerima panggilan itu."Kau dimana dasar jalang!" teriakan itu seketika membuat dahi Riri mengerut. Sejenak Riri mencoba mengumpulkan nyawanya. Melihat nama yang tertera di panggilan itu, mood Riri hancur seketika. Ayus, sepagi ini dia menelfon dirinya setelah dirinya menghilang selama 1 minggu. Baru telpon tersambung, dia dipanggil jalang! Umpatan kasar itu tak lagi membuat hati Riri terasa sakit. Rasa cintanya seakan hilang semenjak kejadian tempo hari."Kenapa?" tanya Riri dengan santai. Ia ingin lihat. Seberapa jauh perbuatan Ayus dan Nisa nantinya. Jika dirasa mereka berdua sudah kelewatan, maka sudah waktunya Riri beraksi. Menggunakan kekuasaan Ronald untuk menekan saham perusahaan milik Ayus itu adalah hal yang mudah. Riri tersen
Brukkk.Tubuh Riri dihempaskan begitu saja saat mereka telah sampai di sebuah rumah mewah. Wanita itu memandangi sekelilingnya dengan tatapan nanar dan tubuh yang bergetar. Mengapa ia harus kembali ke rumah ini? Mengapa ia tak bisa hidup tenang dan damai?"Jika kau berani kabur dari sini, lihat apa yang akan aku lakukan padamu! Bukan hanya padamu, tetapi juga semua yang berhubungan denganmu. Entah itu keluargamu, atau mereka semua yang mengenalmu. Aku akan membalikkan hidup mereka semua!" desis lelaki itu dengan duduk di sofa dengan angkuhnya."Apa maksudmu? Mengapa kau begitu menginginkanku? Bukankah aku telah mengatakan jika aku telah bersuami?""Bersuami? Ha-ha-ha! Buka matamu lebar-lebar. Apakah dia masih pantas untuk kau sebut sebagai seorang suami?""A-apa maksudmu?" tanya Riri dengan terbata. Entah mengapa kini dirinya memasang kewaspadaan yang tinggi. Karena sadar, jika lelaki dihadapannya itu adalah lelaki gila."B
Ayus yang mulai kesal dan segera mengambil tindakan. Lelaki itu mulai mencari sesuatu di lemari milik Ririn. Ririn yang melihat kelakuan Ayus tersentak kaget. Seumur dirinya hidup bersama lelaki itu, sekalipun tak pernah melihat Ayus mengobrak-abrik lemari miliknya."Mas! Apa yang kamu lakukan?" tanya Ririn sembari mengusap air matanya dan mendekati Ayus."Nisa, kamu bantu cari. Hari ini harus bisa cairin uang itu. Setidaknya bisa mengganti sebagian gaji para pegawai di kantor," kata Ayus."Iya Sayang." Nisa pun mendekat. Dengan hati yang senang dirinya mulai membantu Ayus mencari buku tabungan dan ATM milik Ririn. Tentu saja dirinya bahagia, karna pada akhirnya Ayus tak lagi meminta uang miliknya."Mas! Hentikan! Itu uangku! Kamu nggaj berhak ambil uangku," ucap Ririn sembari memegang tangan Ayus.Ayus yang sudah kepalang buntu, lelaki itu segera menyentak tubuh Ririn. Hingga wanita itu terjatuh di lantai. Tanpa melihat Ririn yang t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen